Sabtu, April 19, 2025
BerandaBerita TerbaruDokter Achmad Mochtar, Dipancung Jepang karena Vaksin Tetanus

Dokter Achmad Mochtar, Dipancung Jepang karena Vaksin Tetanus

Dokter Achmad Mochtar merupakan Kepala Direktur Lembaga Eijkman pertama di Hindia Belanda. Nasibnya tak semulus karirnya, pahlawan nasional ini gugur di tiang pancung kolonial Jepang.

Ketika Jepang datang ke Hindia Belanda tahun 1942, keadaan sosial masyarakat di Pulau Jawa mendadak berubah secara drastis. Mereka seperti tertekan dan terpaksa harus menuruti segala perintah Jepang. Peristiwa ini kemudian membentuk kerja paksa bernama Romusha.

Jepang mempekerjakan pribumi tanpa upah yang setara dengan pekerjaannya. Akibatnya banyak pribumi yang mati akibat Romusha. Tak sedikit dari mereka yang tidak kembali ke keluarganya karena tewas mengenaskan akibat terkena wabah penyakit tetanus.

Tentara Jepang yang mengawasi kejadian tersebut enggan mengantarkan jenazah terinfeksi tetanus kembali ke keluarganya. Mereka hanya menyampaikan ini secara kolektif melalui perwakilan tentara lapangan yang bertugas mengawasi situasional kota.

Baca Juga: Profil Halim Perdanakusuma: Pilot Didikan Belanda, Gugur saat Bela NKRI

Adapun yang menjadi kontroversial dari peristiwa ini adalah, tertuduhnya seorang dokter lembaga Eijkman bernama Achmad Mochtar telah menyebarluaskan penyakit tetanus melalui pemberian vaksin.

Menurut Jepang dr. Achmad Mochtar sengaja mengkontaminasi bakteri lain dalam kandungan vaksin. Ia ingin Jepang ikut kena “getahnya”.

Sebab tak sedikit dari jumlah tentara Jepang yang juga terkena penyakit tetanus. Namun karena ada beberapa pribumi yang mati duluan setelah menerima vaksin, tanpa pembuktian yang ilmiah Jepang menuduh vaksin itulah yang menyebabkan orang-orang tewas dan menjadi korban pertama malpraktek dokter.

Kisah Hidup Dokter Achmad Mochtar

Achmad Mochtar merupakan anak dari pasangan keluarga berkecukupan yaitu Omar (Ayah) dan Roekayah (Ibu). Mochtar lahir di Ganggo Hilia, Bonjol, Pasaman, Sumatra Barat pada tanggal 10 November 1890.

Sejak kecil ia terkenal sebagai anak yang pintar dan penurut. Orang tuanya bangga pada Mochtar karena kecerdasan di sekolah mengantarkan prestasi menjadi Mahasiswa Sekolah Kedokteran Jawa di Batavia bernama STOVIA.

Setelah lulus dari STOVIA pada tanggal 21 Juni 1916, anak lelaki dari seorang guru ini kemudian mengabdikan dirinya untuk masyarakat dengan menjadi seorang dokter.

Menurut R. Stone dalam Jurnal Science, Vol. 1, No. (9): 2015, pp. 30-31 berjudul, “Righting a 65 Years Old Wrong”, pengabdian Mochtar sebagai dokter bermula di daerah terpencil desa Panyabungan, Sumatera Utara selama 2 tahun dinas.

Nasib baik menyertai Mochtar tatkala bertemu dengan seorang Belanda ahli Malaria bernama, W. A. P. Schuffner. Mereka berdua saling bekerjasama menciptakan kualitas sanitasi yang baik untuk masyarakat Sumatera Utara.

Karena melihat kemampuan Achmad Mochtar sebagai seorang dokter lulusan STOVIA begitu jenius, Schuffner mengajak Mochtar ke Belanda untuk melanjutkan studi berkaitan dengan kajian penyakit menular (wabah).

Baca Juga: Shodanco Soeprijadi, Komandan PETA yang Hilang Misterius

Berkat peran Schuffner membawa Mochtar ke Belanda, ia bisa menyelesaikan disertasi doktoral di Universitas Amsterdam dengan predikat memuaskan. Laporan disertasi kedokteran Mochtar pada tahun 1927 mampu mematahkan analisa penyakit leptospira penyebab penyakit kuning saat itu.

Menurutnya bakteri tersebut tidak hanya menimbulkan “demam kuning”, tetapi wabah penyakit yang booming tahun 1920-an itu punya penyebab lain yang lebih mendasar dari diagnosis leptospira.

Menjadi Direktur Eijkman Pertama

Setelah lulus dari sekolah kedokteran di Belanda, Mochtar kembali berpetualang ke desa-desa terpencil untuk mencari penyebab lain dari timbulnya penyakit kuning.

Tidak hanya di Sumatera saja, saat itu ia mulai merambah ke pulau Jawa dan datang ke Semarang. Di kota pelabuhan pantai Utara Jawa itulah pertama kali Mochtar mulai mengembangkan sayapnya menjadi seorang dokter yang berprestasi.

Pada tahun 1937 namanya kerap muncul di jurnal Internasional kedokteran “bergengsi”. Tersohornya nama dokter Achmad Mochtar membuat Belanda yakin menariknya aktif dalam lembaga penelitian penyakit menular dan sains bernama “The Central Medical Laboratory”.

Nama ini kemudian berubah menjadi lembaga Eijkman pada awal tahun 1940-an. Belanda mempercayakan Mochtar menjadi Kepala Direktur Eijkman.

Ketika lembaga Eijkman mulai aktif melakukan penelitian oleh dr. Achmad Mochtar, prediksi Perang Dunia II meletus dan memenangkan negara Fasis sehingga berdampak pada negara-negara jajahan Eropa di seluruh Asia.

Hal ini terlihat saat Jepang menduduki Hindia Belanda pada tahun 1942. Seluruh tatanan nama Belanda mereka ubah. Tak sedikit orang Belanda kala itu menjadi sasaran Jepang, mereka bunuh dengan kejam.

Vaksin Tetanus

Saat Jepang berkuasa penuh di Hindia Belanda penjajah dari negeri Sakura tersebut menerapkan sistem kerja paksa “Romusha”. Sebagian orang-orang Jawa menjadi korbannya. Mereka bekerja secara paksa membangun benteng-benteng pertahanan Jepang di berbagai negeri jajahan mereka saat itu.

Ketika mereka pulang ke Hindia Belanda, banyak yang sakit tetanus. Jepang kemudian meminta badan penelitian penyakit menular (Eijkman) menemukan vaksinnya.

Singkat cerita drokter Achmad Mochtar bersama dengan anak buahnya di Eijkman berhasil menemukan vaksin tersebut. Pemberian vaksin selesai, namun berselang 2-3 hari kemudian mereka yang mendapatkan vaksin tetanus meninggal dunia.

Jepang curiga ada kepentingan politik dalam kandungan vaksin. Oleh sebab itu tentara Dai Nippon tersebut menuduh telak Kepala Direktur Eijkman sebagai tersangka.

Mochtar bersama kawan-kawan lainnya ditahan Jepang. Mereka menginterogasi Mochtar dengan kejam. Jepang memaksa Mochtar untuk mengakui segala tuduhan-tuduhan mereka atas vaksin yang sudah terkontaminasi virus.

Baca Juga: Profil Djuanda Kartawidjaja, Pahlawan Nasional dari Tasikmalaya

Karena tak tahan lagi menderita dan ingin membebaskan anak-anak buahnya Mochtar pun “terpaksa mengaku”.

Akibatnya tak lama kemudian Jepang memancung Kepala Direktur Eijkman dr. Achmad Mochtar. Secara kejam jasad dr. Achmad Mochtar yang tanpa kepala dimasukkan ke mesin giling uap. Jepang juga menguburkannya menumpuk di kompleks pemakaman Belanda Ancol (Ereveld) pada 3 Juli 1945.

Menutupi Kematian Dokter Achmad Mochtar

Berpuluh-puluh tahun Jepang menutupi kematian Kepala Direktur Eijkman pertama dokter Achmad Mochtar. Mereka sengaja merahasiakan ini karena khawatir Indonesia menggugat pertanggungjawaban perang pasca Jepang kalah dalam Perang Dunia II sejak tanggal 6-9 Agustus 1945.

Jepang bungkam apabila ada yang menanyakan dimana letak kuburan Achmad Mochtar yang dahulu pernah dipancung oleh Jepang. Hingga baru pada tahun 2010, regenerasi Eijkman Sangkot Marzuki berhasil menemukan tumpukan makam kuno di Ancol tempat jasad-jasad korban Jepang berkumpul.

Tim investigasi pencarian jasad Mochtar berhasil. Hingga hari ini makam Mochtar sudah baik dan layak. Setiap hari besar memperingati hari-hari Nasional tidak sedikit bunga memuhi beranda nisan Mochtar.

Saat ini pemerintah Sumatera Barat mengabadikan nama Achmad Mochtar menjadi sebuah Rumah Sakit. Begitupun sejak tahun 1968, presiden Suharto menganugerahi Satyalancana Kebaktian Sosial.

Selain itu, melalui Keppres Nomor 037/TK/Th 1972, dokter Achmad Mochtar menerima gelar Bintang Jasa Nararya atau tanda kehormatan tinggi atas jasa-jasa kepahlawanan untuk negara dan bangsa. (Erik/R7/HR-Online/Editor-Ndu)

Paslon Bupati Tasikmalaya

Tiga Paslon Bupati Tasikmalaya Nyoblos di Kampung Halaman, Optimis Menang

harapanrakyat.com,- Tiga pasangan calon (paslon) Bupati Tasikmalaya nyoblos di kampung halamannya masing-masing. Ketiganya optimis mampu meraup suara di Pemungutan Suara Ulang (PSU) Pilkada Kabupaten...
Rumah Warga Sumedang Rusak

Cerita Warga Sumedang Rumah Rusak karena Angin Puting Beliung, Terpaksa Mengungsi

Harapanrakyat.com - Pasca angin puting beliung yang menerjang dua Desa di wilayah Kecamatan Buahdua, Kabupaten Sumedang, Jawa Barat pada Jumat (18/4/2024) sore kemarin, masih...
Luna Maya Enggan Beri Komentar tentang Rencana Pernikahannya

Luna Maya Enggan Beri Komentar tentang Rencana Pernikahannya

Luna Maya, aktris terkenal Indonesia, kini tengah menjadi sorotan media setelah kabar pernikahannya dengan Maxime Bouttier mencuat. Pasangan yang terkenal dekat sejak 2023 ini,...
Mantan Gubernur Jabar

Terkait UU ITE, Mantan Gubernur Jabar Ridwan Kamil Resmi Polisikan Lisa Mariana

harapanrakyat.com,- Pencemaran nama baik, mantan Gubernur Jabar Ridwan Kamil melaporkan LM (Lisa Mariana) ke Bareskrim Mabes Polri. Laporan tersebut diajukan secara langsung oleh Ridwan...
Polres Ciamis Tangkap Terduga Pembunuh Wanita Muda di Kamar Kos, Ternyata Ini Hubungannya dengan Korban

Polres Ciamis Tangkap Terduga Pembunuh Wanita Muda di Kamar Kos, Ternyata Ini Hubungannya dengan Korban

harapanrakyat.com,- Polres Ciamis berhasil mengamankan diduga pelaku pembunuhan jenazah perempuan di sebuah kamar kos yang berada di Lingkungan Pabuaran, Kecamatan Ciamis, Jumat (19/4/2025).  Terduga pelaku...
Angin Puting Beliung Terjang Wilayah Buahdua Sumedang, Puluhan Rumah Rusak

Angin Puting Beliung Terjang Wilayah Buahdua Sumedang, Puluhan Rumah Rusak

harapanrakyat.com,- Bencana angin puting beliung serta hujan lebat dan petir menerjang dua desa di Kecamatan Buahdua, Kabupaten Sumedang, Jawa Barat. Akibat peristiwa tersebut, puluhan...