(Menuju Kota Banjar Swasembada Beras)
Dalam rangka mencukupi kebutuhan akan pangan (baca: beras) di Kota banjar, tentu perlu dilakukan berbagai upaya dalam rangka peningkatan produksi padi. Kota Banjar tidaklah memiliki areal sawah yang luas. Areal sawah yang ada pun sebagian sudah beralih fungsi untuk perkantoran, pertokoan, perumahan, jalan dan sebagainya. Padahal, jumlah penduduk di Kota Banjar terus bertambah dari tahun ke tahun.
Dengan keterbatasan areal persawahan yang ada, Kota Banjar tetap harus mampu mencukupi kebutuhan pangannya sendiri, atau bahkan bisa surplus setiap tahunnya. Salah satu upaya yang dapat dilakukan adalah dengan menekan kehilangan hasil padi pada saat panen.
Titik Kritis Kehilangan Hasil Panen
Kita tentu sudah faham, proses padi menjadi beras diawali dengan proses pemanenan, perontokan, pengeringan dan selanjutnya penggilingan. Berdasarkan hasil penelitian, titik kritis kehilangan hasil padi terletak pada tahapan pemanenan dan perontokan. Maka seharusnya dalam upaya menekan kehilangan hasil, kita harus fokus pada titik kritis tersebut. Pada setiap tahapan panen tentu saja akan terjadi kehilangan hasil, namun pada kedua tahapan itulah kehilangan hasil lebih signifikan. Sehingga itu harus menjadi pusat perhatian kita.
Kehilangan hasil padi pada saat pemanenan dan perontokan bisa disebabkan karena dua hal: 1) Perilaku panen dan 2) alat/teknologi yang digunakan. Oleh karena itu untuk menekan kehilangan hasil padi, bisa dilakukan dengan melakukan perubahan perilaku panen dan atau mengubah alat/teknologi panen yang digunakan.
Perubahan Perilaku Panen
Pada saat pemanenan, batang padi yang telah ditebas kemudian ditumpuk. Apabila penumpukannya menggunakan alas, maka kehilangan hasil panen jauh lebih rendah dibandingkan dengan penumpukan tanpa alas. Begitupun pada saat pengangkutan batang padi ke tempat perontokan. Pengangkutan dengan menggunakan alas dapat menekan kehilangan hasil padi. Bulir padi tidak akan tercecer pada saat pengangkutan.
Pada saat panen di musim kemarau, terkadang batang padi yang sudah dikumpulkan tidak segera dirontokan. Beberapa hal yang mungkin terjadi selama proses penundaan antara lain : (1) terjadi kehilangan hasil yang disebabkan oleh gabah yang rontok selama penumpukan atau dimakan binatang, dan (2) terjadi kerusakan gabah karena adanya reaksi enzimatis, sehingga gabah cepat tumbuh berkecambah, terjadinya butir kuning, berjamur atau rusak. Semakin lama proses penundaan tersebut, maka kehilangan hasil akan semakin besar. Oleh karena itu apabila terpaksa harus dilakukan penundaan, maka disarankan agar padi ditumpuk dengan menggunakan alas. Akan tetapi penundaan tidak boleh lebih dari satu malam dengan tinggi tumpukan padi tidak lebih dari 1 m. Dengan cara penundaan seperti itu dapat menekan kehilangan hasil dan menekan terjadinya butir kuning dan rusak.
Pada saat perontokan, harus diperhatikan mengenai luas alas yang digunakan untuk alas perontok padi. Semakin lebar alasnya, maka kehilangan hasil bisa diminimalisir. Selain itu juga penempatan alat perontok (terutama gebotan) tidak boleh terlalu pinggir. Kemudian juga pada saat menggebot bantingannya jangan hanya 2-3 kali, tetapi harus 5-6 kali sampai tidak ada lagi bulir yang masih menempel. Juga harus memperhatikan arah angin untuk meminimalisir bulir padi yang terbuang.
Modernisasi Alat Panen
Hasil penelitian telah menunjukkan bahwa penggantian alat panen dari sabit biasa menjadi sabit bergerigi atau bahkan dengan menggunakan paddy mower, hal tersebut dapat menekan kehilangan hasil yang signifikan. Begitupun dengan perontokan padi. Penggantian gebotan dengan pedal thresher, atau bahkan dengan power thresher mampu menekan kehilangan hasil yang juga signifikan.
Berkaitan dengan perubahan alat panen, maka tentu saja hal ini membutuhkan investasi yang lumayan dibandingkan dengan hanya mengubah perilaku panen saja. Petani harus memiliki tekad selain mengubah perilaku panen tetapi juga mengganti alat panen dengan yang lebih modern. Apabila petani tidak berkemampuan (permodalannya rendah), maka ubah saja perilaku panen. Tentu pemerintah juga harus proaktif memfasilitasi alat-alat panen yang dibutuhkan petani.
Penutup
Berdasarkan uraian di atas, mari kita renungkan bagaimana realitas panen padi di sekitar kita. Jika masih ada perilaku panen yang kurang baik dan masih menggunakan alat tradisional, maka saatnya untuk menata diri. Kita harus menunjukkan bahwa memang kita serius dan Kota Banjar swasembada beras bukan sekedar jargon semata. (Rachmat, S.Si MSi/Litbang HR)