Rabu, April 2, 2025
BerandaBerita TerbaruJejak Eksodus Kerajaan Galuh ke Gunung Ciremai, Terasing dan Akhirnya Lenyap

Jejak Eksodus Kerajaan Galuh ke Gunung Ciremai, Terasing dan Akhirnya Lenyap

Gunung Ciremai yang berada di antara daerah Kabupaten Kuningan dan Cirebon menjadi saksi runtuhnya Kerajaan Galuh di era Raja Senna atau sekitar akhir abad 16 Masehi. Kala itu Kerajaan Galuh mulai meredup pengaruhnya setelah Mataram Islam semakin berkuasa di tatar Sunda. Peristiwa itu yang memaksa Kerajaan Galuh harus eksodus ke Gunung Ciremai untuk mempertahankan eksistensinya.

Raja Senna bersama anaknya Raja Sanjaya disebut-sebut sebagai trah Galuh terakhir penghuni Keraton Karangkamulyan. Seperti diketahui, Karangkamulyan kini menjadi situs bersejarah Kerajaan Galuh atau yang berlokasi di Desa Karangkamulyan, Kecamatan Cijeungjing, Kabupaten Ciamis, Jawa Barat.

Mengutip dari buku “Sejarah Daerah Jawa Barat” (1978), Gunung Ciremai pernah mewarnai sejarah Kerajaan Galuh. Gunung tertinggi di Jawa Barat ini pernah menjadi tempat pengasingan leluhur Galuh.

Raja Senna sebagai penguasa Galuh kala itu merupakan pengikut Agama Hindu. Mereka memindahkan kerajaannya dari Karangkamulyan ke Gunung Ciremai. Hal itu setelah pengaruh Islam yang dibawa Kerajaan Mataram pada akhir abad 16 Masehi semakin mengakar kekuasaannya di Tatar Sunda.

Baca juga: Sejarah Perubahan Galuh Jadi Ciamis, Apa Motif Bupati Sastrawinata?

Melihat situasi yang tidak menguntungkan untuk eksistensi Kerajaan Galuh, selain eksodus dengan memindahkan keraton ke Gunung Ciremai, Raja Senna pun memberikan estafet kekuasaan kepada anaknya Raja Sanjaya.

Gunung Ciremai dipilih sebagai tempat pengasingan karena dianggap sebagai tempat paling aman dari peperangan. Sebab tidak ada satupun orang yang berani tinggal di kawasan pegunungan Ciremai lantaran beresiko. Gunung Ciremai kala itu masih berstatus gunung berapi aktif yang suatu saat akan mengancam kehidupan manusia.

Temuan Fragmen Bukti Eksodus Kerajaan Galuh ke Gunung Ciremai

Raja Sanjaya yang mendapat tongkat estafet dari ayahnya kemudian membuat keraton di Gunung Ciremai dengan bangunan sederhana. Tidak seperti istana di Karangkamulyan yang konon megah. Keraton Galuh Hindu di Gunung Ciremai dibangun sesimpel mungkin karena keadaan yang terbatas.

Meski dalam kondisi terbatas, Raja Sanjaya berhasil membangun peradaban selama mendirikan keraton di Gunung Ciremai. Hal itu dibuktikan dengan penemuan fragmen batu seperti Lingga Yoni, Sapi Gumarang (Lembu Nandi) dan Batu Ceper di Gunung Ciremai.

Penyembah Dewa Siwa

Berdasarkan penelitian Arkeolog, temuan fragmen di Gunung Ciremai menandakan bahwa Raja Senna dan anaknya Raja Sanjaya merupakan penganut aliran Hindu Siwa. Temuan ini juga memperkuat temuan lainnya yang mempertegas bahwa penganut Hindu di Tatar Sunda adalah pengikut Dewa Siwa.

Kerajaan Galuh di masa Hindu diprediksi para sejarawan sebagai pusat penyembah Dewa Siwa sekaligus kerajaan Hindu terakhir di tanah Sunda. Sebab ketika Kerajaan Pajajaran sudah tamat masa kejayaannya, penganut Hindu di Kerajaan Galuh belum tenggelam. Gunung Ciremai inilah yang kemudian menjadi saksi kemunduran Hindu terakhir di tanah Sunda.

Baca juga: Sejarah Kerajaan Sunda Galuh, Prasasti Kebon Kopi II 932 sebagai Petunjuk

Meski berhasil membangun peradaban kala eksodus ke Gunung Ciremai, namun kejayaan Kerajaan Galuh tetap tidak bisa dipertahankan seiring pengaruh Islam yang kala itu semakin menguat. Kepemimpinan Sanjaya di Gunung Ciremai pun kembali meredup.

Kondisi itu semakin diperparah setelah terjadi bencana gunung berapi yang meluluhlantakan peradaban manusia di Gunung Ciremai. Termasuk melenyapkan sisa-sisa pengikut Kerajaan Galuh.

Berdasarkan buku “Babad Parahyangan”, keraton Karangkamulyan hancur pada akhir abad 16 Masehi. Gantinya berdirilah keraton-keraton dari kerajaan Mataram Islam.

Menurut sejumlah sumber arkeolog, Keraton Karangkamulyan baru sepenuhnya dikuasai Mataram Islam pada abad 17. Kurang lebih sebelum kedatangan Belanda pada tahun 1602 yang diwakili oleh kongsi dagang (VOC).

Ketika Keraton Karangkamulyan dikuasai oleh Mataram Islam, perlahan-lahan masyarakat Galuh didominasi oleh kebudayaan Jawa. Maka jangan heran jika ada nama-nama benda atau istilah dalam bahasa Sunda yang sama dengan bahasa Jawa.

Konon nama atau istilah ini terbentuk dari adanya budaya campuran antara Sunda dan Jawa. Dua kebudayaan yang saling berbeda ini kemudian bersatu dan menciptakan istilah-istilah baru bagi orang Sunda.

Fakta Lain Tentang Gunung Ciremai

Menurut laporan geologis Belanda, konon Gunung Ciremai masih menjadi gunung merapi yang aktif sampai abad 19 Masehi.

Melansir dari beberapa arsip pemberitaan koran Belanda, Gunung Ciremai pernah meletus pada tahun 1712. Bencana yang sangat dahsyat ini menyebabkan banyak perkampungan luluh lantak dan hilang ditelan bumi.

Bencana ini konon yang membuat trah Raja Sanjaya, penguasa Kerajaan Galuh Hindu, hilang tak tersisa. Meletusnya Gunung Ciremai membuat seluruh penghuninya punah. Tidak ada lagi kehidupan. Bahkan tumbuhan dan hewan pun ikut lenyap disapu lava gunung berapi.

Gunung Ciremai meletus tidak hanya terjadi pada tahun 1712, tetapi juga pernah meletus pada tahun 1805. Namun karena tidak ada lagi perkampungan dan peradaban di Gunung Ciremai pada era ini, maka tidak terlalu memakan banyak korban.

Semenjak bencana meletusnya Gunung Ciremai tahun 1805, pemerintah kolonial mencatat gunung tersebut sudah berstatus gunung tidak aktif. Artinya, setelah tahun itu Gunung Ciremai tidak lagi mengundang bencana hingga menghancurkan peradaban manusia.

Keraton Karangkamulyan Istana Terindah Kerajaan Galuh

Mengutip dari buku “Babad Parahyangan”, sebelum dipaksa harus eksodus ke Gunung Ciremai, keraton Karangkamulyan merupakan istana terindah yang pernah ditempati kerajaan Galuh sebelum abad 16 Masehi. Sebab keraton ini dilengkapi dua sumber air jernih.

Sumber air jernih yang dimaksud adalah aliran sungai Cimuntur dan Citanduy. Dua aliran sungai ini menjadi tempat favorit Raja Senna saat memimpin kerajaan Galuh.

Baca juga: Budayawan Ciamis: Masyarakat Hindu Bali Menyebut Kerajaan Galuh sebagai ‘Ibu’

Raja Senna sering meluangkan waktunya di tempat tersebut. Bahkan bersama anaknya Sanjaya sering mengobrol sambil membicarakan tentang masa depan Kerajaan Galuh.

Selain menjadi tempat favorit Raja Senna, dua aliran sungai itu pun menjadi sumber perairan persawahan. Karenanya banyak petani di Kerajaan Galuh yang merasa diuntungkan dengan adanya dua aliran sungai yang saling bertemu tersebut.

Mengutip dari buku “Sejarah Daerah Jawa Barat” (1978), banyak petani Kerajaan Galuh yang menyembah aliran sungai Cimuntur dan Citanduy. Mereka percaya jika dua aliran sungai itu bukan terbentuk dari unsur kesengajaan, melainkan titipan Sang Hyang untuk memberikan penghidupan bagi umat manusia.

Kisah di atas semakin menegaskan bahwa Kerajaan Mataram berhasil mengubah peradaban di tatar Sunda. Kerajaan Galuh yang sudah berupaya mempertahankan eksistensinya dengan eksodus ke Gunung Ciremai tetap saja tidak mampu meredam kekuatan Mataram.

Pengaruh kekuasaan Mataram di tatar Sunda berlanjut hingga era Kolonial Belanda datang ke Indonesia. Perubahan nama Galuh menjadi Ciamis pun disebut-sebut terdapat campur tangan Mataram yang mendapat dukungan dari Kolonial Belanda. (R2/HR-Online)

Arus mudik lebaran Banjar

Arus Mudik Lebaran 2025, Dishub Kota Banjar Catat 132.764 Kendaraan Melintas Menuju Jawa Tengah

harapanrakyat.com,- Dinas Perhubungan Kota Banjar, Jawa Barat, mencatat ada sebanyak 132.764 kendaraan yang melintas dari Jawa Barat menuju Jawa Tengah selama arus mudik lebaran...
Lalu lintas padat merayap

Macet di Cikoneng, Arus Lalu Lintas Ciamis-Tasikmalaya Padat Merayap

harapanrakyat.com,- Arus Lalu lintas di Jalan Raya Ciamis-Tasikmalaya tepatnya di Kecamatan Cikoneng, Kabupaten Ciamis padat merayap bahkan macet di Cikoneng, Selasa (1/4/2025) malam. Polisi...
Balita kejang-kejang

Aksi Heroik Polisi Selamatkan Balita Kejang-kejang Saat Terjebak Macet di Sumedang

harapanrakyat.com,- Aksi heroik dilakukan petugas kepolisian dari Satlantas Polres Sumedang, yang mengevakuasi seorang balita perempuan (4) yang mengalami kejang-kejang. Saat kejadian sedang kemacetan di...
hari kedua lebaran

Hari Kedua Lebaran, Objek Wisata Situwangi di Kawali Ciamis Masih Sepi, Kok Bisa?

harapanrakyat.com,- Sejak memasuki libur panjang sampai hari kedua libur lebaran idul fitri tahun 2025, objek wisata Situwangi di Kecamatan Kawali Kabupaten Ciamis Jawa Barat...
wisatawan terseret arus

Baru Sehari Liburan, Sudah Ada Dua Wisatawan Terseret Arus di Pantai Barat Pangandaran

harapanrakyat.com,- Tim gabungan yang terdiri dari Polres Pangandaran, bersama TNI Angkatan Laut dan juga Balawista Kabupaten Pangandaran, berhasil menyelamatkan dua wisatawan yang terseret arus...
Volume kendaraan

Volume Kendaraan Meningkat, Kemacetan Panjang Terjadi di Pintu Keluar Tol Sumedang Kota

harapanrakyat.com,- Peningkatan volume kendaraan terjadi di Jalan Raya Bandung-Cirebon atau tepatnya di depan Gate Tol Cisumdawu Sumedang Kota, Kabupaten Sumedang Jawa Barat, pada H+1...