Tahukah Anda ternyata salah satu pendiri Institut Teknologi Bandung (ITB) berasal dari etnis Tionghoa? Ia merupakan orang Tionghoa terkenal di Bandung karena intelektualitasnya yang hebat. Nama pendiri ITB dari golongan Tionghoa itu adalah Phoa Keng Hek.
Ia terkenal sebagai satu-satunya orang Tionghoa yang ikut ke dalam proyek pembangunan ITB tahun (1957-1959). Jasa Phoa Keng Hek tentu besar karena ikut mendirikan sekolah teknik terbaik pertama di Indonesia.
Namun nama Phoa Keng Hek seolah hilang ditelan zaman. Kendati punya kiprah yang banyak dalam pembangunan ITB, Phoa Keng Hek terlupakan dalam sejarah Indonesia.
Phoa Keng Hek, Tionghoa Pendiri ITB dan Perintis Pendidikan Modern Pertama di Indonesia
Menurut konten instagram @old_indonesia berjudul “Tokoh Pendiri ITB yang Terlupakan”, selain turut serta dalam pembangunan ITB, Phoa Keng Hek juga merupakan perintis pendidikan modern pertama di Indonesia.
Baca Juga: Sho Bun Seng, Seniman Tionghoa Pemberantas Gerombolan DI/TII di Ciamis
Laporan kolonial mencatat namanya sebagai pendiri sekolah Tionghoa Hwee Koan (THHK) tahun 1901. Sekolah THHK merupakan lembaga pendidikan orang Tionghoa pertama di Indonesia yang saat itu menerapkan sistem formal layaknya sekolah-sekolah Belanda.
Dalam THHK diterapkan pula kurikulum yang disesuaikan dengan pendidikan Barat. Sekolah tersebut mendapatkan pengantar bahasa Mandarin dan Belanda. Sekolah THHK berisi murid-murid orang Tionghoa totok dan peranakan.
Tanpa disangka-sangka THHK yang didirikan oleh Phoa Keng Hek mengalami perkembangan yang begitu pesat. Konon dalam perjalanannya THHK menyebar ke seluruh Indonesia dengan cabangnya sebanyak 130 sekolah.
Dari dana sekolah yang ditarik oleh THHK inilah, Phoa Keng Hek berhasil mengumpulkan uang sebanyak 500 gulden untuk pembangunan ITB.
Lahir dari Pedagang Tionghoa Kaya di Bogor
Menurut akun facebook @Komunitas Indonesia Tionghoa bertajuk, “Kisah Phoa Keng Hek Sang Pendiri ITB Bandung”, Phoa Keng Hek lahir di Bogor pada tahun 1857.
Phoa Keng Hek lahir dari keluarga Tionghoa kaya yang berprofesi sebagai pedagang. Ayahnya bernama Phoa Tjong Tjay selain menjadi pedagang tapi juga menjabat sebagai Kapiten Tionghoa berpangkat letnan di Djatinegara, Batavia.
Namun ada kisah menarik dibalik sejarah ayahnya Phoa Keng Hek. Konon sang ayah yang menjabat Kapiten Tionghoa ini punya jiwa sosial yang tinggi. Berbeda dengan Kapiten-kapiten Tionghoa di daerah lain, Phoa Tjong Tjay terkenal sebagai tokoh Tionghoa yang peduli pada sistem pendidikan.
Ia menyisihkan sebagian hartanya untuk digunakan dalam keperluan pendidikan. Bersama anaknya (Phoa Keng Hek), sang jawara Tionghoa di Djatinegara itu merencanakan beberapa bangunan sekolah untuk anak-anak Tionghoa di Bogor.
Karakter sang ayah kemudian turun kepada Phoa Keng Hek ketika ia beranjak dewasa. Sikapnya yang tak banyak bicara tapi banyak tindakan membuat dirinya disegani banyak orang. Hal ini membuat Phoa Keng Hek tumbuh menjadi pribadi yang kharismatik dan disegani Belanda.
Baca Juga: Kisah RAA Kusumadiningrat, Bupati Galuh yang Beristri Wanita Tionghoa
Menggugat Pemerintah Kolonial untuk Menutup Rumah Judi
Phoa Keng Hek satu-satunya orang Tionghoa di Hindia Belanda yang saat itu menolak perjudian. Tidak seperti kebanyakan orang Tionghoa yang punya rumah judi. Sikap Phoa Keng Hek justru berlawanan dengan mereka semua.
Bukannya ikut mengambil keuntungan dari usaha populer yang kerap digandrungi saudara-saudaranya itu, Phoa Keng Hek malah memerangi bisnis segar itu dengan tegas.
Menurutnya rumah judi hanya bisa membuat rakyat sengsara. Bisnis ini mungkin saja membuat kaya sejumlah orang Tionghoa tapi tidak dengan masyarakat pribumi.
Pasalnya judi membuat orang ketagihan. Walaupun sudah kalah berkali-kali, para penggemar di tingkat “maniak” akan selalu mengulang judi. Selain memiskinkan perekonomian pribumi perjudian juga berisiko meningkatkan angka kriminalitas.
Phoa Keng Hek tidak ingin melihat rakyat sengsara, terutama rakyat dari etnisnya yang saat itu juga merupakan maniak judi.
Baca Juga: Sejarah Kerusuhan di Tasikmalaya 1996 yang Dipicu Masalah Sepele
Dengan semangat yang tinggi membuat Phoa Keng Hek mendatangi markas kepolisian Hindia Belanda di Batavia. Ia meminta agar pemerintah kolonial bersedia menutup rumah judi. Namun hal ini ditolak mereka karena judi menyumbang pajak yang tinggi untuk pemerintah.
Jika hal itu yang menjadi persoalan maka Phoa Keng Hek tak akan susah payah memperjuangkannya. Tak tanggung-tanggung ia menggunakan hartanya untuk membayar seluruh ganti rugi penutupan rumah judi di Batavia.
Menariknya Phoa Keng Hek juga pernah menolak jabatannya sebagai Kapiten Tionghoa menggantikan sang ayah. Perilaku tegas seperti inilah yang membuat dirinya begitu disegani oleh orang-orang Belanda. (Erik/R7/HR-Online/Editor-Ndu)