Gerakan Masyarakat Parahyangan (Gempar) saat mengadakan audiensi ke DPRD Pangandaran, terkait upaya penyelamatan hutan di wilayah Kecamatan Langkaplancar dan Cigugur. Photo: Aceng/HR.
Berita Pangandaran, (harapanrakyat.com),-
Dalam upaya mempertahankan kelestarian hutan atas hak-hak dasar makhluk hidup dan ekologi di wilayah Kecamatan Langkaplancar dan Cigugur, Kabupaten Pangandaran, Jawa Barat, Gerakan Masyarakat Parahyangan (Gempar) mengadakan audiensi ke DPRD Pangandaran, Kamis (28/09/2017).
Ketua Gempar Kabupaten Pangandaran, Kunkun, mengatakan dalam memperjuangkan hak-hak dasar mahluk hidup dan ekologi di kawasan Kecamatan Langkaplancar dan Cigugur, perlu adanya pencapaian target yang bermanfaat.
Hal ini dilakukan mengingat beberapa faktor yang menjadi dasar perjuangan, diantaranya Penyelamatan sumber air, Mengantisipasi kemungkinan bencana longsor, Ancaman penebangan yang dilakukan oleh Perum Perhutani di kawasan resapan air, Rusaknya ekosistem tata kelola hutan, serta Reboisasi hutan gundul di kawasan kritis.
“Kami merasa harus mengadakan audiensi ke DPRD, karena diperlukan sebagai bagian dari instrumen pencapaiannya. Sehingga, harapan kami ini untuk mendorong perubahan status hutan produksi terbatas yang dikelola Perum Perhutani wilayah regional Jawa Barat dan Banten yang ada di kawasan Langkaplancar dan Cigugur, menjadi hutan lindung konserpasi. Dengan demikian kami menilai perlu adanya beberapa hal tuntutan yang harus dipenuhi,” jelas Kunkun, kepada HR Online.
Dia juga menyebutkan, bahwa tuntutan yang harus dipenuhi itu ada 5 point. Pertama, sepanjang dalam proses perubahan status hutan yang pihaknya dorong, perlu diberlakukannya status quo. Dengan status tersebut, pihaknya menilai rasa aman bagi masyarakat akan potensi bencana yang kemungkinan terjadi.
Point kedua, Gempar mendukung penuh dengan sikap yang diambil pemerintah daerah yang mengeluarkan surat per tanggal 23 Agustus 2017, yang ditunjukan kepada Gubernur Jawa Barat, dan juga ditembuskan kepada dinas terkait.
Ketiga, Gempar mendorong segera disyahkannya Raperda RTRW menjadi Perda. Point keempat, Mendorong diperlakukannya tim terpadu P2IP dan pada prosesnya harus melibatkan masyarakat. Hal itu dilakukan agar tidak terjadinya kesalahan dalam penghitungan tanah yang telah dimiliki oleh masyarakat.
Dan, point kelimanya, Jika pada perjalanannya Perum Perhutani tidak mengindahkan status quo yang telah diberikan, maka pihaknya menganggap izin yang dimiliki Perum Perhutani ilegal dan cacat hukum, serta menuntut Perhutani untuk segera menutup aktifitasnya dan angkat kaki dari Kabupaten Pangandaran.
“Kami mendorong lima poin tersebut segera dilakukan dan harus dibuktikan secara tertulis. Sehingga, masyarakat bisa menjalankan aktifitas dan tidak terganggu dengan rasa ketakutan akan berbagai ancaman hilangnya sumber-sumber kehidupan,” tandas Kunkun.
Koordinator Gempar, Anton Rahanto, menambahkan, pihaknya juga akan memasang spanduk- spanduk di titik penting sebagai bentuk dukungan akan program yang diharapkan Gempar. Pemasangan spanduk juga bertujuan agar masyarakat lebih sadar akan pentingnya hutan. (Cenk/R3/HR-Online)