harapanrakyat.com,- Kandidat Pemilihan Wali Kota (Pilwakot) Bogor diminta hati-hati terhadap dua isu negatif yang bisa merontokkan elektabilitas. Dua isu tersebut adalah poligami dan LGBT atau Lesbian, Gay, Biseksual, dan Transgender.
Direktur Riset Indonesian Presidential Studies (IPS), Arman Salam mengatakan, sejumlah isu negatif mulai dialamatkan kepada para Calon Wali Kota (Cawalkot) Bogor.
Bahkan sejumlah media online ramai membahas Cawalkot yang terindikasi poligami dan Poligami.
“Meskipun sampai saat ini belum jelas siapa kandidatnya yang terindikasi LGBT dan Poligami,” ujar Arman dalam press rilis yang diterima harapanrakyat.com, Rabu (3/7/2024).
Sebelumnya, peneliti LSI Denny JA, M. Khotib juga pernah membeberkan temuan data yang hampir sama.
Dalam survei tersebut, hampir di seluruh daerah di Indonesia menolak kandidat yang poligami. Bahkan angkanya merupakan mayoritas mulai 50 persen hingga 75 persen.
“Jika poligami yang secara agama dibolehkan saja ternyata ditolak, apalagi LGBT yang jelas secara agama dilarang,” kata Arman.
Baca Juga: KPU Revisi Aturan Pilkada Serentak 2024: Usia Minimal Calon Gubernur Kini 30 Tahun, Wakil 25 Tahun
Sama halnya dengan survei LSI, survei yang dilakukan lembaga IPS juga hasilnya sama. Dalam survei IPS, 70% responden menolak LGBT.
“Ini berarti siapa saja kandidat yang terindikasi LGBT harus siap-siap untuk rontok elektabilitasnya,” tegasnya.
Saran Peneliti IPS Terkait Dua Isu Negatif di Pilwakot Bogor
Arman pun menyarankan Cawalkot yang diserang dengan dua isu negatif tersebut sebaiknya segera menyampaikan penjelasan kepada publik. Apalagi jika para kandidat ini tidak merasa terlibat dua isu negatif tersebut.
“Tinggal sampaikan saja kepada masyarakat sebagai calon pemilih untuk memberi penjelasan, klarifikasi atau bahkan bantahan,” katanya.
Menurut Arman, lebih baik memberi penjelasan dan klarifikasi di awal daripada publik tahu dengan sendirinya.
“Sebab, jika mayoritas publik tahu ada kandidat yang tidak jujur terkait dua isu tersebut, sudah pasti mereka akan menghukumnya dengan tidak memilihnya. Ini yang akan menjadi awal kerontokan elektabilitas kandidat tersebut,” kata Arman.
Meskipun, lanjut Arman, dalam teori negatif campaign, kuncinya seberapa orang tahu dan seberapa orang percaya. Misalnya,bisa saja ada kandidat yang poligami, tapi tak banyak orang yang tahu, hal ini tentu tidak akan berpengaruh pada elektabilitas.
Hal yang sama juga terjadi pada isu LGBT. Menurut Arman, jika memang ada Cawalkot yang diisukan LGBT, namun hanya 5% warga Kota Bogor yang tahu, ini pun tidak akan terlalu berpengaruh.
“Bisa juga misalnya mayoritas publik tahu, tapi mayoritas juga tak percaya, otomatis tak berpengaruh juga,” katanya.
Meskipun demikian, Arman menegaskan, kandidat yang hendak bertarung di Kota Bogor sebaiknya terbuka kepada publik demi transparansi.
Baca Juga: Gerindra Yakin Kaesang Pangarep Bisa Menang Mudah di Pilkada Jateng
“Jangan sampai elektabilitas sudah bagus, tapi di ujung rontok karena kandidatnya tidak jujur. Jadi baiknya terbuka aja, siapa kandidat yang beristri lebih dari satu atau siapa yang terkait LGBT. Setelah itu biarkan publik yang menilai,” pungkasnya. (R7/HR-Online/Editor-Ndu)