Ketika Republik Indonesia memproklamirkan kemerdekaannya pada tanggal 17 Agustus 1945 di Jakarta, apakah wilayah Pangandaran sudah terbebas dari penjajah?
Pangandaran merupakan salah satu daerah di pesisir Selatan pulau Jawa yang belum bebas dari penjajah meskipun Soekarno-Hatta telah memproklamasikan kemerdekaannya tahun 1945.
Pangandaran masih menjadi daerah yang diduduki oleh orang-orang Belanda, begitupun dengan beberapa perusahaan milik asing terutama perusahaan kelapa kopra.
Penduduk Pangandaran zaman itu juga masih banyak yang mengabdi jadi pegawai pabrik kopra pada Belanda.
Baca Juga: Agresi Militer Belanda di Pangandaran, Pantai Timur Jadi Pelabuhan Kapal Perang Sekutu
Pangandaran Belum Terbebas dari Penjajahan Pasca Kemerdekaan 1945
Melansir surat kabar Belanda berjudul, “Nieuw Courant, Bestuur Overdracht” yang terbit pada tanggal 10 Mei 1947 menyebut, walaupun Indonesia merdeka pada tahun 1945 Pangandaran belum terbebas dari penjajahan Belanda.
Daerah tersebut masih dikuasai oleh tentara Sekutu, mereka banyak berkeliaran di beberapa daerah Pangandaran seperti Pananjung, Parigi sampai Cijulang. Tak jarang tentara Sekutu menjegal beberapa pasukan gerilya di sekitar Pangandaran.
Mereka masih memberlakukan aturan kolonial Hindia Belanda di Pangandaran. Penduduk di daerah Pangandaran menjadi orang yang terjajah dengan aturan tersebut. Terutama mereka yang jadi pegawai perusahaan kopra milik Belanda.
Aturan pengupahan hingga disiplin bekerja harus sesuai dengan aturan-aturan kolonial. Mereka terkungkung oleh aturan tersebut sehingga sulit menjadi manusia merdeka. Jika ada pegawai kopra keluar untuk jadi gerilyawan, tentara Sekutu tak segan akan menembak mereka ditempat.
Kemerdekaan yang diproklamasikan di Jakarta pada 17 Agustus 1945 belum terasa di Pangandaran. Daerah pesisir di Selatan pulau Jawa ini masih menganggap Belanda sebagai kelompok yang mendominasi. Masyarakat Pangandaran kala itu masih mengira Belanda penguasa birokrasi negara ini.
Baca Juga: Sejarah Mbah Bungkus, Sesepuh Pemersatu Sunda Jawa di Pangandaran
Belanda Memindahkan Pusat Pemerintahan dari Ciamis ke Cilacap
Masih menurut surat kabar “Nieuw Courant, Bestuur Overdracht” (1947), karena Belanda bersinggungan dengan daerah Priangan Timur, maka sejak tahun 1947 Pangandaran diubah pusat pemerintahannya dari Ciamis ke Cilacap.
Pangandaran yang dahulu merupakan daerah kekuasaan Ciamis –dipimpin seorang Regent bernama R. T. Goemilar Wiranegara, dipindahkan ke daerah Cilacap dengan Regentnya bernama R. M. A.A. Tjokrosiswoyo.
Selain karena konflik kekuasaan –Ciamis berpihak pada kaum republik, Belanda memutus Pangandaran dengan wilayah kekuasaan R. T. Goemilar Wiranegara itu juga karena dianggap gagal mengurus kopra.
Pengusaha partikelir Belanda mengalami kebangkrutan yang luar biasa karena bisnis kopranya diacuhkan oleh Regent (Bupati) Ciamis. Mereka kemudian menuntut pemerintah kolonial ganti rugi.
Setelah pemerintah kolonial mengganti semua kerugian tersebut, atas kesepakatan dan kedekatan hati pemerintah kolonial di Pangandaran dengan Cilacap, maka pusat pemerintahan pesisir Pananjung ini dialihkan kepada regent Cilacap –R. M. A. A. Tjokrosiswoyo.
Baca Juga: Sejarah Pangandaran Pasca Pendudukan Jepang, Pemerintahan Pindah dari Ciamis ke Cilacap
Mengembalikan Pusat Administrasi dari Cilacap ke Ciamis
Setelah Belanda tidak lagi punya kekuatan di Indonesia tahun 1949, pemerintahan Pangandaran yang tadinya berada di Cilacap dikembalikan ke daerah Ciamis.
Tujuannya untuk menyelaraskan kembali batas-batas wilayah Jawa Barat dengan Jawa Tengah. Andai kata waktu itu Pangandaran tidak dikembalikan oleh Regent Cilacap, maka daerah tersebut merupakan bagian dari wilayah Jawa Tengah sampai sekarang.
Kendati pun wilayah kekuasaan Pangandaran sudah kembali ke daerah Ciamis dan perlahan-lahan orang Belanda meninggalkan wilayah tersebut. Konon sebagian masyarakat Pangandaran masih menghormati orang Belanda karena jasa-jasanya.
Pemerintah Belanda di Pangandaran dianggap bisa menyelesaikan proyek pembangunan. Semua pembangunan seperti jalan, tempat tinggal, dan pembukaan cagar alam adalah salah satu alasan orang Pangandaran kala itu sulit melupakan jasa Belanda.
Walaupun saat itu Belanda juga banyak melakukan kejahatan kepada rakyat pribumi di Pangandaran, tetapi banyak juga rakyat yang tak bisa melupakan sisi baiknya. Sebab karena Belanda rakyat Pangandaran bisa maju hingga sekarang. (Erik/R7/HR-Online/Editor-Ndu)