harapanrakyat.com,- Industri kelapa kopra di Pangandaran, Jawa Barat, sudah terkenal sejak tahun 1929. Buah kelapa yang ditanam dekat pantai ini konon pernah tembus hingga ke pasar luar negeri. Hal itu membuat wilayah Pangandaran mendapat keuntungan yang berlipat.
Selain untuk memperluas perkebunan kelapa, waralaba yang didapat dari hasil penjualan kopra juga dipakai untuk mendorong pembangunan transportasi umum di Pangandaran. Salah satu transportasi umum tersebut yaitu kereta api.
Guna mendorong lebih banyak modal untuk membangun transportasi kereta api, pemerintah Belanda di Pangandaran bekerjasama dengan pengusaha swasta Eropa.
Mereka kemudian menanam saham bersama untuk merealisasikan pembangunan jalur kereta api Banjar-Pangandaran.
Tujuan utama pembangunan jalur kereta ini tidak lain untuk mempermudah distribusi kopra. Biasanya hasil kopra yang telah dipanen dari kebun kelapa di Pangandaran akan dikirim ke Bandung sampai Batavia menggunakan kereta dari Stasiun Banjar.
Gambaran ini menunjukan bahwa fungsi kereta api dari Banjar ke Pangandaran bukan untuk angkutan penumpang. Melainkan transportasi penunjang (distributor) kopra yang akan dijual hingga ke berbagai wilayah Jawa, bahkan sampai ke luar negeri.
Baca Juga: Ratusan Petani Kelapa Nira di Pangandaran Ikuti SLKN
Industri Kelapa Kopra di Pangandaran Zaman Belanda Terkenal hingga Sri Lanka
Menurut peneliti sejarah Universitas Padjajaran, Prof. Nina Herlina Lubis dalam “Pangandaran dari Masa ke Masa” (2017), industri kopra Pangandaran terkenal sampai ke wilayah Sri Lanka.
Bahkan selain tersohor di daerah Ceylon, Pangandaran juga terkenal sebagai wilayah penghasil kopra terbesar se-Asia Tenggara.
Hal ini mendorong pemerintah kolonial mengembangkan bisnis tersebut seluas-luasnya. Tak heran pada tahun 1929 perkebunan kelapa di Pangandaran mendominasi perkebunan lain.
Karena itulah pemerintah kolonial menjadikan daerah Pangandaran sebagai sentral ekspor kelapa di Hindia Belanda.
Hasil kelapa dari Pangandaran beredar ke beberapa negara di Asia Tenggara. Seperti Sri Lanka yang suka mengimpor kopra dari Pangandaran, karena bentuk buahnya yang relatif lebih besar dari pada kelapa yang ada di daerahnya.
Alasan ini tampaknya mendapat dukungan dari salah seorang peneliti biologi (tumbuhan) Belanda bernama Prof. Blink.
Ia menyebut jika keadaan alam Pangandaran yang mengandung banyak zat baik menjadi penyebab utama pohon kelapa menghasilkan buah lebih besar.
Baca Juga: Pantai Pananjung di Pangandaran Tahun 1924, Teluk Indah Penyelamat Kecelakaan Udara Pilot Belanda
Kantor Administrasi Perkebunan Kopra di Pangandaran Jadi Tempat Relokasi Pasar Wisata
Masih menurut Prof. Nina H. Lubis (2017), sebelum masuk ke era kemerdekaan (1945), di Pangandaran terdapat kantor administrasi perkebunan kopra berarsitektur kolonial yang pekat.
Tempat tersebut berada tepat di antara perkebunan kelapa yang sekarang kita kenal dengan kebun “kontrak”.
Adapun bangunan administrasi kopra itu sekarang sudah tidak ada lagi bekasnya. Entah sejak kapan bangunan itu diruntuhkan. Yang jelas dulu bangunan administrasi kebun kopra terletak di daerah relokasi Pasar Wisata sekarang.
Konon daerah sekitar Pasar Wisata tersebut merupakan wilayah perkebunan kopra terbesar di Pangandaran. Selain punya bangunan administrasi yang besar, perkebunan juga lengkap dengan buruh pekerja yang banyak.
Rata-rata buruh yang jumlahnya ratusan itu berasal dari luar Pangandaran. Mereka datang dari daerah Prembun (Kebumen), Jawa Tengah.
Mantan buruh kopra di Pangandaran sampai saat ini masih bisa kita temukan keberadaannya. Orang Pangandaran mengenal kelompok mereka dengan sebutan “Orang Jawa Reang”.
Produk Kreatif dari Kopra Pangandaran Terkenal sampai Belanda
Tidak hanya terkenal di wilayah Asia Tenggara, rupanya produk olahan kreatif kopra dari Pangandaran juga terkenal sampai ke Belanda. Produk kreatif itu terdiri dari pernak-pernik natural seperti kancing, gelang, kalung, dan lainnya.
Selain itu, olahan kreatif berbahan kopra dibuat menjadi topi. Konon produk ini paling laku di pasaran Eropa, khususnya Belanda dan Inggris.
Pada tahun 1920-an, topi menjadi properti wajib wanita Eropa. Tak heran jika topi menjadi barang paling dicari layaknya kebutuhan pokok (pakaian) berupa baju dan celana.
Setelah menjadi olahan kreatif dan pakaian, beberapa bagian kelapa kopra yang berasal dari Pangandaran juga dibuat menjadi karpet dan tali pengikat.
Biasanya para pengrajin akan mengambil bagian sabutnya untuk membuat karpet yang berkualitas.
Sedangkan, bagian kelapa yang bertekstur keras seperti cangkang (batok), pengrajin memanfaatkannya menjadi peralatan makan yang antik. Seperti gelas, sendok, dan piring. (Erik/R3/HR-Online/Editor: Eva)