Gedung-gedung tua sudah habis tinggal beberapa yang masih utuh, selebihnya hancur dimakan usia karena tak terawat. Kota Banjar kini sedang berupaya membangun infrastruktur. Tak ada kemegahan masa lalu di kota yang baru berusia 9 tahun ini. Di kota ini belum ada hotel berbintang, kafe dan restoran yang representatif seperti di kota-kota lain.
Banjar menjadi salah satu magnet center bagi beberapa wilayah di barat, timur, utara dan selatan Kabupaten Ciamis dan Kabupaten Cilacap barat Jateng. Turis asing maupun lokal hanya numpang lewat dan beristirahat sejenak di titik keramaian tertentu.
Sampai saat ini, kesan yang melekat pada kota Banjar, bagaikan gadis desa yang mulai mengenal alat kecantikan. Seperti memoles pipi, dan bibir yang nampak cerah, karena keterbatasan sumber daya manusia untuk berdandan glamor. Seperti kota Tasikmalaya saja belum bisa, banyak hal yang harus dibenahi di kota Banjar. Yang paling utama mindset (perubahan pola pikir) birokrasi dan masyarakat belum sinergitas.
Di jantung kota Banjar dibelah olah sungai Citanduy, tak banyak kota yang dibelah sungai di Pulau Jawa. Fungsi sungai Citanduy belum banyak dimanfaatkan, hanya baru sebatas wacana saja. Padahal pada zaman dahulu sungai Citanduy, transportasi utama masyarakat itu untuk menjual hasil pertanian ke pasar. Dari hilir digunakan untuk mengangkut garam dan ikan asin dari Kabupaten Cilacap, dengan menggunakan rakit bambu dan perahu. Itu tempo doeloe.
Di kota ini belum terbangun ikon yang pasti. Daya tarik lain bagi turis asing mengambil pasir di Cijolang anak sungai Citanduy yang berada di perbatasan Jabar-Jateng. Selebihnya harus diciptakan obyek wisata buatan yang bisa menarik wisatawan singgah di kota Banjar. Yang paling mudah merawat peninggalan lama dibangun kembali dalam bentuk zaman dulu tidak berubah.
Menuntaskan riverfront, semua bangunan yang membelakangi Citanduy dirubah. Semua bangunan yang ada di pinggiran Citanduy harus menghadap sungai. Seperti membangun jogging track, di sepanjang aliran Citanduy yang berada di wilayah perkotaan juga dibangun taman-taman agar menambah bergairah kehidupan kota menjadi obyek wisata.
Komitmen mengacu pada Undang-Undang Nomor 18 tentang persampahan dan UU No. 32 tentang Lingkungan Hidup, sebagai payung hukum. Memasuki tahun 2012, kota Banjar harus mulai menggeliat. Kini bukan lagi anak balita, tetapi sudah menjadi anak-anak, yang perlu dididik agar menjadi tahu hidup di sebuah kota di zaman globalisasi dunia (modern). Ini Harus.