Pembentukan Oudheidkundige Dienst pada tanggal 14 Juni 1913, merupakan tonggak sejarah dalam perkembangan bagian khusus yang menangani perihal kepurbakalaan di Indonesia.
Baca Juga: Sejarah Indonesia Keluar dari PBB 7 Januari Tahun 1965, Apa Alasannya?
Bisa dikatakan lembaga ini merupakan unit birokrasi pada zaman Hindia Belanda yang bertugas dalam penelitian, inventaris. Hingga melakukan pemugaran terhadap temuan-temuan bersejarah.
Organisasi tersebut menjadi salah satu organisasi yang cukup penting dalam perkembangan sejarah kala itu. Mengingat wilayah Hindia Belanda memiliki banyak peninggalan-peninggalan purbakala yang sudah ada sejak zaman kerajaan-kerajaan kuno di Indonesia.
Pasca Indonesia merdeka, tugas-tugas dari organisasi kepurbakalaan itu kemudian dipegang langsung oleh Lembaga Purbakala dan Peninggalan Nasional Indonesia. Tugas dari lembaga ini pun mengalami perubahan seiring dengan perkembangan zaman.
Merangkum dari berbagai sumber, tulisan ini akan mengulas tentang sejarah Oudheidkundige Dienst yang merupakan Dinas Purbakala zaman Hindia Belanda.
Sejarah Pembentukan Oudheidkundige Dienst
Mengutip dari artikel berjudul “Sejarah Panjang Restorasi Candi Borobudur yang Menyelamatkan Candi Termegah Di Indonesia” (2020). Bahwa keputusan mengenai pembentukan Oudheidkundige Dienst bermula dari Surat Keputusan Pemerintah Hindia Belanda pada tanggal 14 Juni 1913 Nomor 62.
Organisasi resmi Pemerintah Hindia Belanda ini mendapatkan dana langsung dari pemerintah dengan berbagai tugas. Seperti penelitian, pemeliharaan, hingga pemugaran peninggalan-peninggalan purbakala.
Pada masa-masa penelitian peninggalan purbakala di Hindia Belanda, kebanyakan para peneliti berfokus atau berorientasi pada perburuan harta karun.
Memang peninggalan-peninggalan kuno ini tidak hanya bernilai historis, namun juga bernilai ekonomi. Banyak kolektor yang tertarik, terutama dengan peninggalan-peninggalan kuno.
Salah satu jejak mengenai penelitian ini dapat kita lacak sejak tahun 1778. Pada awalnya beberapa kolektor yang berasal dari Eropa mendirikan Bataviaasch Genootschap van Kunsten en Wetenschappen.
Lembaga ini sebagai cikal bakal berdirinya Museum Nasional. Terdapat beberapa tugas yang diemban oleh lembaga ini. Mulai dari penelitian, observasi, pemeliharaan hingga ekskavasi, serta pemugaran.
Organisasi Swasta Peneliti Benda Purbakala
Selama masa-masa tugasnya, organisasi swasta bernama Archeologische Vereeniging yang terbentuk tahun 1885 membantu lembaga ini.
Melihat munculnya organisasi-organisasi yang berkonsentrasi dalam penelitian hingga pemugaran benda-benda purbakala, mulailah muncul ide mengenai pembentukan lembaga tersendiri.
Pada tahun 1901, muncul organisasi yang bernama Commissie in Nederlandsch-Indie vor Oudheidkundig onderzoek op Java en Madoera.
Sebagai ketua dari organisasi atau lembaga ini adalah Dr. J.L.A. Brandes yang merupakan seorang filolog dan kolektor barang-barang kuno.
Salah satu prestasi yang pernah ia raih adalah ketika menemukan Manuskrip Kakawin Nagarakertagama di Lombok pada tahun 1894. Namun, organisasi ini sempat vakum ketika Brandes meninggal dunia.
Organisasi ini kembali aktif pada 14 Juni 1913 dengan membentuk sebuah Jawatan atau Dinas Purbakala yang bernama Oudheidkundige Dienst.
Lembaga tersebut dipegang langsung oleh Dr. N.J. Krom, seorang peneliti sejarah, arkeolog, epigrafis dari Belanda.
Karena lembaga ini berada di bawah pemerintah, maka setiap tugas dan pembiayaannya menjadi tanggung jawab Pemerintah Hindia Belanda.
Dinas Purbakala Zaman Hindia Belanda
Keseriusan Pemerintah Hindia Belanda dalam menangani perihal peninggalan-peninggalan sejarah adalah dengan keluarnya perundang-undangan yang mengatur hal tersebut.
Mengutip dari buku berjudul “Refleksi 100 Tahun Lembaga Purbakala Makassar 1913-2013: Pengelolaan Pelestarian Cagar Budaya” (2013). Bahwa peraturan perundang-undangan yang mengatur hal tersebut dikenal dengan Monumenten Ordonantie stbl 238.
Peraturan tersebut berisi tentang perlindungan terhadap benda-benda penting bagi prasejarah, sejarah, kesenian atau paleoantropologi.
Keberadaan Dinas Purbakala pada zaman Hindia Belanda beserta dengan peraturan yang menyertainya ini menjadi sangat penting. Peraturan tersebut dapat menjadi dasar bagi permasalahan-permasalahan yang terjadi.
Beberapa permasalahan yang menjadi sorotan jawatan tersebut adalah mengenai kepunahan dari benda-benda purbakala.
Tak hanya itu, Dinas Purbakala juga dapat menindak bagi mereka yang melakukan perbuatan seperti pencurian, penggelapan, perusakan, hingga hal-hal yang melanggar hukum.
Fenomena dan kejahatan-kejahatan seperti itu sebenarnya masih terjadi hingga hari ini. Hal inilah yang mengindikasikan betapa pentingnya peraturan dan lembaga yang menindaki pelanggaran-pelanggaran tersebut.
Monumenten Ordonantie sendiri membuat pemerintah memiliki wewenang-wewenang yang cukup tersentralistik. Beberapa wewenang tersebut seperti pendaftaran benda-benda monument, wewenang pemberian izin.
Kemudian, penyerahan kepemilikan monument, pencarian monument, menguasai dan melindungi. Serta memelihara monument, pengelolaan monument dan pengawasan monumen.
Upaya pelestarian oleh pemerintah ini memang cukup ketat. Bahkan ada yang menilai bahwa upaya-upaya yang dilakukan cenderung otoriter.
Namun, ketatnya aturan yang ada ini bertujuan untuk melindungi peninggalan-peninggalan purbakala tersebut agar tidak ada yang menyalahgunakan.
Dinas Purbakala Pasca Kemerdekaan
Pembentukan Oudheidkundige Dienst yang merupakan lembaga bentukan Belanda ini memang sempat mengalami dinamika.
Ketika Indonesia merdeka, Pemerintah Belanda sebenarnya masih berkeinginan untuk melanjutkan Oudheidkundige Dienst. Tokoh yang menangani lembaga ini adalah Ir. H.R. van Romondt.
Beberapa kegiatan yang sudah ada tetapi dilakukan seperti biasanya yaitu kegiatan dokumentasi, baik secara visual maupun verbal.
Memang peralihan lembaga purbakala ini terbilang cukup lambat. Orang Indonesia baru memegang atau menguasai lembaga ini pada tahun 1953.
Pemimpin kala itu R. Soekmono yang merupakan salah satu generasi pertama dari arkeolog Indonesia. Lembaga ini pun kemudian berubah menjadi Lembaga Purbakala dan Peninggalan Nasional.
Tak hanya itu, bahkan sejak tahun 1975 fungsi-fungsi lembaga LPPN ini menjadi lebih kompleks dari sebelumnya.
Perubahan nama sempat terjadi menjadi Direktorat Perlindungan dan Pembinaan Peninggalan Sejarah dan Purbakala (DP3SP). Perubahan nama kembali terjadi yaitu menjadi Direktorat Perlindungan dan Pembinaan Peninggalan Sejarah dan Purbakala (Ditlinbinjarah).
Terbaru perubahan terjadi lagi sekitar tahun 2010, yaitu menjadi Direktorat Kepurbakalaan menjadi Direktorat Pelestarian Cagar Budaya dan Permuseuman (DPCBP). Lengkap dengan Unit Pelaksana Teknis di sejumlah daerah bernama Balai Pelestarian Cagar Budaya (BPCB).
Pergantian nama-nama tersebut menandai semakin seriusnya Pemerintah Indonesia dalam menangani perihal peninggalan purbakala di Indonesia. (Azi/R3/HR-Online/Editor: Eva)