(Di Saat Marak Beras Import)
Banjar, (harapanrakyat.com),- Produksi padi nasional mencapai 68,062 juta ton gabah kering giling (GKG) per November 2011. Angka itu mengalami peningkatan sebesar 1,592 juta ton dibandingakan pada 2010.
Namun, pada akhir Agustus 2011, pemerintah mengeluarkan izin import beras sebanyak 1,5 juta ton untuk mencukupi stok Badan Urusan Logistik (Bulog). Dengan menanda-tangani kontrak pembelian 1,23 juta ton beras dari Vietnam dan Thailand.
Langkah itu dilakukan lantaran target dalam negeri tidak terpenuhi. Tahun 2010, Bulog hanya mampu melakukan pengadaan dalam negeri setara 1,9 juta ton beras dari target 3,2 juta ton. Perhitungan kebutuhan Bulog itu untuk melakukan Operasi Pasar (OP) dan menyalurkan beras bersubsidi atau Raskin.
Padahal, berdasarkan perhitungan data BPS, Indonesia seharusnya surplus beras 4 juta ton, sehingga tidak perlu mengimpor beras. Terbukti dengan banyaknya kabupaten/kota berhasil meraih penghargaan Peningkatan Produksi Beras Nasional (P2BN) dari pemerintah pusat.
Salah satu daerah itu, adalah Kota Banjar. Dengan memiliki luas lahan pesawahan produktif 2.151 hektare, dan jumlah penduduk sebanyak 197.338 jiwa, persediaan beras di daerah ini mengalami surplus di atas 5%.
Dengan keberhasilan tersebut, Walikota Banjar, DR. dr. H. Herman Sutrisno, MM., menerima penghargaan P2BN tahun 2010 dari Presiden Susilo Bambang Yudhoyono. Penghargaan diserahkan oleh Wakil Presiden Budiono dalam acara Konfrensi Dewan Ketahanan Pangan 2012, bertempat di Hotel Indonesia pada tanggal 20 Juli lalu.
Kepala Bidang Tanaman Pangan dan Holtikultura, Dinas Pertanian (Distan) Kota Banjar, Agus Kostaman, saat ditemui HR, Selasa (24/7), mengatakan, pencapaian produksi padi dari tahun 2009-2010 mengalami peningkatan 23,89%, dengan angka produksi tahun 2009 sebanyak 40,608 ton, sedangkan 2010 sebanyak 53,353 ton GKG.
âTahun 2010 musim hujannya sesuai, sehingga sawah tadah hujan yang luasnya mencapai 1.149 hektare bisa panen sampai 2 kali. Biasanya cuma 1 kali panen saja. Jadi ada kenaikan hasil produksi padi di lahan tadah hujan dan lahan irigasi ½ teknis,â katanya.
Agus juga mengatakan, ada beberapa macam irigasi yang mengairi lahan pesawahan di Kota Banjar, diantaranya irigasi teknis 1,787 hektare, irigasi ½ teknis 198 hektare, irigasi sederhana 28 hektare, dan irigasi desa 138 hektare.
Menurut dia, sebetulnya di Kota Banjar tidak ada lahan pesawahan tidak produktif. Hanya saja sawah non-teknis, atau tadah hujan kurang produktif. Sebab, cuma bisa panen 1 sampai 2 kali dalam setahun.
Diraihnya penghargaan P2BN, harus berdampak dan dirasakan seluruh masyarakat Kota Banjar. Karena, bila persediaan beras mengalami surplus, maka pemerintah kota seharusnya tidak perlu lagi membeli beras dari luar daerah.
Namun, menurut Kabid. Ketahanan Pangan Distan Kota Banjar, H. Basir, SP, MP., bahwa penghargaan itu justru dampak dari keberhasilan kegiatan masyarakat tani yang berpengaruh terhadap meningkatnya produksi padi.
âPenghargaan P2BN merupakan implementasi dari suksesnya program kegiatan masyarakat petani, diantaranya kelompok tani, kelompok wanita tani dan kelompok taruna tani. Sehingga mampu meningkatkan produksi beras. Untuk itu, persediaan beras di Kota Banjar surplus,â kata Basir, Senin (23/7).
Lanjut dia, bahkan jika program one day no rice bisa ditempuh, serta pengurangan konsumsi beras per-kapita dapat dilakukan oleh masyarakat, maka persediaan beras akan lebih surplus lagi.
Hal itu berdasarkan yang tercantum pada salah satu butir perumusan dalam Konfrensi Dewan Ketahanan Pangan 2012, mengenai percepatan pencapaian sasaran swasembada lima komoditas pangan pokok.
âDi negara maju, pengurangan konsumsi beras sudah dilakukan, yaitu 60 kilogram perkapita, per-orang, per-tahun. Sedangkan di Indonesia 108 kilogram perkapita, per-orang, pertahun, atau 9 kilogram per-kapita, per-orang, per-bulan,â ujarnya.
Basir menambahkan, pihaknya menghimbau kepada seluruh jajaran Penyuluh Pertanian Lapangan (PPL), agar dalam memberikan penyuluhan kepada petani dan kelompok tani lebih ditingkatkan.
Hal itu untuk mengantisipasi terjadinya kekurangan air, kekeringan dan rawan pangan, sehingga jika ada permasalahan yang dihadapi para petani di lapangan bisa dipecahkan bersama-sama dengan PPL. (Eva)