harapanrakyat.com,- Surat kaleng untuk orang yang membangunkan warga pada pagi hari di Masjid At Taqwa, Dusun Citarunggang, Desa Pangkalan, Kecamatan Langkaplancar, Kabupaten Pangandaran viral di media sosial. Bahkan, surat tersebut difoto dan kemudian tersebar di WhatsApp warga.
Dalam surat yang menggunakan bahasa Sunda itu, si pengirim langsung menyebut orang yang suka membangunkan warga pada pagi hari itu.
Sementara itu, si pengirim meminta agar orang tersebut membangunkan warga dari tidur itu menjelang waktu Subuh, jangan jam 03.00 WIB.
Baca juga: Sejarah Perjuangan Kiai Abdul Hamid, Tokoh dan Pendiri Ponpes Al Hamidiyah Pangandaran
Selain itu, ia juga meminta agar ketika adzan maupun iqomat suaranya agar tidak dipekikkan seperti suara elang. Sebab, masyarakat Citarunggang tidak suka.
Setelah foto itu tersebar, komentar dari warganet pun beragam. Apalagi banyak juga yang memposting ulang foto itu di akun-akun warga.
LDNU Pangandaran Angkat Suara Soal Surat Kaleng
Merespon peristiwa yang tengah jadi perbincangan tersebut, Ketua LDNU Kabupaten Pangandaran Ucu Saepul Aziz menyarankan agar hal tersebut segera diselesaikan secara baik-baik.
“Duduk bersama, musyawarah mencari solusi terbaik bagi semua, jangan malah jadi ramai seperti sekarang ini,” katanya, Jumat (21/6/24).
Menurut Ucu, jika berdasarkan komentar warganet di grup warga Langkaplancar, banyak yang mendukung cara membangunkan orang tidur itu. Sebab, sebagai salah satu syiar Islam.
Namun, soal waktu, baik pukul 03.00 WIB atau 03.30 WIB maupun 04.00 WIB sekalipun, itu tergantung kesepakatan lingkungan setempat.
“Kalau saya lihat komentar di FB itu banyak yang mendukung alias menanggapi secara positif. Artinya, ini banyak yang tidak merasa terganggu,” imbuhnya.
Selain itu, sambung Ucu, pada kenyataannya terdapat beberapa masyarakat yang merasa tidak nyaman akan hal itu.
Misalnya, papar Ucu, orang sedang sholat malam menjadi kurang khusyu ataupun contoh lainnya.
Sehingga, menurutnya membangunkan dan memberikan informasi waktu sewajarnya saja.
“Pada intinya harus ada kesepakatan yang melibatkan masyarakat setempat. Hal ini agar ke depannya tidak terjadi polemik, apalagi ada surat kaleng seperti itu,” pungkasnya. (Enceng/R6/HR-Online/Editor: Muhafid)