Pertempuran Mranggen terjadi pada tanggal 18 Desember 1945 di sekitar Bawen, Semarang Jawa Tengah. Peristiwa ini merupakan peperangan antara pejuang kemerdekaan dengan tentara NICA yang memboncengi Belanda.
Menurut beberapa surat kabar yang meliput kejadian ini, pertempuran Mranggen terjadi pada pagi hari. Tepatnya pada pukul 09.00 WIB dan selesai pada pukul 12.00 WIB.
Peperangan ini berakhir dengan keberhasilan pasukan pejuang kemerdekaan. Mereka sukses memukul mundur musuh sampai 3 km dari sebelah Utara arah Bawen.
Atas keberhasilan ini pasukan kemerdekaan tersebut membangun benteng pertahanan yang terletak 5 km dari benteng musuh. Tujuannya untuk memperluas serangannya guna merebut kembali kota Semarang dari tangan Belanda.
Baca Juga: Kwee Tjing Kiet, Jagoan Tionghoa Depok yang Punya Ilmu Kebal
Akibatnya basis kekuatan pasukan pejuang menjadi pertahanan utama mereka menggempur Belanda. Adapun wilayah pertahanan tersebut mereka namakan dengan Benteng Mranggen. Konon benteng ini menjadi alasan Belanda mengapa menempatkan meriam dan tank-tank di depan benteng pertahanannya.
Sejarah Pertempuran Mranggen 1945 Bertujuan Menguasai Kembali Semarang
Menurut surat kabar Kedaulatan Rakjat yang terbit pada Selasa, 18 Desember 1945 bertajuk, “Gerakan Mereboet Kota Semarang”, terjadinya pertempuran Mranggen tidak lain karena kaum republieken ingin kembali menguasai Semarang yang sebelumnya berhasil diduduki oleh pasukan Belanda.
Pasukan Mranggen berasal dari berbagai daerah terutama wilayah sebelah Timur Semarang. Mereka berhasil menduduki kembali kota Semarang dengan strategi yang mengutamakan pergerakan senyap. Diam-diam berjalan menuju kota dengan menyamar jadi penduduk sipil tak bersenjata pada malam hari.
Selain pasukan Mranggen yang berasal dari sebelah Timur kota Semarang, ada pula dari mereka yang berasal dari pasukan perang Ambarawa pimpinan Jenderal Sudirman. Mereka bergerilya ke Semarang dan menjalin strategi perang bersama lasykar-lasykar rakyat revolusioner.
Jenderal Sudirman sebagai komando utama dalam peristiwa Ambarawa memberi arahan supaya seluruh anak buahnya berhasil menguasai kembali kota Semarang.
Hal ini sebagaimana mengutip pernyataan dalam surat kabar Kedaulatan Rakjat (1945) berikut: “Pradjoerit kita jang soedah berhasil menggoelingkan moesoeh di Ambarawa terus berdjuang ke Semarang. Mereka haroes mereboet kembali Ibu Kota Jawa Tengah”.
Para pentolan militer yang berjuang di Ambarawa nampaknya sukses menundukkan Belanda di Semarang. Mereka hanya membutuhkan waktu 3 jam lamanya untuk menguasai kembali kota Semarang.
Atas peristiwa ini Belanda mundur perlahan dan menjauh dari pusat kota Semarang, para republieken menguasai Ibu Kota Jawa Tengah.
Baca Juga: Sejarah Belanda Bebaskan Tahanan Politik di Boven Digoel 1930
Pejuang Pertempuran Mranggen dari Golongan Toekang Listrik
Keberhasilan menguasai kembali kota Semarang oleh para pejuang republieken tak terlepas dari berbagai peran masyarakat sipil, salah satunya mereka yang berasal dari golongan Toekang Listrik.
Pekerjaannya sebagai pengalir listrik di perkotaan Semarang membuat lampu di sana padam. Mereka melakukan sabotase listrik untuk mengalihkan konsentrasi Belanda.
Setelah konsentrasi mereka teralihkan oleh aksi sabotase Toekang Listrik, para pejuang republieken bergerak menuju jantung kota. Mereka mengepung markas-markas Belanda dan menculik beberapa tentaranya sampai menggarong amunisi dan persenjataan di gudang-gudang bawah tanah.
Selain melakukan sabotase listrik, para Toekang Listrik juga membantu pejuang republiek menyerang tentara Belanda.
Mereka menggunakan peralatan seadanya untuk menjatuhkan musuh-musuhnya di medan perang. Kebanyakan dari para Toekang Listrik menggunakan alat-alat service listrik seperti kunci-kunci baut, linggis, palu, dan lainnya untuk melumpuhkan Belanda.
Menariknya kaum Toekang Listrik tidak hanya bekerja di kota Semarang saja. Setelah mereka berhasil meraih kebebasan Semarang dari tangan Belanda, para Toekang Listrik ini pergi secara bersamaan dengan pasukan Mranggen untuk melumpuhkan Belanda di daerah Toengtang. Mereka membasmi sisa-sisa Belanda dari arah kota yang lari ke Utara Semarang.
Atas bantuan Toekang Listrik, tentara pejuang kita berhasil merebut bangunan-bangunan penting yang sebelumnya dikuasai oleh Belanda dalam pertempuran Mranggen 1945 tersebut.
Salah satu diantaranya adalah markas besar mereka yang berisi dokumen-dokumen penting dan persediaan amunisi perang. Kaum republieken berhasil mengambil alih itu semua dengan mengorbankan salah seorang Toekang Listrik bernama Koewat.
Namun sayang kiprah Toekang Listrik yang rela berkorban jiwa seperti Koewat tak tercatat dalam sejarah Indonesia. Para sejarawan hanya sibuk mengurus masalah-masalah besar. Mereka fokus pada studi kasus para pemimpin dengan melupakan orang yang ada di belakang para pemimpin itu sendiri.
Mranggen jadi Basis Utama Pejuang Republik di Jawa Tengah
Keberhasilan para republieken menguasai kembali kota Semarang menjadikan Mranggen sebagai titik perjuangan Indonesia melawan Belanda di daerah Jawa Tengah. Daerah Mranggen jadi basis pertahanan rakyat Semarang dan sekitarnya.
Baca Juga: Kisah Belanda Wajibkan Siswa Belajar Sejarah Jawa Tahun 1921
Karena statusnya sebagai basis tempur rakyat Jawa Tengah, Belanda melalui pasukan udaranya pernah menggempur Mranggen dengan cara yang membabi buta. Belanda juga menggerakan tank-tank raksasa mereka dari arah Alas Gregel.
Namun karena kekuatan rakyat lebih besar, Belanda tak mampu menembus benteng pertahanan mereka.
Adapun untuk membalas serangan udara yang dilakukan oleh tentara Belanda di Mranggen, para pejuang republieken mengumpulkan semua pasukan dari laskar-laskar rakyat di sana.
Sampai tahun 1948 Semarang tidak pernah dikuasai lagi oleh Belanda, bahkan sampai Indonesia benar-benar memperoleh kedaulatan yang sah pada tahun 1949.
Salah satu kutipan dari surat kabar Kedaulatan Rakjat (1945) membuat kita mengetahui betapa kuatnya pertahanan rakyat Jawa Tengah dalam menjaga kedaulatan Semarang. Berikut cuplikannya:
“Berita pagi hari itu dari sekitar Mranggen para pejuang republieken menyataken bahwa niat moesoeh menggempoer Mranggen tidak berhasil. Peloeroe-peloereo moesoeh djatoeh berhamboeran dimoeka Kota, di belakang Semarang, dan sekitar Mranggen!!!”. (Erik/R7/HR-Online/Editor-Ndu)