Seni pertunjukan Dardanella merupakan pagelaran sandiwara modern di era kolonial pada pertengahan tahun 1920-an. Grup Sandiwara Dardanella –begitu orang-orang zaman dulu menyebutnya, sangat populer di tengah hiburan masyarakat kota di pulau Jawa.
Sandiwara Dardanella terbentuk dari persaingan ketat industri hiburan antara seni pertunjukan tradisional ke modern. Konon grup sandiwara Dardanella didirikan oleh seorang pria tampan keturunan Rusia.
Sebagaimana pemimpinnya, para pemain sandiwara Dardanella juga tampan-tampan dan cantik-cantik. Para pemain Dardanella demikian tidak lain untuk menciptakan atensi yang hangat dari para penonton dan penggemar seni pertunjukan modern ini.
Seni pertunjukan Dardanella dipercaya sebagai pelopor sandiwara modern di Indonesia. Popularitas Dardanella di ranah hiburan masyarakat kolonial sudah tersohor hingga ke pelosok daerah. Bahkan di kalangan masyarakat Barat Dardanella sering jadi bahan pembicaraan.
Baca Juga: Dari Toniel hingga Teater, Ini Sejarah Komunitas Sandiwara di Indonesia
Apalagi setelah Dardanella melakukan tour ke luar negeri. Mereka melakukan safari komedi ke beberapa negara besar di Asia dan Eropa. Prestasi ini membuat Dardanella semakin maju dan mengalahkan popularitas seniman panggung Miss Riboet’s Orion.
Sejarah Grup Sandiwara Dardanella, Didirikan Bekas Pemain Sirkus
Menurut Ameylia S. Arum dalam Avatara e–journal pendidikan sejarah, vol. 1, no. (3) Oktober 2013 berjudul, “Grup Sandiwara Dardanella pada Masa Kolonial 1926-1934”, grup sandiwara Dardanella lahir di kota Sidoarjo pada tanggal 21 Juni 1926.
Pendiri grup Dardanella adalah seorang pria keturunan Rusia bernama Willy Klimanoff alias A. Piedro. Ia merupakan anak dari seorang seniman panggung di Rusia, ayahnya pemain akrobatik kursi sedangkan ibunya seorang penari.
Sebelum Willy membentuk komunitas sandiwara Dardanella, ia berprofesi menjadi pemain sirkus. Ketika kegiatan sirkus ditentang oleh beberapa komunitas pecinta hewan dari Belanda, Willy kehilangan pekerjaan. Ia kemudian terinspirasi menjadi pemain sandiwara seperti Miss Riboet’s Orion.
Tak lama kemudian ia membuat grup sandiwara sendiri bernama Sandiwara Dardanella. Sebelumnya ia tak menyangka jika grup sandiwaranya akan terkenal, setelah main beberapa kali dengan cerita-cerita menariknya, Sandiwara Dardanella menjadi buah bibir masyarakat kota.
Mereka tertegun dengan pertunjukan para pemain sandiwara Dardanella. Bagi para penonton yang biasa melihat pertunjukan Miss Riboet, sandiwara Dardanella lebih menarik dan unik. Para pemain sandiwara Dardanella kerap melakukan akrobatik. Hal ini tentu jadi daya tarik tersendiri mengingat para pemerannya bekas pemain sirkus.
Baca Juga: Sejarah Kesenian Janger, Pertunjukan Sandiwara yang Terbentuk pada Bulan Ramadan
Sandiwara Dardanella Punya Pemeran Idola
Selain menjual seni akrobatik para pemain sandiwara Dardanella juga merancang strategi agar lebih populer dengan memainkan pemeran idola. Para pemain idola dalam sandiwara Dardanella terdiri dari pria tampan dan wanita cantik.
Salah satu pemeran idola wanita cantik yang dimainkan oleh grup Dardanella. Wanita cantik untuk menarik perhatian penonton itu bernama Soetidjah. Ia seorang gadis muda berkulit kuning cerah yang lahir di daerah Rogojampi.
Karena namanya dianggap kuno dan tidak enak didengar oleh penonton, maka Soetidjah memiliki nama panggung Miss Dja.
Menurut beberapa catatan sejarah Dardanella, Miss Dja berasal dari keluarga seniman panggung. Sama seperti pendiri grup sandiwara Dardanella, ayah Miss Dja adalah seorang pemeran. Sedangkan sang kakek pemilik grup sandiwara bernama Stamboel Pak Adi.
Selain karena tubuh kuning langsat dan wajah yang cantik jelita, Miss Dja juga disenangi oleh penonton karena cara berpakaiannya. Ia kerap menggunakan pakaian-pakaian yang nyentrik dan beda dari orang lain pada umumnya.
Hal ini dianggap oleh para penonton sebagai lambang modernitas. Miss Dja adalah wanita pribumi pertama yang memperhatikan penampilan, bahkan bisa dikatakan ia adalah wanita Jawa pertama yang konsen terhadap dunia busana.
Baca Juga: Sejarah Komedi Benggala, Teater Klasik India di Batavia
Dardanella, Kelompok Sandiwara Berkelas
Ada satu pernyataan yang menarik perhatian banyak orang, antara lain yaitu pernyataan jika seni panggung Dardanella merupakan kelompok sandiwara yang berkelas. Statement ini didasarkan pada capaian para pemain Dardanella sebagai pemeran yang populer di abad ke-20 masehi.
Pada puncaknya grup sandiwara Dardanella terjadi pada tahun 1930. Menariknya, walaupun keadaan ekonomi pemerintah kolonial sedang sulit akibat malaise, sandiwara Dardanella terus berjalan seperti biasa.
Bahkan mereka sering mendapat undangan dari para priyayi-priyayi di daerah untuk manggung menghibur masyarakat desa.
Sedangkan pada tahun 1934 grup Dardanella diberikan tiket tour untuk melakukan safari panggung ke beberapa negara Asia dan Eropa.
Ketika peristiwa ini terjadi ada yang mengagumkan ditunjukan oleh para pemain Dardanella. Mereka tidak ingin tampil tanpa identitas di negara Asing, oleh sebab itu nama grup sandiwara ini berubah menjadi Devi Dja’s Java and Balinese Dancers.
Tujuannya tidak lain untuk memperkenalkan daerah asal mereka yang kaya akan seni, tradisi, dan budaya. Menurut beberapa peneliti hal ini menunjukkan bahwa grup sandiwara Dardanella peduli pada tanah air –cikal bakal tumbuhnya rasa nasionalisme dalam berkesenian. (Erik/R7/HR-Online/Editor-Ndu)