harapanrakyat.com,- Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) Garut, Jawa Barat, Senin (26/8/2024) menggelar sosialisasi sekaligus launching pengawasan partisifatif pemetaan kerawanan pemilihan tahun 2024. Anggota Bawaslu Garut menegaskan, indokator kerawanan yang ada di urutan nomor 2 adalah kerawanan yang melibatkan penyelenggara.
Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) Garut 2024, tinggal menghitung hari. 27 Agustus 2024 merupakan hari pertama penerimaan pendaftaran bakal calon Bupati-wakil di Komisi Pemilihan Umum (KPU) Garut.
Baca Juga: Kades di Garut Babak Belur Dihajar Warga, Korban Dilarikan ke Puskesmas
Jelang pendaftaran dan proses tahapan Pilkada Garut 2024, Bawaslu Garut menggelar sosialisasi sekaligus louncing pengawasan partisipatif pemetaan kerawanan, di hotel Santika Garut. Ada poin penting yang menonjol di Garut, dimana kerawanan berada di penyelenggara.
“Jadi sebetulnya fokus pemetaan kerawanan ini didapatkan dari kejadian dari pemilihan sebelumnya, jadi disebut rawan, itu poinnya. Itu didasarkan pada Pilkada 2018 ada putusan DKPP yang menyebut KPU dan Bawaslu salah satu anggotanya dinyatakan melanggar kode etik, itu masuk indikator kerawanan,” kata Lamlam Masropah, Kordinator Divisi P2HM Bawaslu Garut, Senin (26/8/2024).
Kasus suap penyelenggara Pilkada pada tahun 2018 yang berujung di operasi tangkap tangan (OTT) oleh Polda Jabar, membuat Bawaslu harus memetakan dan mengajak seluruh pihak untuk berperan aktif membantu mengawasi Pilkada 2024.
Pada periode 2018 lalu, salah seorang komisioner KPU pernah terlibat skandal suap yang juga melibatkan Bawaslu.
Bawaslu periode saat ini bahkan tak menampik persoalan skandal 2018 lalu akan berujung turunnya tingkat kepercayaan kepada penyelenggara. Bawaslu pun mengajak seluruh pihak menjadi pengawas partisipatif untuk mengembalikan marwah penyelenggara pemilu di Pilkada 2024 sekarang.
“Dibanding politik uang, ini posisinya kedua. Dulu kan pernah ada kasus suap. Jadi ada dua mekanisme internal kami punya peraturan Bawaslu 15 yang mengatur tentang pengawasan dan pembinaan. Kalau melanggar kita proses bisa sampai pemberhentian, itu internal,” tambahnya.
Kerawanan Pilkada Garut dan Mekanisme Pelaporan
Ada dua persoalan yang perlu dibedakan dalam persoalan pelanggaran pada tiap Pilkada maupun Pemilu, yakni pelanggaran etik yang menjerat oknum penyelenggara. Hal ini bisa dilaporkan ke Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP). Selain itu, ada juga mekanisme internal yang bisa berujung pemberhentian bagi si oknum yang terlibat.
“Untuk eksternal dilaporkan oleh masyarakat umum masuknya etik, jadi dua ya, etik dan di DKPP. Kalau politik uang memang banyak di lapangan, yang masuk ke Bawaslu memang banyak, tapi poinnya adalah apabila itu tidak memenuhi unsur formal dan materiil maka tidak bisa diregistrasi pelanggaran, itu SOP-nya,” jelasnya.
Baca Juga: Bentrok Mahasiswa dan Aparat saat Aksi Kawal Putusan MK di Garut, Ini Dalih Polisi
Politik uang dalam urusan memilih pemimpin Garut, memang kerap terjadi. Suap yang dilakukan tim sukses kepada warga atau pemilih agar bisa memenangkan jagoannya, kerap berbenturan dengan unsur materiil dan formal. Sehingga kasus politik uang kerap mandek dan berujung tak dilanjutkan karena dua syarat tadi. (Pikpik/R7/HR-Online/Editor-Ndu)