harapanrakyat.com – Meski menuai kritikan dari industri tembakau, pemerintah pusat tidak akan merevisi Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 28/2024. PP 28 tersebut tentang peraturan pelaksanaan UU Nomor 17/2023 tentang kesehatan.
Baca Juga : Jokowi Teken Regulasi Anyar Penjualan Rokok, Satpol PP Jawa Barat: Kami Pelajari Dulu
“Nggak (akan merevisi PP), baru keluar,” kata Menteri Kesehatan Budi Gunadi Sadikin.
Budi menilai penerbitan PP tersebut untuk menjaga keseimbangan dua sisi yakni, kesehatan dan industri tembakau. Selain itu, Presiden, Joko Widodo sudah melihat banyaknya angka kematian ketika pandemi Covid-19 karena masalah komplikasi paru.
“Di semua sisi antara kesehatan dan industri. Nah, keseimbangan ini harus kita jaga. Presiden sudah melihat bahwa yang meninggal sejak Covid-19. Yang meninggal karena masalah komplikasi paru itu banyak,” ujarnya.
Ia menambahkan, kondisi udara juga semakin memburuk karena polusi yang meningkat. Sehingga, penerbitan PP itu menjadi salah cara pemerintah untuk menjaga kesehatan paru-paru masyarakat Indonesia. “Sekarang kan polusi juga tinggi. Jadi kami menyiapkan kesehatan paru-paru masyarakat,” tutur Budi.
Sebagai informasi, Presiden Joko Widodo telah meneken PP Nomor 28/2024 belum lama ini. Dalam PP Nomor 28 Tahun 2024 pasal 434 ayat (1) huruf C berisikan larangan warga menjual rokok eceran per batang, kecuali rokok elektrik.
Baca Juga : Pemkot Cimahi Musnahkan Rokok Ilegal Senilai Rp 1 Miliar Lebih
Selain itu, penjualan produk tembakau tidak boleh menyasar orang di bawah usia 21 tahun dan perempuan hamil. Kemudian, penjualan secara eceran per batang juga tidak boleh kecuali produk tembakau berupa cerutu dan rokok elektronik. Lokasi penjualan produk tembakau dan rokok elektronik pun tidak boleh berada di sekitar satuan pendidikan maupun tempat bermain anak dalam radius 200 meter.
Alasan Industri Tembakau Layangkan Protes Terkait PP 28/2024
Sementara kritik terkait PP tersebut datang dari Ketua Umum Perkumpulan Gabungan Perserikatan Pabrik Rokok Indonesia (GAPPRI), Henry Najoan.
Ia menyebut, Industri Hasil Tembakau (IHT) lokal berpotensi mengalami kebangkrutan akibat restriksi atau pembatasan produksi. Sebab, industri rokok kretek kelas menengah ke bawah yang banyak menyerap hasil petani tembakau akan terkena dampak langsung.
Selain itu, Henry menduga ada gerakan dari pihak asing yang memiliki keinginan untuk menguasai pasar rokok dalam negeri.
“Ini jelas ke arah perdagangan dan penyisipan agenda asing untuk menghancurkan industri tembakau di Indonesia,” kata Henry. (Reza/R13/HR Online/Editor-Ecep)