Berita Banjar, (harapanrakyat.com),- Program pencegahan dan penanggulangan HIV/AIDS di wilayah Provinsi Jawa Barat pendanaannya, termasuk di Banjar, masih disokong dari Global Fund (GF). Namun, hingga akhir 2017 ini, dana bantuan tersebut kabarnya sudah diberhentikan.
Program pencegahan dan penanggulangan HIV/AIDS yang termasuk program strategis nasional tersebut menjadi penting untuk diperhatikan semua kalangan, termasuk menjadi tugas pemerintah untuk menyelesaikan persoalan HIV/AIDS di daerahnya masing-masing.
Koordinator Program Yayasan Mata Hati Kota Banjar, Aam Hamdan, mengungkapkan, sokongan dana melalui program yang digulirkan GF di Jawa Barat sudah closing program, khususnya ke LSM pegiat HIV/AIDS, per 20 Desember 2017.
Menurutnya, penutupan program sudah menjadi kebiasaan akhir tahun di seluruh Indonesia dari donatur. Tahun 2017 yang menggunakan New Funding Models (NFM), kata Aam, berakhir per 20 Desember 2017. Namun, di tahun 2018 nanti akan berubah dengan model yang berbeda.
“Memang di Jabar sedang dikaji, yang mana ada pengurangan wilayah. Ada 3 kota yang bakal ikut model yang akan datang. Artinya, ada 7 kota atau kabupaten yang tidak tercover GF. Kemungkinan akan masuk funding lain seperti Pangandaran dan Purwakarta yang tercover oleh AHF,” jelas Aam, kepada Koran HR, Selasa (26/12/2017).
Meskipun Yayasan Mata Hati sebagai mitra Komisi Penanggulangan AIDS (KPA) Kota Banjar dalam pelaksanaan program kegiatan, kondisi seperti itu perlu menjadi perhatian bersama di Kota Banjar.
Artinya, pegiat HIV/AIDS maupun lembaga yang terkait penanganan dan pencegahan HIV/AIDS, tidak melulu terpaku pada bantuan luar negeri atau harus disokong oleh regulasi pemerintah daerah.
“Kalau anggaran penanganan dan pencegahan HIV/AIDS sudah ada di tiap OPD, bahkan tiap desa ada karena sudah adanya regulasi pemerintah daerah, kami kira tidak perlu terus ketergantungan dengan dana dari donatur luar negeri. Makanya kita sangat berharap besar regulasi di Banjar ada,” tandas Aam.
Sementara itu, Pengelola Program KPA Kota Banjar, Boni Mastriolani, mengatakan, berakhirnya program NFM dari GF untuk penanganan dan pencegahan HIV/AIDS di Jawa Barat, khususnya untuk pegiat HIV/AIDS, menjadi persoalan tersendiri dalam pelaksanaan pencegahan HIV/AIDS di Kota Banjar. Apalagi keberadaan LSM yang berkutat menangani HIV/AIDS seperti Yayasan Mata Hati, sangat besar perannya dalam membantu KPA di lapangan.
“Jelas cukup mengganggu pemberhentian prorgam bantuan ini. Meski saat ini masih dikaji untuk program ke depannya, kita harap nanti ada lagi. Soalnya, khusus wilayah Banjar para aktivis sangat kompak sekali dalam menangani dan melakukan upaya pencegahan HIV/AIDS. Bila tidak ada mereka, tentu kita juga yang repot,” jelasnya. (Muhafid/Koran HR)