Kaum ibu warga Dusun Nusagede RT 04 RW 10, Desa Cijulang, Kecamatan Cijulang, Kabupaten Pangandaran, Jawa Barat, mengadukan nasibnya di tempat mencongkel kelapa. Bagi kaum ibu tersebut, hanya satu kata yang diterapkan dalam kesehariannya, yakni tiada hari tanpa bekerja mencongkel kelapa. Photo: Entang SR/ HR
Berita Pangandaran, (harapanrakyat.com),-
Belasan kaum ibu warga Dusun Nusagede RT 04 RW 10, Desa Cijulang, Kecamatan Cijulang, Kabupaten Pangandaran, Jawa Barat, mengadukan nasibnya di tempat mencongkel kelapa. Bagi kaum ibu tersebut, hanya satu kata yang diterapkan dalam kesehariannya, yakni tiada hari tanpa bekerja mencongkel kelapa.
Asih (50), pemilik tempat mencongkel kelapa, di Dusun Nusagede, Cijulang, ketika ditemui Koran HR, pekan lalu, mengaku, usaha yang dirintis bersama suaminya tersebut sudah berdiri sejak tahun 2013.
Kepada Koran HR, Asih juga mengaku sengaja memberdayakan warga setempat, baik kaum ibu ataupun pria untuk bekerja. “Perempuan ataupun laki-laki yang mau bergabung untuk bekerja dipersilakan. Tidak ada lamaran-lamaran segala,” katanya.
Menurut Asih, dalam sehari setiap pencungkil rata-rata bisa mencungkil kelapa hingga ratusan butir. Sehari bekerja, para pencungkil ini diberi mendapat upah rata-rata diatas Rp 40 ribu, tergantung jumlah kilogram kelapa yang diperoleh masing-masing.
“Kelapa hasil cungkilan itu dihargai Rp 200 rupiah perkilogram. Dan setiap orang rata-rata bisa mencapai 2 kwintal,” katanya.
Lebih lanjut Asih menjelaskan, kelapa yang sudah dicungkil tadi kemudian dijemur untuk dijadikan kopra dan setelah itu dijual lagi ke pabrik. Kelapa yang diolahnya didatangkan dari wilayah Cimerak, Ciparanti, Legokjawa, Parigi, dan Sidamulih.
“Selain kelapa, kami juga memanfaatkan tempurung kelapa. Kami menjualnya dengan harga Rp 110 perkilogram. Sedangkan air kelapanya, kami jual sebesar Rp 1000 persatu jerigen ke pabrik nata de coco,” ucapnya.
Dasimah (40), pegawai pencungkil kelapa, ketika ditemui Koran HR, mengaku sudah satu tahun menggeluti usaha di bidang mencungkil buah kelapa. Dia mengaku memilih pekerjaan itu karena kesulitan untuk mencari pekerjaan lain.
“Lumayan, penghasilannya cukup untuk memnuhi kebutuhan sehari-hari. Bu Asih sedikit banuaknya sudah turut membantu keluarga saya. Apalagi di usia segini, pastinya saya sudah tidak bisa lagi mencari pekerjaan lain,” katanya. (Ntang/Koran-HR)