Ciamis, (harapanrakyat.com),- Warga Desa Kertahardja Kecamatan Cijeungjing mempersoalkan pencemaran limbah pabrik pengolahan aci kawung. Pasalnya, limbah pabrik tersebut menimbulkan bau dan mengotori air sungai Cisepet.
Terlebih, di musim kemarau ini, warga di lima Rukun Tetangga (RT) Desa Kertahardja, menggantungkan kebutuhan air bersih untuk mandi, cuci dan kakus (MCK) sehari-hari dari sungai Cisepet.
Bahkan, beberapa waktu lalu, warga sekitar alur sungai Cisepet sempat melakukan aksi protes kepada pemerintahan desa, terkait pencemaran limbah yang ditimbulkan oleh pabrik pengolahan aci kawung.
Seorang warga yang enggan dikorankan namanya, Minggu lalu, mengatakan, sebagian warga di wilayahnya sering terganggu akibat bau busuk menyengat dan kotoran yang mengalir ke sungai, bahkan air sungai Cisepet sempat menghitam.
Menurut dia, warga saat ini sedang dilanda kekeringan. Jadi wajar, jika warga mempersoalkan pencemaran air. Soalnya, warga hanya menggantungkan kebutuhan air dari keberadaan sungai Cisepet.
Di tempat terpisah, Sekretaris Desa Kertahardja, Zainal Arifin, mengatakan, pihaknya sudah mencoba menengahi permasalahan tersebut dengan mempertemukan unsur pemilik pabrik warga dan jajaran pemerintahan tingkat desa hingga kabupaten.
Pada pertemuan itu, kata Zainal, pihak pemilik pabrik menyanggupi untuk mencari cara/ solusi agar bau tak sedap, dan pencemaran air tidak mengganggu warga. Solusi itu berupa pembuatan kolam penampungan limbah cair, dan pemberian zat anti bau untuk limbah padat.
Meski begitu, Zainal menilai, permasalahan yang ditimbulkan pabrik aci kawung sangat dilematis. Satu sisi, kata dia, limbah yang ditimbulkan sangat mengganggu warga di wilayah tersebut.
Namun, di pihak lain, keberadaan pabrik aci kawung sangat membantu perekonomian warga. Kontan saja, di Desa Kertahardja terdapat 5 pabrik pengolahan aci kawung.
“Kelima pabrik tersebut sudah mampu menyerap tenaga kerja hampir 5 ratus orang. Memang, pada awalnya ada yang meminta agar pabrik tersebut ditutup, namun hal itu urung dilakukan, karena pabrik tersebut dinilai sangat membantu perekonomian warga juga,” katanya.
Zaenal melanjutkan, keberadaan pengolahan aci kawung sudah turun-temurun, yakni kurang lebih sejak tahun 1920-1980. Selain itu, pabrik pengolahan aci kawung yang saat ini ada, sudah memiliki ijin operasional.
Hanya saja, pemerintah Desa Kertahardja mencoba mengambil langkah agar aset berharga desa tersebut tetap bertahan. Di samping itu, lingkungan tempat tinggal juga tidak terganggu.
“Salah satunya juga dengan menjalin kerjasama dengan sejumlah peneliti dari Bandung, untuk menetralisir pencemaran yang ditimbulkan pabrik pengolahan aci kawung tersebut,” katanya.
Lalu, Zainal menambahkan, solusi sementara yang disepakati adalah bagaimana cara agar limbah kawung cair tidak mengalir ke sungai, dan limbah padat tidak menimbulkan bau.
Di tempat berbeda, H. Ateng, seorang pemilik pabrik/ pengolahan aci kawung, membenarkan persoalan yang timbul akibat limbah yang dianggap mencemari lingkungan Desa Kertahardja.
Menurut Ateng, saat ini pihaknya tengah melakukan upaya, agar limbah yang menggunung di sekitar pabrik pengolahan aci kawung miliknya, habis tidak tersisa. Termasuk dengan mencari informasi soal pemanfaatan limbah kawung, baik cair atau padat.
Namun begitu, untuk menangangi keluhan warga, pihaknya sudah membuat penampungan limbah cair dan menyediakan obat anti bau. Sementara ini, kata Ateng, keluhan warga di wilayahnya sudah bisa teratasi.
“Kami sudah membuat penampungan limbah cairnya, sementara untuk menetralisir bau, sementara ini kami melakukan penyemprotan limbah padat dengan Whippol,” katanya. (DK)