Perang Aceh merupakan peristiwa konflik Belanda dengan pribumi terpanjang dalam catatan sejarah Indonesia. Saking kuatnya persatuan rakyat Aceh, Belanda sampai mengutus mata-mata bernama Snouck Hurgronje, syekh palsu yang menipu rakyat Aceh.
Peristiwa Perang Aceh terjadi sejak tahun 1813-1912. Dua kelompok yang saling berseberangan saling berebut kekuasaan di tanah Aceh.
Terutama kolonial Belanda mengklaim sepihak bahwa Aceh bagian dari miliknya. Sedangkan kerajaan Aceh tidak setuju dengan klaim merugikan itu.
Akibatnya tanah kaya dan subur akan sumber daya rempah tersebut menjadi bola liar. Kerajaan Aceh dan Belanda saling memperebutkan wilayah kekuasaan.
Baca Juga: Sejarah Perang Aceh, Ulama Berperan Memobilisasi Massa
Beberapa sejarawan di Indonesia menilai Aceh cenderung berhasil mempertahankan kedaulatannya hingga awal abad ke-20.
Salah satu kesuksesan itu terjadi akibat Aceh memiliki basis kesatuan umat Islam yang kuat. Bahkan mereka pernah mendanai perang dari hasil sedekah.
Hal ini menandakan bahwa kekuatan Islam di Aceh sangat tinggi. Karena persatuan Umat Islam di Aceh yang kuat, Belanda kewalahan, mereka panik dan khawatir tidak bisa mengalahkan negeri Serambi Mekkah tersebut.
Karena itulah Belanda mengutus mata-mata Asing bernama Snouck Hurgronje untuk menaklukan Aceh.
Dana Sedekah Umat Islam dan Syekh Palsu Utusan belanda Snouck Hurgronje
Menurut Ibrahim Alfian dalam bukunya berjudul “Perang di Jalan Allah: Perang Aceh 1873-1912” (2016), kesuksesan perang Aceh tak lepas dari peran Umat Islam yang ringan tangan dalam bersedekah.
Mereka rela mengorbankan harta bendanya untuk kelancaran perang Sabil melawan pasukan Kaphe (Kafir) Belanda.
Aceh notabene masyarakatnya adalah orang Islam. Mereka memiliki ikatan batin yang kuat antar saudara se-iman.
Hal ini tercermin dari sikap mereka yang rela bergotong-royong membantu dana perang dari berbagai celah pendapatan selain menjadi petani dan pedagang.
Keimanan agama Islam orang Aceh nampaknya begitu kuat. Mereka sangat mempercayai kutipan firman-firman Allah SWT dalam Al-Qur’an.
Mereka rela mengorbankan seluruh harta kekayaannya. Selain mendanai perang dengan bekal harta, tak jarang mereka juga ikut berjihad dan turun langsung ke medan perang.
Mempercayai Kepala Adat, Menyimpan Dana Perang Sabil
Ketika beberapa Ulama pemimpin perang di Aceh menyebarluaskan firman di atas, rakyat Aceh berbondong-bondong mendatangi tetua atau Kepala Adat setempat.
Mereka datang dengan barang bawaan harta seperti emas, padi dan hasil kebun, hingga perak, serta logam berkilau.
Baca Juga: Profil Cut Nyak Dhien: Pahlawan dari Aceh, Menikah di Usia Belia
Semua rakyat Aceh ingin menyumbangkan harta benda untuk kepentingan perang. Mereka tidak ingin Belanda menjajah Aceh, mereka juga antusias mengikuti perang.
Oleh sebab itu selain bekal kolektif tentara kerajaan Aceh, harta benda yang mereka sumbangkan juga bisa membantu keperluan mempersenjatai prajurit baru.
Rakyat Aceh mempercayai Kepala Adat setempat sebagai pemimpin perang Aceh. Mereka juga meyakini Tetua Adat tersebut sebagai tokoh yang bisa memegang harta hasil sedekah. Sebab para Kepala Adat-lah yang nantinya akan membelanjakan harta itu untuk kepentingan perang Sabil.
Selain pada Kepala Adat, biasanya rakyat Aceh mempercayai para Ulama. Tak jarang harta hasil sumbangan dari seluruh umat Islam di Aceh mereka berikan pada Ulama.
Rakyat Aceh percaya Ulama lebih hebat dari Kepala Adat, harta benda apa pun yang mereka berikan akan menimbulkan manfaat yang luas apabila seorang Ulama yang memegangnya.
Belanda Khawatir Kalah, Mengutus Mata-mata Snouck Hurgronje
Ketika Umat Islam bersatu dalam bendera kerajaan Aceh, Belanda sempat khawatir kalah karena orang-orang Aceh nampak begitu kuat dan beringas tatkala dalam posisi siap berkuda untuk menyerang pasukan Marsose Belanda.
Kekuatan Aceh terbukti hebat setelah beberapa kali mampu memukul mundur pasukan Belanda dari tanah Serambi Mekkah. Belanda pun khawatir dan mulai panik kalah dan mengutus mata-mata Barat yang orientalis bernama Snouck Hurgronje.
Snouck Hurgronje terkenal sebagai seorang orientalis sekaligus pengkhianat bagi rakyat Aceh. Kerajaan Aceh yang tangguh dan pemberani pernah tertipu oleh Snouck Hurgronje karena menyamar jadi seorang Syekh dari Arab.
Baca Juga: Ratu Kalinyamat, Bupati Jepara Pertama yang Melawan Portugis
Karena ilmu agama Islam Snouck hebat, rakyat Aceh mempercayainya sebagai utusan Arab untuk membantu kemenangan perang melawan Belanda.
Namun siapa menyangka, Snouck Hurgronje, Syekh dari Timur tengah itu ternyata palsu. Ia justru seorang mata-mata Belanda yang cerdik dan terlatih.
Snouck pun berhasil menemukan titik lemah Kerajaan Aceh ketika berperang. Awalnya ia mengidentifikasi kekuatan Aceh terbentuk akibat pasukan Aceh merasa diri mereka secara ideologis, lebih kuat dari musuh.
Para ulama menjalankan perang propaganda dan psikologis yang bertujuan menggalakkan perjuangan bersenjata. Snouck mencuri gagasan ini dan menerapkan sistem strategi yang sama pada Belanda untuk menaklukan Aceh.
Alhasil pada ekspedisi kedua Belanda tahun 1847, pasukan Marsose menunjukan kemajuan dalam berperangnya.
Ketika sebagian pasukan Marsose pulang ke Jawa, rakyat Surabaya menyambutnya dengan membangun gerbang bertuliskan “Hormat Warga Surabaya Kepada Angkatan Darat dan Laut Belanda”.
Aceh pun baru resmi kalah dari Belanda pada tahun 1912. Belanda berhasil merebut kekuasaan Aceh akibat peran Snouck Hurgronje.
Ketika Aceh kalah, Snouck si pengkhianat ini tiba-tiba menghilang dari Aceh. Kemungkinan besar Belanda menyelamatkannya dan mendeportase ke negeri asalnya di Eropa. (Erik/R7/HR-Online/Editor-Ndu)