harapanrakyat.com,- Sosok Pangeran Usman merupakan penyebar agama Islam di eks Kerajaan Galuh atau Kawali, Ciamis. Menariknya, makam ulama besar yang berada di Astana Gede Kawali itu berbentuk panjang.
Konon, makam Pangeran Usman dibuat panjang itu adalah suatu penghormatan dari masyarakat sekitar atas jasa-jasa sang ulama besar tersebut.
Budayawan Kawali dan juga petugas Dinas Pariwisata Ciamis, Enno menceritakan, sosok Pangeran Usman itu sebagai penyebar agama Islam yang datang ke Kawali pada tahun 1643.
Pada saat itu, kata Enno, ada lima ulama besar. Salah satu yang di makamkan di Astana Gede Kawali itu ada dua, yakni Adipati Singacala dan Syekh Pangeran Usman.
“Menariknya, dari nama Pangeran Usman. Kalau Usman itu tidak dari daerah Sunda, jadi beliau itu adalah orang Yaman Timur Tengah. Lalu datang ke Cirebon, di sana Pangeran Usman mendampingi Syekh Syarief Hidayatulloh selama 10 tahun sampai menikah dengan Anjung Sari,” katanya, Senin (1/7/2024).
Baca Juga: Menguak Sejarah dan Mitos Mata Air Cikawali di Astana Gede Ciamis
Menurutnya, Anjung Sari ini adalah salah satu santriwati berikut juga ahli seni. Dari sana keahlian-keahlian dari sang istri, Pangeran Usman mempunyai gagasan dalam media penyebaran agama Islam.
“Salah satunya adanya Genjing Ronyok, seni Tarbang dan lain-lain,” tuturnya.
Sosok Pangeran Usman juga dipercaya oleh Syekh Syarief Hidayatulloh selama 10 tahun di Cirebon pernah menjadi juru tulis Sunan Gunung Jati pada waktu itu. Pangeran Usman juga memimpin 5 ulama besar tersebut.
“Makanya makamnya juga berbeda dengan yang lain, yakni ukurannya panjang. Jadi cirinya itu, beliau itu saking banyak jasanya di tempat ini. Jadi itu suatu bentuk penghormatan masyarakat sekitar,” ucapnya.
Sosok Pangeran Usman Pernah Dirikan Pesantren di Astana Gede Kawali Ciamis
Enno menyebut, Astana Gede Kawali ini pernah dibuat pesantren. Peninggalan-peninggalan seperti prasasti, batu lingga, sampai batu kursi di Astana Gede itu berada di bawah bangunan pesantren tersebut.
“Kenapa begitu, justru Pangeran Usman dan Adipati Singacala itu melindungi. Jadi di abad 17, lagi gencar-gencarnya agama Islam berdatangan. Islam itu juga terbagi ada Islam murni, ada juga Islam yang ditumpangi dengan politik dan kekuasaan,” ucapnya.
“Jadi untuk melindungi hal itu, Sunan Gunung Jati menugaskan ulama agar membangun pesantren disitu (Astana Gede) jadi untuk menyembunyikan prasasti. Sehingga Mataram masuk tidak bisa apa-apa mereka,” tambahnya.
Pada waktu itu, Kawali masuk ke wilayah Keresidenan Cirebon. Jadi yang ingin masuk atau menguasai Kawali tidak bisa, karena harus berhadapan dengan Sunan Gunung Jati.
Enno menegaskan, kalau pesantren tidak adanya itu saat ini belum terungkap. Tapi, bekas-bekas adanya pesantren di Astana Gede Kawali itu ditemukannya beberapa gerabah atau keramik tapi didalamnya itu ada tulisan-tulisan Arab.
“Kemudian ada peninggalan-peninggalan yang ukiran-ukiran Arab, seperti Salawat yang diukir dalam batu. Lalu di sebrang Astana Gede itu adalah lapangan, lalu ada pemakaman umum. Dan nama jalanya itu adalah Rancamaya. Ternyata itu adalah nama pesantrennya,” pungkasnya. (Ferry/R9/HR-Online/Editor-Dadang)