Sejarah berdirinya Rumah Sakit Immanuel Bandung merupakan salah satu sejarah rumah sakit yang patut untuk ditelisik lebih jauh. Pasalnya, rumah sakit tersebut menjadi salah satu rumah sakit yang berperan penting, terutama di wilayah Jawa Barat.
Baca Juga: Pemprov Jawa Barat Siapkan Rumah Sakit Tangani Kasus Cacar Monyet
Rumah sakit yang sudah berdiri sejak tahun 1910 itu sudah berkiprah lebih dari 100 tahun dalam memberikan pelayanan kesehatan kepada masyarakat.
Tentu dalam sejarahnya terjadi berbagai macam dinamika. Mulai dari masa berdirinya di zaman Belanda, masa pendudukan Jepang, hingga masa kemerdekaan Indonesia.
Tulisan berikut akan mengulas lebih jauh tentang sejarah berdirinya RS Immanuel Bandung, dari masa pendudukan Jepang hingga masa kemerdekaan Indonesia.
Sejarah Berdirinya Rumah Sakit Immanuel Bandung
Awal mula gagasan mengenai pendirian rumah sakit ini dapat kita lacak sejak tahun 1900. Ketika itu terdapat seorang Pendeta Alkema yang berasal dari Nederlandsche Zendingsvreenigin –NZV.
Ia melihat ketika itu banyak rakyat yang menderita, sehingga memutuskan untuk membuat tempat pengobatan.
Kala itu tempat pengobatan yang dibuat oleh Pendeta Alkema masih berupa tempat sederhana. Meskipun tugas dari Pendekat Alkema ini kemudian digantikan oleh Pendeta Yohanes.
Mengutip dari situs rsimmanuel.id, bahwa pada tahun 1910 pada masa Pendeta Yohanes inilah mulai dibangun gedung tembok di Jalan Kebon Jati Bandung. Gedung tembok itu menjadi cikal bakal dari Rumah Sakit Immanuel.
Baca Juga: Sejarah Rumah Sakit Banjar, Fasilitas Kesehatan yang Sudah Ada sejak Zaman Belanda
Diresmikan September 1910
Peresmian rumah sakit tersebut pada tanggal 25 September 1910, di Jalan Kebon Jati, Bandung, kemudian diberi nama Immanuel yang memiliki arti Tuhan beserta kita.
Seiring dengan perkembangannya, nama rumah sakit ini kemudian menjadi Zending Hospital Immanuel atau Rumah Sakit Zending Immanuel.
Untuk memenuhi kebutuhan dananya, kala itu rumah sakit ini mendapatkan bantuan dari para donatur, serta subsidi dari pemerintah.
Memang tidak ada penjelasan secara rinci siapa saja sosok donator dalam pembangunan Rumah Sakit Immanuel. Namun, yang pasti pembangunan rumah sakit kala itu tidak bisa terpisahkan dari keterbutuhan masyarakat terhadap fasilitas kesehatan.
Apalagi jika kita lihat tidak semua rakyat biasa boleh berkunjung. Hanya orang-orang kaya hingga berstatus sosial tinggi saja yang boleh berobat ke rumah sakit.
Adapun para kelompok rakyat kecil biasanya berobat pada dukun-dukun kampung atau tradisional yang ada di lingkungan mereka.
Masa Pendudukan Jepang
Mengutip dari jurnal berjudul “Sejarah Kesehatan Nasional Indonesia, Volume 3” (1980), selama masa pendudukan tentara Jepang, pemerintah kota (Bandung-Shi) langsung menangani Rumah Sakit Immanuel Bandung.
Dokter-dokter dan suster Belanda yang ada kemudian mereka ganti oleh suster dan dokter-dokter dari kalangan Indonesia.
Fenomena ini sebenarnya hal yang sering Jepang lakukan untuk menghilangkan unsur-unsur Belanda dalam kehidupan masyarakat kala itu.
Terdapat beberapa nama dokter yang tercatat kala itu, seperti dr. R. Admiral Surasetja (dokter pemimpin dan dokter umum), dr. Handoyo (asisten ahli bedah dan wakil dokter pemimpin).
Baca Juga: Pesanggrahan Menumbing dan Wisma Ranggam, Saksi Bisu Sejarah Indonesia
Kemudian, ada dr. Djuned Pusponegoro (ahli bedah), dr. Go Sie Hiang (dokter umum), dr. Ong Teng How (dokter umum), dr. Kartobi (dokter umum), dan dr. Harsono (dokter umum).
Melalui tangan-tangan terampil dokter-dokter inilah kegiatan di Rumah Sakit Immanuel Bandung pada masa pendudukan Jepang masih terus berlanjut.
Tak hanya kegiatan di rumah sakit, tapi juga berkaitan dengan masalah pendidikan tenaga para medis yang ada di RS Immanuel Bandung.
Perubahan lain yang amat mencolok pada masa pendudukan Jepang adalah penghapusan pemeliharaan rohani bagi siswa-siswi perawat. Serta tenaga kerja yang ada di Rumah Sakit Immanuel.
Meski terjadi perubahan, namun hal itu tidak mengubah dedikasi dan pelayanan para tenaga medis atau kesehatan yang ada.
Perkembangan Pasca Kemerdekaan Indonesia
Ketika Indonesia merdeka, sebenarnya tidak banyak hal yang berubah pada Rumah Sakit Immanuel Bandung. Kegiatan dan tugasnya masih tetap berjalan seperti biasanya.
Saat terjadi konflik antara Belanda dan Indonesia, terutama pada masa revolusi fisik, Rumah Sakit Immanuel menjadi salah satu tempat penyaluran para korban perang.
Rumah sakit ini kemudian membentuk pos-pos PMI untuk terjun ke garis depan pertempuran. Di bawah kepemimpinan dr. Djuned Pusponegoro, para dokter dan perawat disalurkan untuk membantu para pejuang Indonesia.
Ketika terjadi peristiwa Bandung Lautan Api, Rumah Sakit Immanuel menjadi salah satu tempat yang turut dikosongkan.
Para pasien yang ada waktu itu kemudian pindah ke rumah sakit yang ada di sekitarnya. Seperti di daerah Banjaran, Soreang, Sadu, Cipanas-Garut, Cicalengka, dan sebagainya.
Tentu saja rumah-rumah sakit tersebut sudah mendapatkan bantuan alat-alat dari Rumah Sakit Immanuel yang telah kosong sebelumnya.
Kondisi baru bisa mereda ketika pada tahun 1949 Belanda memutuskan untuk memberikan hak kemerdekaan bagi bangsa Indonesia.
Pengelolaan Rumah Sakit Immanuel pun ketika itu mulai berganti ke tangan Gereja Kristen Pasundan, di bawah naungan Yayasan Badan Rumah Sakit Gereja Kristen Pasundan pada tanggal 1 Juli 1949.
Baca Juga: Sejarah Pariwisata di Indonesia dan Perkembangannya sejak 1910 hingga 2020
Hingga kini, Rumah Sakit Immanuel Bandung masih beroperasi sebagaimana umumnya. Bahkan pembangunan-pembangunan terus dilakukan demi menunjang pelayanan kesehatan masyarakat. (Azi/R3/HR-Online/Editor: Eva)