Pasoekan Pangeran Papak (PPP) merupakan nama dari milisi laskar kemerdekaan Indonesia yang berdiri di Garut, Jawa Barat. Adapun salah satu hal yang menarik dari laskar ini yaitu terkenal karena menampung beberapa tentara Jepang.
Mereka (tentara Jepang) yang pro dengan perjuangan republik mendapatkan pengampunan dari laskar PPP. Sebelumnya anggota PPP lah yang berhasil menangkap tentara Jepang sebelum Sekutu menguasai daerah Jawa Barat.
Namun tanpa disengaja tentara Jepang yang berhasil ditangkapnya itu justru bertekad besar membantu perjuangan republik. Mereka berjanji akan berperilaku loyal pada republik, bahkan orang-orang Jepang ini rela jika suatu saat nanti ia harus kehilangan status kewarganegaraannya.
Melihat ekspresi yang meyakinkan membuat Pasoekan Pangeran Papak mempercayai apa yang telah dikatakan oleh tentara Jepang tersebut. Laskar PPP kemudian membuat mereka jadi tentara republik, orang-orang Jepang itu kemudian diubah penampilannya supaya tidak mencurigakan.
Baca Juga: Sejarah Pajak Padi di Garut 1919, Pemicu Pemberontakan Petani
Karena memiliki beberapa unsur kesamaan dengan orang Indonesia, tentara Jepang yang ingin ikut berjuang dengan PPP sama sekali tidak menimbulkan kecurigaan jika ia adalah mantan tentara Dai Nippon. Penyamaran ini setidaknya berhasil sampai Perjanjian Renville (1948).
Pasca Perjanjian Renville, Pasoekan Pangeran Papak Tak Ikut Hijrah ke Yogyakarta
Tidak seperti satuan militer di bawah komando Siliwangi, laskar PPP justru tidak ikut hijrah ke Yogyakarta pasca Perjanjian Renville bulan Februari 1948 disepakati. Laskar PPP justru menentang perjanjian itu dan tetap tinggal di daerah Jawa Barat.
Garut merupakan basis pertahanan laskar PPP, di sana banyak anggota PPP yang mempertahankan diri dari serangan Belanda. Selain karena tidak sepaham dengan Siliwangi, laskar ini juga tidak terikat dengan perjanjian peperangan.
Laskar PPP memanfaatkan kebebasan itu untuk mempertahankan Jawa Barat, khususnya wilayah Garut dan Tasikmalaya. Maka dari itu banyak laskar –tidak hanya PPP menjadi objek utama tentara Belanda untuk diberantas.
Tak heran kemudian banyak korban penyiksaan oleh tentara Belanda menimpa anggota laskar. Akibat peristiwa ini tentara Belanda sangat membenci laskar Pasoekan Pangeran Papak. Mereka memburu siapapun yang terlibat dalam laskar tersebut.
Baca Juga: Sakola Kautamaan Istri di Garut, Rahim Emansipasi yang Lahir di Pendopo Penghulu
PPP: Laskar Kemerdekaan yang Menampung Eks Tentara Jepang
Laskar PPP terkenal sebagai satuan pejuang republik di Garut yang menampung beberapa eks –tentara Jepang. Mereka merangkul tentara Jepang bukan dari paksaan, melainkan inisiatif tentara Jepang sendiri yang ingin berjuang bersama laskar PPP.
Tanpa harus menyia-nyiakan keuntungan, laskar PPP kemudian sepakat untuk menampung tentara Jepang di dalam satuannya. Namun mereka (tentara Jepang) harus menepati janji bisa loyal dengan perjuangan kaum republik. Mereka pun sepakat dan berjanji dengan sumpah.
Setelah pengambilan sumpah dilakukan, komandan PPP kemudian menempatkan beberapa tentara Jepang itu menjadi tim pengintai musuh. Salah satu caranya yakni menempatkan mereka menjadi mata-mata.
Pekerjaan spionase ini bertujuan untuk memberikan gambaran pada Pasoekan Pangeran Papak sebelum menyerang pertahanan Belanda. Biasanya mereka akan dibekali pakaian lusuh layaknya orang dengan gangguan jiwa, lantas berkeliaran di depan markas Belanda dan mencatat keadaan.
Setelah semua keadaan dicatat rapi, secara sembunyi-sembunyi mata-mata dari orang asing ini meninggalkan tempat tersebut. Lalu kembali ke markas besar dan memberikan kondisi yang dicatatnya pada komandan lapangan.
Laskar PPP Membentuk Markas Pusat di Gunung Dora
Menurut A. H. Nasution dalam buku berjudul, “Sekitar Perang Kemerdekaan Jilid VII: Periode Renville” (1978), laskar PPP sempat membentuk markas pusat di Gunung Dora –wilayah perbatasan antara Garut dan Tasikmalaya.
Baca Juga: Mengenal Vroedvrouw Sadjaah, Bidan Pribumi Pertama di Garut Tahun 1934
Markas pusat ini kemudian diberi nama “Markas Besar Gerilya Galunggung” atau biasa disingkat dengan (MBGG). Adapun yang menjabat sebagai tim pengurus utama markas tersebut antara lain terdiri dari orang Jepang yaitu, Masharo Aoki dan dua orang Korea bernama Guk Jae Man, serta Chil Sung.
Mereka semua menjadi sahabat laskar Pasoekan Pangeran Papak, bahkan beberapa diantaranya pandai menggunakan bahasa Sunda. Seperti kebanyakan orang pribumi, eks –tentara Jepang yang diangkat jadi pengurus MBGG memiliki kebiasaan seperti warga sekitar.
Mulai dari cara makan dan berpakaian, semua sama dengan orang Sunda. Namun nahas tidak lama setelah mereka dekat dengan anggota laskar PPP di MBGG, eks tentara Jepang itu terendus Belanda. Tanpa perlawanan yang heboh, Belanda berhasil menangkapnya.
Akhirnya beberapa orang Jepang pembela kaum republik ini dieksekusi mati oleh Belanda. Konon menurut sejumlah informasi yang tersebar, Belanda mengeksekusi mereka di pinggir sungai Cimanuk. Tepat bersebelahan dengan makam-makan orang Belanda (Kerkhof). (Erik/R7/HR-Online/Editor-Ndu)