Kajian terkait sejarah Partai Golkar (Golongan Karya) cukup menarik. Partai yang penuh dinamika ini mungkin eksis pada zaman Orde Baru, namun idenya ternyata sudah ada sejak tahun 1940.
Banyak yang tidak mengetahui terdapat tiga tokoh penting yaitu Sukarno, Supomo, dan Ki Hajar Dewantara dalam perumusan ide-ide Golongan Karya ini.
Selama periode Orde Baru, Golongan Karya menjadi salah satu elemen yang berperan penting dalam kekuasaan Presiden Soeharto 30 tahun lamanya.
Baca Juga: Tanggal Proklamasi Kemerdekaan Indonesia, Dipilih Ir. Soekarno
Pasca kejatuhan Orde Baru, Golongan Karya bertransformasi menjadi partai politik modern yang cukup berpengaruh. Bahkan, hingga hari ini tidak bisa kita pungkiri bahwa ada banyak tokoh Partai Golkar yang menjadi politisi berpengaruh.
Melalui berbagai sumber, tulisan ini akan mengulas tentang sejarah Partai Golkar, dari zaman Orde Baru hingga pasca Reformasi.
Sejarah Partai Golkar dari Orde Baru hingga Pasca Reformasi
Golongan Karya (Golkar) muncul dari kolaborasi gagasan tiga tokoh, Sukarno, Supomo, dan Ki Hajar Dewantara. Ketiga tokoh ini pernah mengajukan gagasan integralistik-kolektivitas sejak tahun 1940. Nama Golongan Karya justru baru muncul pada tahun 1959 dan eksis hingga hari ini.
Pada awalnya, ide awal dari pembentukan Golongan Karya ini adalah untuk menampung perwakilan dari golongan-golongan yang ada di masyarakat. Sukarno, Prof. Supomo, dan Ki Hajar Dewantara berharap Golongan Karya dapat menjadi pelengkap bagi demokrasi yang ada di Indonesia.
Bentuk Golkar yang bersifat keterwakilan terhadap representatif lembaga-lembaga partai ini menjadi keuntungan tersendiri bagi Golkar.
Melalui berbagai perkembangan yang ada, Golongan Karya mulai mengalami transformasi menjadi partai yang bersifat politik.
Dalam catatan sejarah, ada dua tokoh yang menjadi otak perubahan Partai Golkar menjadi organisasi politik adalah Sukarno dan AH. Nasution. Pada awalnya gerakan politik ini bertujuan untuk melawan pengaruh PKI yang semakin meluas.
Sejak saat inilah bibit-bibit Golkar sebagai sebuah golongan yang menjadi keterwakilan lembaga menjadi runtuh. Lembaga ini berubah menjadi organisasi politik yang memiliki tujuan untuk berkuasa. Sangat kontras sekali dengan tujuan awal untuk menyatukan berbagai pihak yang ada.
Baca Juga: Kisah Habibie Turunkan Dolar, Sempat Diremehkan tapi Sukses Kendalikan Krisis
Golkar Zaman Orde Baru
Selama masa Orde Baru Golongan Karya menjadi salah satu instrumen pendukung dalam perpolitikan Orde Baru.
Mengutip dari, “Politik Komunikasi Partai Golkar Di Tiga Era: Dari Partai Hegemonik Ke Partai Yang Berorientasi “Pasar” (2009), Golongan Karya (Golkar) dirancang menjadi kekuatan sosial politik utama pendukung pemerintah dalam sistem politik yang dikenal dengan sebutan “mayoritas tunggal”.
Strategi lainnya untuk memuluskan rencana ini adalah dengan cara melakukan penggabungan partai-partai politik.
Pasca kebijakan ini Golongan Karya semakin langgeng tumbuh dan berkembang lebih kuat dibanding Partai Persatuan Pembangunan (PPP) dan Partai Demokrasi Indonesia (PDI).
Tak hanya itu, sistem birokrasi yang ada juga dirancang untuk sepenuhnya berjalan sesuai arahan dan keinginan pemerintah Indonesia.
Demi menyiapkan para pendukungnya yang loyal di dalam birokrasi dibentuklah Korps Pegawai Republik Indonesia (KORPRI) yang bertujuan untuk menciptakan loyalis-loyalis Orde Baru.
Orde Baru juga menyiapkan ABRI sebagai lembaga yang memiliki keberpihakan terhadap pemerintah. Sehingga menjadi pilar bagi kekuasaan Orde Baru.
Melalui kekuasaan inilah, sejarah mencatat Partai Golkar tumbuh menjadi partai yang kuat melebihi dua partai lainnya. bahkan, hasil suara dalam pemilihan umum selalu di atas 60%.
Memang tujuan pembentukan elemen-elemen ini adalah untuk membuat kestabilan perpolitikan. Meskipun sempat mengalami kestabilan, tetapi kondisi perpolitikan menjadi runyam dan berakhir dengan krisis pada tahun 1998.
Golkar Pasca Reformasi
Meskipun bertindak sebagai sebuah partai, nyatanya Golongan Karya baru mendeklarasikan diri sebagai Partai Golkar pasca Reformasi.
Mengutip dari, “The Golkar Way: Survival Partai Golkar Di Tengah Turbulensi Politik Era Transisi” (2007), Ketika mendeklarasikan diri sebagai Partai Golkar, salah satu hal yang selalu ditegaskan adalah bahwa Partai Golkar ini berbeda dengan Golkar yang berkuasa selama Orde Baru.
Hasil Munaslub tahun 1998 menegaskan transformasi dalam nilai-nilai dan budaya politik mengalami perubahan.
Para kader-kader Partai Golkar pun secara tegas menggaungkan bahwa mereka berbeda dengan Golkar periode Orde Baru. Mereka menyebutnya sebagai “Golkar Baru” atau “Golkar Reformasi”.
Ide-ide dan gagasan ini membuat isi dari Partai Golkar semakin beragam. Meskipun, tetap ada bagian-bagian yang tak berubah.
Baca Juga: Mengenang Daoed Joesoef, Mendikbud Zaman Orde Baru Penggagas Sterilisasi Gerakan Mahasiswa
Sejarah pun mencatat, Partai Golkar secara perlahan berusaha menghilangkan kesan otoriter dan menjadi partai yang terbuka terhadap semua golongan. (Azi/R7/HR-Online/Editor-Ndu)