Banjar, (harapanrakyat.com),- Upaya penanggulangan dan penanganan PGOT (pengemis, gelandangan dan orang terlantar), selama ini hanya ditangani secara sederhana dan sekedar mengalihkan masalah sesaat saja melalui pola operasi penertiban PGOT dengan memindahkan ke daerah lain.
Kasatpol PP Kota Banjar, Nana Suryana,S.Pd., melalui Kepala Tata Usaha Satpol PP, Atang Budiman, SIP., pada HR, pekan lalu, mengatakan, hal itu disebabkan karena keterbatasan sarana dan biaya.
“Sebetulnya pola seperti ini tidak menyelesaikan masalah, tapi justru menjadikan masalahnya berkembang dan berlarut-larut. Untuk itu perlu disusun dan dirumuskan suatu metode penanganan masalah PGOT melalui pendekatan yang tepat, menyeluruh, terencana dan terpadu,” kata Atang.
Permasalahan tersebut bukan hanya di Kota Banjar saja, hampir di semua kota belum ditangani secara tepat, terencana dan menyeluruh. Sementara keberadaan PGOT kerap dirasakan menimbulkan gangguan ketertiban umum oleh masyarakat.
Sedangkan, pihak Satpol PP hanya bertugas menertibkan, dan langkah-langkah yang selama ini ditempuh yakni melakukan penertiban PGOT. Kemudian, tindak lanjut setelah operasi terhadap para pengemis yaitu diberikan pembinaan dan dipulangkan ke tempat asalnya.
Bagi para gelandangan dan orang terlantar/orang gila, mereka dimandikan dan dicukur, diberi makan, lalu dikirim ke rumah sakit jiwa (RSJ). Namun, ketika ditolak di RSJ, maka dipindahkan ke daerah lain.
“Dalam upaya penanganan masalah PGOT, pada hari Senin tanggal 30 Januari kemarin, kami diundang oleh Sekda Kabupaten Cilacap. Koordinasi penanganan permasalahan tersebut diikuti pula oleh kabupaten kota lain, diantaranya Banyumas, Purbalingga, Banjarnegara, Kebumen dan Ciamis,” tuturnya.
Dalam rapat koordinasi membahas permasalahan pokok yang dihadapi. Masalah PGOT merupakan kewajiban, tugas dan tangung jawab negara, tapi belum ditangani secara sistematis, terpadu dan berkelanjutan.
Kemudian, penanganan PGOT selama ini ditempuh secara persial dan tidak menyelesaikan masalah, serta belum ada kesepakatan antar pemerintah daerah dalam penanganan PGOT yang ditindak lanjuti dengan upaya-upaya sistematis, profesional dan proporsional.
Untuk itu, di kab/kota perlu dibentuk tim khusus menangani PGOT. Tim ini antara lain meliputi Dinas Sosial, Departemen Agama, Dinas Kesehatan, Bagian Kesra dan Satpol PP. Guna menunjang kelengkapan fungsi instansi terkait, fasilitas pendukung yang perlu dilengkapi yaitu adanya tempat penampungan sementara, pelayanan kesehatan dan tempat penampungan pelatihan kerja.
“Sarana dan fasilitas tersebut belum dimiliki oleh setiap daerah, termasuk Kabupaten Cilacap. Namun, dari hasil rapat koordinasi itu, Cilacap punya rencana membuat barak penampungan sementara. Tapi, untuk orang gila tetap nantinya diserahkan ke RSJ,” terang Atang.
Selain itu, juga membahas bahwa ada LSM Yayasan Griya Malaikat dari Jakarta yang menangani masalah PGOT di tiga kab/kota, dan telah membuka cabang di Purwokerto. Jadi nantinya LSM ini yang akan menangani masalah PGOT. Sementara kab/kota hanya menyediakan lahan saja. Tapi tetap di dalamnya melibatkan petugas dari instansi terkait.
“Memang masalah ini masalah sosial, kalau tidak segera ditangani, ini akan jadi permasalahan serius seperti terjadi di kota-kota besar. Dengan adanya koordinasi antar daerah, mudah-mudahan rencana tersebut bisa terwujud,” pungkas Atang. (Eva)