Banjar,- Sejumlah peternak sapi di kota Banjar belum mampu mengoptimalkan dalam pengelolaan limbah kotoran ternak mereka. Maka tak heran, bila aroma tak sedap acap kali tercium di sejumlah kandang para peternak.
Gundukan kotoran sapi teronggok di pinggir kandang para peternak, bercampur dengan air seni sapi menambah bau busuk semakin menyengat. Meski kandang telah dibersihkan, aroma menyengat tetap saja tercium kuat.
“Kandang terawat bersih, akan tetapi limbah kotoran sapi menumpuk dibelakang kandang. Jadi kalau masih tercium bau menyengat karena memang kotoran sapi belum terolah secara maksimal,” ucap Mumuh Ketua Kelompok Peternak Sapi, Anom Jaya, (23/1).
Musim penghujan menambah kesemerawutan kondisi lokasi peternak sapi. Bagaimana tidak, kotoran sapi yang tak terolah secara maksimal diguyur hujan dan mengakibatkan kotoran tercecer terbawa air hujan.
“Selain bau, tanah di sekitar kandang menjadi becek serta bercampur kotoran sapi yang terbawa air hujan, akhirnya kandang terlihat kotor dan bau. Untuk itu kami berharap kepada pihak pemerintah untuk segera membantu kesulitan kami ini,” harap Mumuh.
Upaya untuk mengatasi agar kotoran sapi terolah secara maksimal, lanjut Mumuh, pihaknya pernah meminta untuk memanfaatkan mesin pembuat kompos yang tak terpakai di Tempat Pembuangan Sampah Sementara (TPSS) di lingkungannya.
Akan tetapi, alat itu boleh dipergunakan namun tak diizinkan untuk dipindahkan dari TPSS. “Kalau tak dipindah kesini, kami kesulitan untuk biaya tranportasi kotoran dari kandang ke TPSS,” kata Mumuh.
Alasan peralatan pembuatan komposer tak izinkan dialihkan, lantaran, agar bangunan yang telah dibuat dapat ikut termanfaatkan. “Kami mengerti maksud dari pemerintah, akan tetapi biaya operasional akan naik. Dan kelompok tak mampu untuk mengatasinya,” keluh Mumuh.
Selain membutuhkan unit pengolah kompos, Mumuh berharap Dinas Kebersihan dan lingkungan Hidup, Kota Banjar, mampu pula membantu peternak untuk dapat memanfaatkan limbah kotoran sapi.
“Para pengrajin tahu dan tempe dibuatkan tempat pengolahan limbah. Dan kami pun berharap agar dibuatkan pengolahan kotoran sapi untuk dijadikan Biogas. Selain mampu mengurangi bau menyengat, sistem biogas akan membantu warga dalam kebutuhan energi, maka beban untuk beli gas tabung pun berkurang,” paparnya.
Hal senada dikatakan Koko, Ketua kelompok peternak sapi Kalangasari, Raharja. Menurutnya, akibat limbah sapi yang tidak termanfaatkan secara optimal, maka akan berimbas kepada kesehatan ternak sapi.
“Akibat lokasi kandang yang becek dan berbau, akhirnya sejumlah ternak sapi kami terkena penyakit cacing,” ujarnya.
Bila kotoran sapi mampu terolah dan termanfaatkan, maka akan sangat membantu kebersihan lokasi kandang. Selain itu, pemanfaatan kotoran mampu menambah pendapatan para peternak sapi, dengan produk kompos dan biogas.
“Dan kami pun berharap, pihak Dinas Pertanian untuk mengajak para petani menggunakan pupuk organik kompos. Sebab, jika itu telah berjalan selaras, maka konsep pertanian terintegrasi telah berjalan, dan biaya produksi petani untuk pupuk akan berkurang,” jelas Koko
Konsep pertanian terintegrasi, lanjut Koko, akan meminimalisir dari limbah baik yang dihasilkan peternakan maupun pertanian. Sebab, pertanian dan peternakan merupakan satu mata rantai yang tak bisa diputus begitu saja. Bila terputus, maka akan menjadi beban baik bagi peternak maupun petani.
“Ya itu, peternak akan kesulitan mengolah limbah kotoran. Sementara petani semakin terbebani dengan semakin naiknya harga pupuk. Sudah saatnya di kota Banjar dilakukan sistem pertanian terintegrasi,” pungkas Koko. (SBH)