Kegiatan budaya ‘Hajat Leuweng’ yang digelar di Objek Wisata Goa Lanang Desa Selasari, Kecamatan Parigi, Kabupaten Pangandaran, Sabtu (22/08/2015) lalu. Foto: Asep Kertiwa/HR
Berita Pangandaran, (harapanrakyat.com),-
Kegiatan budaya ‘Hajat Leuweng’ yang digelar di Objek Wisata Goa Lanang Desa Selasari, Kecamatan Parigi, Kabupaten Pangandaran, Sabtu (22/08/2015) lalu, tampaknya memiliki nilai filosofis yang tinggi. Hajat Leuweung merupakan budaya warisan nenek moyang warga setempat yang mengandung makna dan arti gotong royong.
Dalam ritual budaya ini, satu rumah warga setempat wajib membuat satu tumpeng dan obor. Setelah itu, tumpeng dan obor dari seluruh rumah dikumpulkan di sebuah lapangan terbuka. Sementara di tengah ratusan tumpeng tersebut terdapat tiga buah tumpeng yang ukurannya lebih besar dari pada yang lainnya. Tiga tumpeng itu dihias dengan berbagai rupa, sehingga sangat menarik untuk dilihat.
Menurut Yaya, tokoh masyarakat setempat, ritual itu disebut tumpeng sewu. Tumpeng sewu memiliki arti “saribu rasa syukur “atas karunia yang diberikan sang pencipta kepada manusia terutama kekayaan alam dan budaya yang dimiliki Desa Selasari.
Sementara tiga buah tumpeng yang berada di tengah tumpeng yang lainnya, lanjut Yaya, menggambarkan tiga buah objek wisata yang baru dibuka yakni Goa Sutra Reregan, Santirah Rafting dan Goa Lalang.
“Dalam upacara itu ada symbol seribu semangat yang dilambangkan oleh seribu obor dan satu api unggun besar. Sedangkan simbol ruat leuweung menggambarkan semangat yang tinggi untuk membangun Desa dengan kearifan lokal. Dan satu api unggun besar melambangkan kesatuan semangat gotong royong warga,” katanya, kepada HR Online, pekan lalu.
Menurut Yaya, di Desa Selasari banyak keunikan dan keistimewaan alam yang berbeda dengan desa lainnya yang berada di sekitarnya. Pertama, di Selasari terdapat 100 Goa lebih. Kedua, aliran sungai dengan panorama alam indah bisa dijadikan aktivitas Wisata.
“Selain kekayaan alam, juga terdapat kekayaan budaya masyarakat yang masih dilestarikan. Seperti kegiatan petani tradisional masih ada di Selasari dan makanan tradisional Nasi Leumeng yang masih dilestarikan,” katanya.
Di beberapa tempat di Desa Selasari pun, kata Yaya, terdapat Makam peninggalan leluhur yang perlu digali dari sisi sejarah dan arkeologi oleh para ahli. “Dengan banyaknya keunikan dan kekayaan alam ini, makanya kami berinisiatif mengembangkan Desa Wisata. Artinya, Desa yang memiliki segudang tempat dan aktivitas wisata menyatu dengan kehidupan warga dengan tidak menggangu kearifan lokal,” katanya. (Askar/R2/HR-Online)