Syu’bah Asa pernah menjadi seorang tokoh yang tenar di sepanjang tahun 1980-1990-an. Kepopuleran nama Syu’bah seiring dengan tersebarnya film kolosal bersejarah yakni Pengkhianatan G30S/PKI 1965 yang disutradarai oleh seniman kondang, Arifin C. Noer.
Pasca dirilisnya film Pengkhianatan G30S/PKI 1965 oleh PFN (Produksi Film Negara) pada tahun 1984, nama Syu’bah Asa semakin terangkat ketenarannya.
Selain terkenal karena memerankan Aidit dengan cara yang sangat mirip, Syu’bah semakin dapat panggung dalam dunia film, karena Ia juga merupakan seseorang yang hidup dalam dunia tulis menulis sebagai wartawan sekaligus staf redaksi senior di Tempo.
Baca Juga: Kisah Pencarian Pusara DN Aidit, Ditemukan di Tempat Sampah?
Wajah Syu’bah setiap akhir bulan September biasanya akan menghiasi layar kaca televisi Anda di rumah melalui film Pengkhianatan G30S/PKI 1965. Namun apakah Anda tahu, pemeran Aidit ini sebenarnya adalah seorang wartawan?
Profil Syu’bah Asa
Syu’bah Asa merupakan pria kelahiran Pekalongan, Jawa Tengah tanggal 21 Desember 1941. Semenjak remaja Ia sudah tertarik dengan dunia sastra.
Oleh sebab itu menjelang umur masuk kuliah, Syu’bah memilih jurusan yang berkaitan erat dengan kesusasteraan dan Filsafat, sampai tamat Ia memperoleh gelar Sarjana Muda di Institut Agama Islam Negeri Yogyakarta, atau sekarang Universitas Islam Negeri (UIN) Sunan Kalijaga.
Latar belakang pendidikan yang Islamis adalah tujuan awal Syu’bah Asa dalam meraih cita-citanya yang ingin menjadi seorang Kyai.
Figur Kyai menurut Syu’bah merupakan “Jelmaan Manusia Hebat” yang bisa merebut dua kesuksesan sekaligus secara berturut-turut, yaitu mendapat kesuksesan di dunia dan juga mendapat kesuksesan di Akhirat.
Namun terlepas dari pernyataan di atas, figur menjadi Kyai di mata Syu’bah adalah pengaruh lingkungan di daerah Pekalongan, daerah yang juga terkenal dengan sebutan Kota Santri.
Oleh sebab itu peran lingkungan ikut mendominasi cita-cita Syu’bah Asa menjadi seorang Kyai dan memutuskan untuk sekolah di IAIN Yogyakarta.
Baca Juga: Kisah DN Aidit, Remaja Agamis yang Jadi Tokoh PKI
Menjadi Wartawan Tempo
Di sela-sela perkuliahannya pada tahun 1970-an, konsentrasi Syu’bah mulai terganggu untuk menuntaskan perkuliahan dengan singkat. Hal ini karena melambungnya karir Syu’bah dalam majalah EKSPRESS.
Saat nama Syu’bah Asa mendapatkan panggung dalam dunia kewartawanan majalah EKSPRESS, akhirnya Ia memilih pergi meninggalkan Yogyakarta ke Jakarta.
Kepopuleran nama Syu’bah Asa dalam dunia kewartawanan tidak hanya ada pada panggung Majalah EKSPRESS.
Akan tetapi setelah majalah EKSPRESS ini mengalami sengketa, nama Syu’bah semakin terkenal ketika Goenawan Mohammad, Salim Said, dan Syu’bah sendiri mendirikan media massa baru bernama TEMPO.
Dalam TEMPO, pria kelahiran Pekalongan, Jawa Tengah itu menduduki jabatan mentereng yakni, Staff Redaksi Edisi Pertama TEMPO tahun 1971.
Mengenal Dunia Akting
Selain menjadi redaksi yang berpengaruh dalam dinamika TEMPO, Syu’bah Asa yang berjiwa seni tinggi ini mencoba menerima tawaran memerankan tokoh paling kontroversial DN. Aidit (PKI) oleh Sutradara kondang Arifin C. Noer.
Tawaran ini datang seiring dengan proyek yang sedang digarap oleh Arifin C. Noer yaitu, pembuatan film kolosal untuk memperingati peristiwa bersejarah, Hari Kesaktian Pancasila atau peristiwa pengkhianatan G30S/PKI 1965.
Baca Juga: Kebangkitan PKI setelah Musso Tewas dan Kudeta DN Aidit
Arifin C. Noer memilih Syu’bah untuk memerankan DN Aidit bukan hanya karena ada kemiripan secara fisik.
Akan tetapi Syu’bah Asa juga merupakan seniman teater yang profesional. Salah satu grup teater yang pernah disambanginya adalah Bengkel Teater milik WS. Rendra.
Selain pernah bergabung dengan Bengkel Teater, prestasi kesenimanan Syu’bah juga tercermin dari pengalamannya yang pernah terdaftar menjadi Anggota Dewan Kesenian Jakarta, (1978).
Selain itu, Ia juga pernah menjadi dosen keaktoran di Institut Kesenian Jakarta (IKJ). Kutipan menarik dari Syu’bah Asa dalam berkesenian yaitu, seni jangan kejar setoran.
Dalam bahasa sekarang “seni jangan dikejar deadline”. Hal ini sebagaimana mengutip Taufik Wijaya dalam Jurnal UNKRIS berjudul, “Syubah Asa”, (Wijaya, 2015: 14). (Erik/R7/HR-Online/Editor-Ndu)