Wabah flu Spanyol meledak di pulau Jawa pada tahun 1918, penyakit misterius ini dianggap mirip dengan virus influenza namun yang membedakannya adalah cara mutasi virus yang lebih massif menyerang paru-paru manusia.
Jadi siapapun yang terkena virus ini sudah dapat dipastikan berakhir dengan kematian. Wabah flu Spanyol menyerang daya tahan tubuh manusia yang lemah, depresi, dan punya pola hidup yang tidak baik.
Maka dari itu salah satu korban terbanyak yang terkena wabah flu Spanyol terdapat di golongan manusia penghuni lapas (Narapidana).
Mereka sangat rentan dengan wabah ini karena kondisi badan yang tidak vit dan paling parah yaitu tertekan sehingga mengakibatkan depresi.
Baca Juga: Kisah Penjara Nusakambangan Jadi Sarang Wabah Influenza Mematikan 1918
Alhasil para petugas lapas mencari cara bagaimana supaya narapidana penghuni sel berjeruji besi ini bisa selamat dari wabah tersebut. Namun pemerintah kolonial tak memperdulikan itu, mereka apatis dan menyepelekan wabah flu Spanyol.
Akibatnya wabah ini tidak hanya menyebar di kalangan narapidana saja namun juga menyebar ke golongan masyarakat luas. Termasuk tokoh-tokoh Belanda yang saat itu berada di dalam birokrasi. Wabah flu Spanyol mengganas.
Sikap Apatis Pemerintah Kolonial Belanda Mengakibatkan Munculnya Wabah Flu Spanyol di Pulau Jawa
Menurut Sekar Ayu Asmara dalam Jurnal Mozaik: Kajian Ilmu Sejarah UNY, Vol. 13, No. (2) 2022 berjudul, “Flu Spanyol di Jawa 1918-1920: Dari Penyebab, Hoax, Influenza Ordonantie, Hingga Kearifan Lokal Masyarakat Jawa”, awal mula flu Spanyol di Hindia Belanda berasal dari sikap apatis pemerintah kolonial.
Mereka menunjukkan sikap masa bodoh dengan wabah flu Spanyol, pemerintah kolonial menganggap enteng dan tidak percaya jika wabah flu Spanyol itu benar-benar adanya.
Awalnya konsul Belanda di Singapura sudah memberitahu pemerintah kolonial di Hindia Belanda akan wabah ini. Mereka mengabarkan wabah flu Spanyol yang ada di Asia pertama kali menyebar dari negara Tiongkok.
Karena aktivitas pelayaran terus berkembang wabah flu Spanyol makin tak tertahan lagi. Wabah ini menyebar ke beberapa negara lain termasuk Hindia Belanda. Namun karena karakter egois pemerintah kolonial yang tidak percaya ada virus flu Spanyol, maka wabah ini meneror dan menjadikan masyarakat miskin sebagai korbannya.
Adapun pertama kali muncul wabah flu Spanyol di Hindia Belanda terjadi sekitar bulan April tahun 1918. Akibat wabah ini ratusan masyarakat bumiputera tewas. Mereka dehidrasi sehingga cairan dalam tubuh semakin menyusut dan mengakibatkan kematian.
Baca Juga: Sejarah Stasiun Radio Malabar, Terbesar dan Tercanggih di Zaman Belanda
Terjadi Dua Gelombang Flu Spanyol
Dari tahun 1918-1920 sudah terjadi dua gelombang serangan virus flu Spanyol secara massif. Pada bulan April 1918 flu Spanyol pertama kali teridentifikasi menyebar dari pulau Sumatera. Setelah itu sekitar bulan Juli-September 1919 menyebar ke pulau Jawa.
Karena masih serangan awal jumlah korban yang saat itu tumbang jumlahnya masih sedikit. Baru pada gelombang kedua di bulan Oktober-November 1919-1920, penyebaran flu Spanyol semakin meningkat dan membuat ribuan orang meninggal dunia.
Bahkan penyebaran wabah ini tidak hanya terjadi di pulau Jawa tetapi mulai ada dan menularkannya pada masyarakat pesisir di pulau Kalimantan.
Dua gelombang flu Spanyol ini membuat masyarakat Hindia Belanda geger, mereka yang awam tidak tahu dari mana penyakit ini berasal. Bahkan beberapa dari mereka menganggap penyakit ini sebagai kutukan.
Akibatnya banyak dukun-dukun yang dimintai pertolongan untuk menyembuhkan pengidap flu Spanyol. Namun bukannya sembuh si dukun tadi malah tertular dan tak sedikit berakhir dengan kematian. Akibat peristiwa ini seluruh penduduk di Hindia Belanda dilanda kekacauan.
Baca Juga: Kisah Wanita Korban KDRT 1922, Tewas Tenggak Racun Serangga
Pulau Jawa Wilayah Terpapar Parah Wabah Flu Spanyol
Sekar Ayu Asmara (2022) dalam penelitiannya mengatakan, jika pulau Jawa merupakan wilayah yang terpapar parah wabah flu Spanyol.
Penyebab kekacauan yang terjadi di pulau Jawa akibat wabah flu Spanyol karena Jawa merupakan pusat administrasi pemerintah kolonial. Seluruh urusan perdagangan, ekonomi, politik, dan kebirokrasian ada di Batavia.
Karena kekacauan ini banyak masyarakat di pulau Jawa yang mati sia-sia. Kematian mereka bukan karena penyakit melainkan akibat kondisi dapur yang tidak ada apa-apa. Mereka kelaparan, banyak orang yang mati karena menahan sakit perut akibat lapar.
Kondisi seperti ini membuat pemerintah kolonial bingung, mereka gagal menciptakan ekonomi yang stabil di negeri jajahan. Bahkan lebih parah lagi hampir seluruh tahanan lapas tewas akibat wabah dan kelaparan.
Perekonomian negara tidak berjalan dengan normal, uang pemerintah tertahan karena wabah flu Spanyol yang tidak kunjung menemui titik terang. Selain dari kalangan narapidana korban paling banyak ditemukan tewas karena wabah ini juga berasal dari kalangan petugas kereta api dan opas-opas kolonial. (Erik/R7/HR-Online/Editor-Ndu)