Sejarawan sekaligus wartawan senior asal Amerika Serikat, Cindy Adam menuturkan, pada usia remaja dan masih berstatus pelajar HBS (Hogere Burgerlijk School), Sukarno pernah punya kekasih Bule Belanda bernama Mien Hessels.
Sukarno biasa memanggil Mien dengan panggilan sayangnya yaitu Mientje. Anak semata wayang Rd. Soekemi dan Ida Ayu Nyoman Rai ini begitu sayang pada kekasihnya, Mientje. Saking cinta pada Mientje Sukarno pernah nekat pergi apel ke rumahnya.
Namun ketika Sukarno sampai di teras depan rumah Mientje, sang ayah berkulit putih itu langsung menghadangnya. Ia mengusir Sukarno dengan kejam, membentak, dan melotot.
Mendengar kegaduhan antara Sukarno dan sang ayah membuat Mientje keluar dari kamar tidur. Ia menangis dan membentak balik sang ayah, namun Mientje tak bisa berbuat lebih. Para jongos ayah Mientje telah menyeret Sukarno keluar gerbang rumah.
Baca Juga: Meneer Both, Guru Debat Sukarno yang Pro Kemerdekaan
Dari peristiwa ini Sukarno sungguh sakit hati. Meskipun ia sama-sama bersekolah di HBS tetapi kedudukan Mientje dengannya tak bisa sama. Ada pembatas yang menyebabkan mereka berbeda: stratifikasi kolonial (Eropa, Timur Asing, dan Pribumi alias Inlanders).
Atas kejadian ini Mientje putus hubungan dengan Sukarno. Teman-teman lain mengetahui ini setelah Sukarno membeberkan semua perilaku ayahnya yang sombong di sekolah. Hal ini membuat Mientje malu dan putus asa saat bergaul dengan teman-teman.
Pertemuan Pertama Sukarno dengan Kekasih Bule
Menurut Walentina W. De Jonge dalam buku berjudul, “Tembak Bung Karno, Rugi 30 Sen” (2013), awal kali pertemuan Mientje dengan Sukarno terjadi ketika mereka berdua berstatus menjadi pelajar di HBS Surabaya.
Sukarno yang saat itu berasal dari keturunan ningrat punya kesempatan belajar dan berstatus menjadi siswa HBS.
Sedangkan Mientje sudah jelas bisa sekolah di sana. Sebab ayah Mientje adalah pejabat Belanda yang terhormat di Surabaya. Jabatan terakhir sang ayah adalah administrator perkebunan tebu di afdeling Jawa Timur.
Mientje terkenal sebagai anak yang periang, setiap hari selalu tersenyum dan menyapa teman-teman Inlanders termasuk Sukarno.
Kebiasaan menyapa Hallo! Pada Sukarno membuat Putera Sang Fajar jatuh hati padanya. Begitu juga dengan Mientje, bagaikan anak-anak yang sedang dirundung “cinta monyet”, Mientje terjebak oleh bujuk rayu manis Sukarno agar jadi kekasih hatinya.
Baca Juga: Kisah Bung Karno Meramal Kemerdekaan RI Melalui Naskah Toniel
Mientje dan Sukarno sering berjalan bersama, kadang pergi ke taman kota dan perpustakaan. Mereka belajar berdua juga bersama teman-teman HBS lainnya. Salah seorang guru HBS bernama Meneer Both bahkan sudah tahu mereka berpacaran.
Mientje Mendirikan (JPAT), Wanita Belanda Peduli Kaum Disabilitas
Sejak menjadi siswa di HBS, Mientje terkenal sebagai wanita Belanda yang punya jiwa sosial tinggi dan baik hati.
Mintje kerap menolong teman-teman yang sedang mengalami kesusahan, terutama kesulitan dalam hal finansial.
Karena Mientje anak orang kaya, secara tidak sadar ayahnya sering dimintai uang. Sang ayah yang terkenal tamak itu memberi permintaan Mientje tanpa menanyakan terlebih dahulu untuk apa uang tersebut.
Dari uang itulah Mientje menolong teman-teman yang sedang menghadapi persoalan finansial. Itu masih berstatus jadi siswa HBS, apalagi setelah ia lulus dan aktif dalam gerakan sosial di Surabaya.
Kekasih bule Sukarno itu menjadi pelopor pembangunan yayasan penolong orang-orang pribumi. Ia pernah mendirikan JPAT (Jajasan Pertolongan Kepada Anak Tjatjat) di Surabaya.
Namun ketika Perang Dunia II melanda Hindia Belanda, kepengurusan JPAT diambil alih oleh aktivis sosial pribumi. Selama situasi ini berlangsung Mientje pulang ke negeri asalnya yaitu Belanda.
JPAT berhasil menolong orang-orang penyandang disabilitas, bahkan pernah digunakan oleh para gerilyawan untuk merawat korban perang. Selayaknya yayasan kemanusiaan, JPAT merawat seluruh pasien dan penghuni tetapnya dengan sepenuh hati.
Bertemu Kembali dengan Sukarno di Surabaya
Puluhan tahun di Belanda, Mientje pada suatu kesempatan di tahun 1950 pulang ke Surabaya.
Tak disangka kepulangan Mientje pas sekali dengan kedatangan rombongan iring-iring Presiden Sukarno ke Surabaya.
Baca Juga: Tse Tu Mei Sen, Penerjemah Mandarin Sukarno yang Diteror Orde Baru
Mientje yang dahulu kekasih Putera Sang Fajar spontan menghadang iring-iringan Sukarno namun tercegah oleh protokol pengamanan presiden yang ketat.
Namun sepertinya Dewi Fortuna sedang berada di pihak Mientje, Sukarno sekelebat melihat wanita tersebut dan berhenti. Ia teringat pada wajah seseorang yang dahulu pernah singgah di hatinya.
Ketika turun dari mobil dan menghampiri Mientje, Sukarno berkata, “Huh, Mien Hessels! Mientje, Putriku yang cantik seperti bidadari sudah berubah jadi perempuan seperti tukang sihir”.
Mendengar pernyataan ini dalam bahasa Belanda yang fasih membuat Mientje sakit hati. Namun ia tak membawa perasaan atas kejadian tersebut, Mientje introspreksi diri, mungkin dahulu Sukarno juga sama sakit hatinya saat sang ayah mengusir paksa dari depan rumah Mientje.
Tak sampai di situ saja, Sukarno menambahkan kata-kata yang menyakitkan untuk Mientje sebagai berikut “Tak pernah aku melihat perempuan buruk dan kotor seperti itu”.
Namun setelah Sukarno sadar jika pernyataan itu membuat Mientje sakit hati, sang presiden pertama RI ini lekas meminta maaf pada Mientje melalui surat.
Selain itu Sukarno juga memuat tulisan pada Cindy Adam agar menerbitkan sebuah buku yang bisa meredakan amarah Mientje saat Sukarno ejek dengan sebutan wanita buruk.
Sayang beribu sayang, hingga keduanya wafat, Sukarno tidak bisa memperbaiki tali silaturahmi dengan Mientje. Cindy Adam menyebut ini sebagai pelajaran moral yang penting dan penuh dengan makna fana kehidupan. (Erik/R7/HR-Online/Editor-Ndu)