Sejarah pembentukan PDRI 19 Desember 1948 merupakan momen bersejarah yang cukup penting bagi sejarah Indonesia. Pasalnya pembentukan PDRI (Pemerintahan Darurat Republik Indonesia) ini membuat Belanda tidak bisa menjajah Indonesia lagi.
Memang setelah Indonesia merdeka, Belanda tak serta-merta melepaskan Indonesia dan mengakuinya sebagai negara yang merdeka.
Pemerintahan Belanda masih terus berusaha untuk masuk kembali ke Tanah Air, bahkan dengan menggandeng pihak Sekutu.
Sayangnya, usaha tersebut gagal karena pihak Indonesia masih terus melakukan perlawanan hingga memaksa Belanda untuk mengakui kemerdekaan Indonesia.
Merangkum dari berbagai sumber, inilah fakta pembentukan PDRI 19 Desember 1948 hingga menetapkan menjadi Hari Bela Negara.
Sejarah Pembentukan PDRI: Agresi Militer Belanda II
Mengutip dari buku berjudul “Masyarakat Pedesaan dan Revolusi Kemerdekaan di Yogyakarta” (2020), bahwa Agresi Militer Belanda II mulai tanggal 19 Desember 1948.
Baca Juga: Sejarah Operasi Trikora 19 Desember 1961, Pertempuran Laut Aru hingga Pembebasan Papua
Waktu itu panglima tertinggi tentara Belanda di Indonesia, Letnan Jenderal Simon Hendrik Spoor, menginstruksikan kepada semua tentara Belanda di Jawa dan Sumatera, untuk mulai penyerangan Yogyakarta.
Operasi penyerangan ini kemudian kita kenal dengan sebutan Kraii Operatie atau Operasi Gagak yang merupakan operasi pamungkas Belanda terhadap Indonesia.
Ketika penyerangan berlangsung, Belanda mengerahkan pasukan baret merah terbaiknya untuk menguasai Maguwo, Yogyakarta.
Operasi Pasukan Belanda di Indonesia
Operasi pasukan Belanda ini berhasil membuat Pangkalan Udara Maguwo yang semula dikuasai oleh pihak Indonesia jatuh ke tangan Belanda.
Tak hanya itu, pasukan-pasukan Belanda lainnya juga perlahan mulai masuk ke wilayah Yogyakarta. Seperti pasukan baret hijau pimpinan Kapten Raymond Westerling, dan pasukan pimpinan Letnan Kolonel Van Beek.
Tak butuh waktu lama Belanda pun berhasil menduduki wilayah Indonesia. Meskipun sempat melakukan perlawanan, terpaksa Soekarno bersama para pemimpin RI yang lainnya menyerahkan diri kepada Belanda.
Baca Juga: Catatan Kelam Agresi Militer Belanda di Garut Tahun 1947, Pameungpeuk Dihujani Peluru dari Udara
Namun sebelum tertangkap, Hatta sempat memimpin Sidang Kabinet Darurat di Gedung Negara untuk mengambil langkah-langkah strategis dalam menghadapi Agresi Militer Belanda II ini.
Salah satu keputusan penting dalam sidang tersebut adalah pembentukan Pemerintahan Darurat Republik Indonesia (PDRI). Pemimpinnya Syafruddin Prawiranegara, dan berkedudukan di Bukittinggi, Sumatera Barat.
Pembentukan Pemerintahan Darurat di Sumatera
Marwati Djoened dkk dalam buku berjudul “Sejarah Nasional Indonesia Jilid 6: Zaman Jepang & Zaman Republik”(2008). Bahwa, mandat yang dikirimkan pemerintah kepada Syafruddin untuk membentuk pemerintahan darurat di Sumatera tidak pernah diterima yang bersangkutan.
Pemerintahan darurat yang berdiri di Sumatera ini sendiri merupakan inisiatif yang diambil oleh Syafruddin bersama T.M. Hassa (Ketua Komisariat Pemerintah Pusat untuk Sumatera). Serta, Kolonel Hidayat (Panglima Tentara dan Teritorium Sumatera) dalam pertemuan sore tanggal 19 Desember 1948.
Meskipun sudah terbentuk pada tanggal 19 Desember 1948, peresmian pembentukan PDRI barulah pada 22 Desember 1948 di Halaban, dekat Payakumbuh. Namanya Pemerintahan Darurat Republik Indonesia (PDRI).
Selama masa-masa darurat inilah Syafruddin diangkat sebagai ketua PDRI, sedangkan T.M. Hassan sebagai wakil ketuanya.
Untuk mengantisipasi adanya penyerangan kembali oleh Belanda, PDRI sempat berpindah-pindah lokasi dan tempat. Paling lama di Desa Bidar Alam, Kabupaten Solok Selatan, Sumatera Barat.
Baca Juga: Sejarah Pelacuran Zaman Jepang: Kisah Gadis Belanda Layani Nafsu Kadet Nippon
Komunikasi PDRI dengan Tokoh di Jawa
Pihak PDRI baru bisa berkomunikasi dengan tokoh-tokoh di Jawa pada akhir Januari 1949. Koordinasi itu sendiri guna membahas sikap dalam menghadapi Belanda.
Tahapan selanjutnya setelah mereka berhasil berkomunikasi adalah pembentukan Komisariat Pemerintahan Pusat untuk Djawa (KPPD).
Pada tanggal 31 Maret 1949, Kabinet PDRI pun disempurnakan dengan masuknya beberapa tokoh dari Jawa sebagai menteri.
Untuk memperkuat kedudukannya, PDRI juga mendapatkan dukungan dari Angkatan Perang, seperti Jenderal Soedirman, Kepala Staf Angkatan Perang Kolonel T.B. Simatupang. Serta PTTD Kolonel Nasution.
Untuk memudahkan hubungan komunikasi antara Angkatan Perang dan PDRI, maka dilakukan melalui radiogram.
Fungsi PDRI
Fungsi lain dari PDRI sebenarnya tak hanya mengadakan komunikasi dengan para pejuang di dalam negeri. Melainkan juga kepada para delegasi RI di PBB yang terus memperjuangkan diplomasi terhadap Indonesia.
Baca Juga: Aksi Heroik Bung Karno Kecam PBB Karena Dinilai Tidak Adil
PDRI berperan penting dalam memberikan berita-berita terkini mengenai perlawanan pasukan Indonesia terhadap Belanda. Informasi-informasi inilah yang menjadi senjata bagi para diplomat dalam Dewan Keamanan PBB.
Selama Kurang lebih tujuh bulan PDRI menjadi alat perjuangan dan mempertahankan keberadaan Indonesia di dunia Internasional.
Tepat pada tanggal 13 Juli 1949, Syafruddin Prawiranegara kemudian mengembalikan mandat kepemimpinan kepada Presiden Soekarno dan menjadi akhir dari PDRI.
Penetapan Hari Bela Negara
Untuk memperingati perjuangan yang dilakukan oleh para tokoh PDRI tersebut, tanggal 19 Desember pun diperingati sebagai Hari Bela Negara (HBH).
Mengutip dari situs resmi Kemhan RI, penetapan ini melalui Keppres No. 28 Tahun 2006. Selanjutnya, dalam PP Nomor 115 Tahun 2023.
Peringatan Hari Bela Negara berlaku bagi seluruh Kementerian/Lembaga, Pemda, TNI dan Polri setiap tahun sebagai bagian dari Rencana Induk Pembinaan Kesadaran Bela Negara kurun tahun 2020-2045.
Tema dalam Hari Bela Negara ke-75 kali ini adalah “Kobarkan Bela Negara untuk Indonesia Maju”.
Momen Hari Bela Negara ini menjadi ajang bagi rakyat Indonesia untuk mengenang perjuangan para tokoh bangsa Indonesia dalam mempertahankan kemerdekaan. Perjuangan tersebutlah yang membuat Indonesia masih tetap berdiri bahkan di masa-masa gentingnya. (Azi/R3/HR-Online/Editor: Eva)