Fenomena curving dalam percintaan adalah jenis kegagalan yang menimbulkan luka emosional bagi korbannya. Tidak berhasil dalam romansa adalah suatu hal yang wajar, akan tetapi risiko sakit hati bisa terjadi.
Untuk menjalin hubungan yang sehat, ada baiknya kita mengantisipasi berbagai kemungkinan buruk agar kehidupan tetap stabil.
Melansir Refinery29, Brittany Cox of Thought Catalog mendokumentasikan curving pada tahun 2017. Perilaku curving agak mirip dengan ghosting, namun berpotensi menimbulkan rasa sakit yang berkepanjangan.
Jika ghosting adalah menghilang tanpa kabar, curving justru membuat korban berharap dan tidak ada niat bertemu.
Baca Juga: Mengenal Frugal Living, Gaya Hidup Hemat yang Perlu Ditiru
Saat melakukan curving, pelaku cenderung membalas chat berlama-lama namun sembari memberikan perhatian alakadarnya untuk membuat korban menyukainya.
Saat korban mengajak bertemu, pelaku sudah menyiapkan alasan ambigu untuk menunda-nunda. Akibatnya, korban jadi menaruh harapan karena berasumsi pertemuan itu akan terjadi.
Waspada Fenomena Curving dalam Percintaan
Sama halnya dengan ghosting, curving juga bisa menimbulkan dampak buruk bagi korban. Lantas, mengapa curving terkesan lebih kejam daripada ghosting?
Perbedaan Ghosting dan Curving
Ghosting adalah perilaku seseorang yang menghilang tanpa kabar, sama halnya seperti ‘hantu’. Biasanya pelaku ghosting melakukan ini karena hilang ketertarikan atau memiliki alasan lain yang tidak ada kaitannya dengan korban.
Meski menghilang tiba-tiba tidak dibenarkan, namun korban lebih mudah melepaskan diri karena tidak lagi berharap.
Sementara itu, fenomena curving dalam percintaan bisa berlangsung selama berminggu-minggu bahkan berbulan-bulan.
Pelaku akan memberi perhatian alakadarnya agar korban tidak kehilangan minat. Alih-alih menghilang, pelaku cenderung membalas pesan berlama-lama kemudian berulang kali meminta maaf.
Sebagai contoh, pelaku membalas chat seminggu kemudian dengan alasan sibuk. Saat korban menanyakan kepastian janji temu, pelaku mengganti topik menjadi obrolan ringan tanpa arah. Familiar dengan kejadian seperti itu?
Baca Juga: Waspada Gaya Hidup Hedonisme, Kesenangan Tiada Batas
Alasan Orang Melakukan Curving
Psikolog Ann Rosen Spector, PhD mengatakan bahwa fenomena curving dalam percintaan terjadi karena seseorang berusaha menghindari konfrontasi.
“Daripada menolak secara langsung, mereka lebih suka menunda-nunda tanpa kejelasan,” ucapnya kepada Women Health’s Magazine.
Curving memang bukan hal yang baru dalam dunia percintaan, namun bisa lebih berbahaya dari ghosting. Pelaku tidak berniat mengikat korban, akan tetapi, ia mengira bahwa cara itu adalah penolakan yang paling halus.
Karena tidak berani menolak secara tegas, pelaku cenderung membuat korban menunggu supaya pergi dengan sendirinya.
Dampak Curving Bagi Korban
Fenomena curving dalam percintaan memberi dampak psikologis pada korbannya. Kegiatan romansa bagi kaum lajang seharusnya menjadi masa-masa indah untuk menjajakan diri.
Sayangnya, ketika terjebak dalam curving, korban membuang-buang waktunya karena berusaha mendapat perhatian dari satu orang.
Korban akan terus mengecek ponsel, menunggu balasan, bahkan bertanya-tanya apakah pelaku menyukainya atau tidak.
Akibatnya, ruang gerak korban menjadi terbatas karena memikirkan pelaku secara berlebih. Situasi ini pun sering membuat korban melupakan hal-hal penting dalam hidupnya.
Selain itu, fenomena curving dalam percintaan juga menimbulkan perasaan depresi, marah, bingung, dan takut kehilangan.
Padahal, pelaku curving jelas tidak menunjukkan minat dalam menjalin komitmen. Namun korban sulit untuk melepaskan diri karena beribu alasan pelaku yang mewajarkan perilakunya.
Baca Juga: Kerja Tak Kenal Libur, Tanda Work Life Balance Belum Terpenuhi
Cara Melepaskan Diri dari Curving
Bagi kamu yang terjebak dalam situasi ini, ketahui kapan harus berhenti. Ketimbang bertanya-tanya apakah ia menyukaimu atau tidak, akan lebih baik jika kamu melihat caranya memperlakukanmu.
Semisal ketika ia membatalkan janji, apakah ia menawarkan waktu lain untuk bertemu? Apakah janji itu benar-benar ditepati, atau ia menundanya lagi?
Ketidakmampuan seseorang dalam menepati janji seharusnya menjadi sebuah red flag atau peringatan bagimu untuk tidak melangkah lebih jauh.
Membalas sikapnya dengan sikap pasif-agresif juga tidak memberi hasil yang sepadan. Jangan takut mengutarakan rasa keberatan setiap kali menerima perlakuan yang tidak adil. Keberanian untuk membela diri bisa mengakhiri fenomena curving dalam percintaan.
Bagaimana Seharusnya Menolak?
Tidak ada yang namanya cara menolak baik-baik. Pada kenyataannya, semua penolakan itu memang menyakitkan, namun rasa sakit yang timbul akan jauh lebih minim jika disampaikan dengan tegas. Akan jauh lebih baik jika kamu tidak menunda-nunda untuk menolak.
Jika ia adalah orang yang baru kamu kenal atau ditemui beberapa kali, langsung saja tolak tanpa bertele-tele. Sampaikan alasan penolakan yang masuk akal agar ia tidak salah paham.
Jika kamu takut menolak seseorang karena tidak mau menyakitinya, pahami bahwa fenomena curving dalam percintaan akan sangat menyakitkan. (R7/HR-Online/Editor-Ndu)