Anggaran pemilu di Indonesia terus meningkat dari waktu ke waktu. Berdasarkan data, Pemilu 2004 menelan biaya Rp13,5 triliun. Pada Pemilu 2009, anggaran melonjak menjadi Rp47,9 triliun, disusul Pemilu 2014 dengan kenaikan sebesar Rp21,7 triliun. Anggaran Pemilu 2019 mencapai Rp24,8 triliun, dan pada Pemilu 2024 angkanya memecahkan rekor, yaitu Rp71,3 triliun.
Indrajaya, anggota Komisi II DPR RI, menyoroti tingginya anggaran Pemilu tersebut. Ia mengusulkan pemerintah segera mengevaluasi sistem pemilu demi menciptakan proses politik yang lebih efisien.
“Kerumitan regulasi menjadi salah satu penyebab biaya pemilu membengkak setiap periode,” ujar Indrajaya di Jakarta, Senin (16/12/2024).
Baca juga: Kapolri Enggan Tanggapi Isu Cawe-cawe Partai Coklat di Pilkada Serentak 2024
Ia menjelaskan, Undang-Undang Pemilu digunakan untuk memilih anggota DPR, DPD, dan DPRD dengan sistem proporsional terbuka.
Sementara itu, Undang-Undang Pilkada digunakan untuk memilih kepala daerah dan wakilnya secara langsung. “Meski penyelenggaranya sama, regulasi dan sistemnya berbeda. Akibatnya, anggaran menjadi lebih besar,” tambahnya.
Mahalnya Anggaran Pemilu Kuras Dana APBN dan APBD
Pilkada 2024, misalnya, membutuhkan anggaran Pemilu sebesar Rp37,4 triliun yang bersumber dari APBD dan APBN. Anggaran untuk pileg dan pilpres mencapai Rp71,3 triliun, belum termasuk biaya tambahan seperti pemungutan suara ulang (PSU).
PSU diperlukan untuk 287 TPS di 20 provinsi. Selain itu, ada pilkada ulang di Kabupaten Bangka dan Kota Pangkalpinang akibat kemenangan kotak kosong. Pilkada ulang ini dijadwalkan pada 27 Agustus 2025 setelah selesainya Naskah Perjanjian Hibah Daerah (NPHD).
Indrajaya juga mengingatkan potensi membengkaknya anggaran jika Pilpres 2024 berlangsung dua putaran.
“Beruntung pilpres hanya satu putaran. Jika dua putaran, negara harus mengeluarkan tambahan Rp38,2 triliun,” jelasnya.
Menurut Indrajaya, evaluasi sistem pemilu yang lebih hemat sangat mendesak. Dengan efisiensi anggaran, dana dapat dialokasikan untuk kebutuhan mendesak lainnya.
“Misalnya, Program Makan Bergizi Gratis tahun 2025 membutuhkan Rp71 triliun. Tambahan anggaran kesejahteraan guru ASN dan non-ASN juga mencapai Rp81,6 triliun,” ujarnya.
Ia menegaskan, sistem politik yang sederhana dan hemat akan membawa manfaat besar bagi masyarakat. Selain mengurangi beban APBN, efisiensi anggaran Pemilu akan mendukung program-program yang langsung menyentuh kebutuhan rakyat. (Feri Kartono/R6/HR-Online)