harapanrakyat.com,- Revisi Undang-Undang TNI (RUU TNI) yang baru saja resmi disahkan menjadi UU TNI oleh DPR RI. Banyak pihak yang mengkhawatirkan UU yang baru itu bisa menghidupkan kembali istilah Dwifungsi ABRI atau TNI.
Bukan tanpa alasan, pasalnya UU TNI yang baru ini akan memperluas anggota perwira yang memiliki jabatan di kementerian dan lembaga.
Lantas, apa itu Dwifungsi ABRI atau TNI, kenapa masyarakat khawatir dan apa dampaknya?
Baca Juga: DPR RI Banjir Protes Usai Adakan Rapat Revisi RUU TNI di Hotel Mewah
Istilah Dwifungsi ABRI atau TNI
Dwifungsi TNI atau ABRI merupakan suatu konsep serta kebijakan politik yang mengatur tentang fungsi Angkatan Bersenjata Republik Indonesia, dalam tatanan kehidupan bernegara.
Dalam hal ini ABRI memiliki dua fungsi dan peran yang meliputi sebagai kekuatan militer Indonesia. Serta merangkap sebagai pemegang kekuasaan dan pengatur negara.
Dwifungsi TNI pernah berlaku di masa silam. Tepatnya saat masa pemerintahan orde baru oleh Presiden Soeharto selama kurang lebih 32 tahun.
Penerapan konsep Dwifungsi ABRI atau TNI sendiri tak bisa lepas begitu saja dari sejarah perkembangan organisasi militer Indonesia.
Penetapan kebijakan Dwifungsi ABRI di Indonesia bermula ketika para perwira merasa memiliki hak yang sama dengan masyarakat sipil. Yang mana masyarakat sipil berperan sebagai penentu kebijakan dan pelaksana bina negara.
Dampak Kebijakan Dwifungsi TNI
Namun, kebijakan tersebut memiliki dampak terhadap kondisi sosial dan legislatif pada masa orba. Dampak tersebut yakni ABRI berhasil melakukan dominasi terhadap beberapa sektor lini pemerintahan.
Selain mendominasi, ABRI atau TNI juga membuat jatah warga sipil untuk terjun di bidang pemerintahan menjadi berkurang.
Sontak saja hal itu pun membuat sistem pemerintahan di Indonesia pada masa orde baru menjadi tidak transparan.
Puncak masa kejayaan Dwifungsi ABRI atau TNI terjadi pada tahun 1990-an. Saat itu anggota ABRI memegang peran kunci hampir di segala sektor pemerintahan.
Keterlibatan pasukan bersenjata dalam kehidupan sosial politik ini pun mengubah fungsi dari ABRI itu sendiri.
ABRI yang semula berperan sebagai kekuatan pertahanan dan keamanan, menjadi alat kekuasaan rezim dalam melakukan pembenaran atas segala kebijakan yang pemerintah buat.
Dampaknya bukan hanya itu saja, kekuasaan yang dipegang militer juga mengakibatkan terjadinya pelanggaran HAM, hingga berujung pada kerusuhan yang terjadi pada tahun 1998.
Baca Juga: Rapat Panja DPR RI Bahas RUU TNI Digeruduk, Deddy Corbuzier Angkat Bicara
Karenanya, usai Presiden Soeharto lengser pada 21 Mei 1998, pemerintah perlahan-lahan menghapus Dwifungsi ABRI dengan mencabut TNI dari sejumlah jabatan sipil.
Kini hampir 27 tahun setelah orde baru, masyarakat kembali khawatir akan hidupnya Dwifungsi TNI yang mencuat usai DPR RI resmi mengesahkan RUU TNI menjadi Undang-Undang.
Melalui UU tersebut, anggota TNI bisa lebih luas menduduki beberapa kementerian dan lembaga yang semula 10, kini menjadi 16 kementerian atau lembaga. (Revi/R3/HR-Online/Editor: Eva)