Sejarah Indonesia mencatat pernah ada seorang seniman terkenal pada zaman Orde Lama yang pernah menjadi Gubernur DKI Jakarta tahun 1960. Akan tetapi banyak orang asing dengan namanya yakni, Hermanus Joel Ngantung, atau biasa disapa oleh sejawat senimannya dulu dengan nama Henk Ngantung.
Henk Ngantung terkenal sebagai seniman dalam bidang melukis. Akan tetapi sesekali Henk dipercaya oleh Presiden Soekarno untuk membangun mega proyek momentum kesenian di Jakarta seperti, membangun patung selamat datang, dan pembebasan Irian Barat.
Saat ini prestasi yang pernah diperoleh oleh Henk seolah hilang dari memori sejarah orang-orang. Padahal beliau adalah seniman yang terampil sekaligus teknokrat yang intelektual.
Baca Juga: Profil Iding Soemita, Buruh Kontrak Asal Tasikmalaya, Berpolitik di Suriname
Pada kesempatan ini penulis akan mengajak pembaca untuk mendalami apa penyebab hilangnya memori sejarah terkait Henk Ngantung, seorang seniman yang pernah memimpin Jakarta. Berikut adalah ulasannya.
Profil Henk Ngantung, Seniman yang Militan
Nama aslinya adalah Hermanus Joel Ngantung, seorang seniman intelektual yang lahir di Manado pada tahun 1921. Henk Ngantung adalah nama akrabnya di kalangan seniman dan politisi Jakarta.
Semenjak muda Henk Ngantung aktif dalam berbagai kerja-kerja berkesenian. Beberapa orang menyebut keterampilan Henk dalam berkesenian sangat kreatif dan inovatif.
Tak heran banyak diantara lembaga kesenian yang saat itu sudah memiliki nama besar memilih Henk untuk menjabat salah satu posisi dalam organisasi tersebut.
Kemunculan Henk dalam dunia seni tidak hanya era Orde Lama sebagaimana kisah kedekatan Henk dengan Soekarno, akan tetapi sejak zaman pendudukan Jepang Henk Ngantung sudah aktif dalam berbagai organisasi kebudayaan ciptaan Dai Nippon.
Henk Ngantung juga dikenal sebagai seorang seniman yang militan, hal ini tercermin dari kegiatan Henk yang kerap mengajak memberontak para pejuang perempuan melawan tentara Nippon.
Dalam melakukan agitasi perlawanan terhadap Jepang, Henk sering menggunakan keterampilan berkeseniannya yang provokatif. Seperti membuat lukisan yang berirama perlawanan.
Baca Juga: Profil Jenderal Hoegeng, Polisi Jujur yang Anti Korupsi
Mantan Gubernur Jakarta
Semenjak kemerdekaan Republik Indonesia nama Henk Ngantung dalam kancah berkesenian begitu gemilang.
Popularitas nama Henk Ngantung sebagai seniman juga tak terlepas dari kedekatan seniman militan ini dengan tokoh-tokoh Nasional seperti Presiden Soekarno.
Relasi kedekatannya dengan Presiden Soekarno membuat Henk Ngantung kenal dan akrab dengan berbagai tokoh politik berbagai aliran, terlebih ketika Henk bergabung dengan Lekra (Lembaga Kebudayaan Rakyat) yang berafiliasi dengan PKI.
Hingga pada tahun 1960 Presiden Soekarno pernah memberikan kekuasaan pada Henk Ngantung untuk menjabat sebagai Gubernur Jakarta, menggantikan Gubernur Soemarno yang menjabat sebelumnya.
Relasi kedekatan Henk dengan Presiden Soekarno membawa sosok seniman gemilang ini menjadi Gubernur kepercayaan sang Presiden.
Pada saat itu Henk Ngantung dipercaya untuk membangun Jakarta sebagai Ibukota Indonesia yang megah. Henk Ngantung juga menjadi salah satu seniman Indonesia yang terlibat dalam politik mercusuar Soekarno.
Politik mercusuar merupakan cita-cita Soekarno membangun Jakarta dengan tujuan merubah citra Jakarta sebagai pusat penerangan yang menerangi Negara-negara berkembang di Asia.
Namun perjalan karir Henk Ngantung dalam perpolitikan meredup seiring dengan terjadinya peristiwa G30S/PKI pada tahun 1965.
Pernah Gabung dengan Lekra
Meredupnya karir politik Henk Ngantung pada tahun 1965 terjadi karena keterlibatannya dengan Lembaga Kebudayaan Rakyat (Lekra).
Lekra kerap diidentikan dengan organisasi Ounderbouw PKI, oleh sebab itu pasca peristiwa G30S/PKI, apapun yang berbau Ounderbouw organisasi Palu Arit terkena imbasnya.
Henk Ngantung sebagai seniman yang aktif dalam berorganisasi membuat dirinya pernah menjabat sebagai sekretaris umum Lekra. Selain itu Henk juga menjadi tokoh yang berpengaruh dalam perkembangan Lesrupa (Lembaha Seni Rupa) yang juga bagian dari Lekra.
Hal ini yang kemudian membawa nama Henk Ngantung terjebak dalam fitnah membabi buta yang membuat orang melayangkan tuduhan bahwa ia adalah PKI.
Pernyataan tersebut sebagaimana mengutip Obed B. Wicandra dalam bukunya berjudul “Henk Ngantung: Saya Bukan Gubernurnya PKI”, (Obed B. Wicandra, 2017: 37).
Baca Juga: Maestro Seni Abstrak, Sejarah Affandi Pelukis yang tak Membutuhkan Kuas
Karena tuduhan yang membabi buta dari para politisi yang tidak menyukai Henk Ngantung menjabat sebagai Gubernur Jakarta nampaknya sebuah kerugian untuk pembangunan Ibukota.
Sebab jika Henk saat itu masih bisa meneruskan jabatannya, kemungkinan besar Jakarta menjadi Ibukota RI yang banyak menyimpan karya-karya kebudayaan seperti kesenian layaknya kota-kota di Eropa seperti Prancis.
Karya Henk Ngantung
Beberapa peninggalan dari kegemilangan nama Henk Ngantung di Jakarta hanya sedikit. Itu juga tidak banyak diketahui oleh orang banyak, sebab referensi mengenai Henk masih ditutup-tutupi.
Adapun karya-karya hasil dari buah kerja berkesenian Henk untuk Jakarta saat ini masih bisa kita jumpai seperti, Patung Selamat Datang yang berdiri megah di bundaran Hotel Indonesia (HI).
Patung tersebut menggambarkan sambutan bagi siapa pun yang pernah datang ke Jakarta. Akan tetapi sebagian menganggap patung ini sebagai sebuah simbol penyambutan untuk tamu para Asing yang sewaktu-waktu mengunjungi Indonesia.
Selain patung Selamat Datang yang ada di bundaran HI, beberapa karya Henk yang berkaitan dengan mega proyek politik mercusuarnya Soekarno adalah Patung Pembebasan Irian Barat.
Dalam patung itu kita bisa menyimpulkan bahwa terdapat simbol perlawanan. Terutama untuk melawan Belanda yang kala itu mengincar Irian Barat sebagai bagian dari wilayah jajahannya yang belum merdeka.
Presiden Soekarno menganggap Irian Barat sebagai salah satu daerah kepulauan milik Indonesia yang perlu dipertahankan, sehingga untuk menyemangati para tentara yang kala itu ditugaskan di Irian Barat, Soekarno membangun patung simbolis perlawanan.
Selain karya-karya patung, Henk Ngantung juga terkenal sebagai pelukis kesayangan Soekarno. Salah satu diantara lukisan yang pernah dibuat Henk untuk Soekarno berjudul Lukisan Memanah.
Lukisan tersebut menjadi istimewa untuk Soekarno karena model yang ada dalam lukisan itu adalah Soekarno. Saat ini lukisan Memanah masih tersimpan dengan baik di Istana Kepresidenan Republik Indonesia.
Hidup dalam Keterasingan
Setelah mengalami hidup yang serba mudah, pasca turunnya Henk dari tampuk kekuasaan Gubernur Jakarta membuat dirinya hidup dalam keterasingan.
Kesusahan finansial membuat Henk Ngantung jatuh sakit dan menderita Glaukoma Akut yang menyebabkan kebutaan di mata sebelah kanan. Sementara mata kiri hanya bisa melihat dan berfungsi 30% saja.
Baca Juga: Sejarah Raden Saleh, Pelukis Pribumi Pertama Penerima Beasiswa ke Eropa
Akan tetapi dibalik keterbatasan Henk itu, seniman asal Manado ini terus mengerjakan lukisan untuk menopang kebutuhan keluarga mereka sehari-hari.
Mirisnya Henk Ngantung melukis harus menggunakan bantuan kaca pembesar karena mata yang hampir buta karena penyakit Glaukoma.
Kehidupan Henk berpindah dari pusat kota Jakarta menjadi perkampungan kumuh di daerah Cawang. Rumahnya kecil dan terhimpit oleh bangunan-bangunan pencakar langit membuat sang seniman pelukis Soekarno ini semakin menderita.
Hingga pada akhirnya Hermanus Joel Ngantung atau seniman yang akrab disapa Henk Ngantung ini meninggal dunia di Jakarta pada tahun 1991.
Sampai meninggal dunia Henk mantan Gubernur Jakarta tahun 1960-an ini tidak mendapat perhatian pemerintah. Bahkan hingga saat ini referensi yang membahas tentang sejarah dirinya pun masih terbatas karena ditutup-tutupi.
Itulah sepenggal catatan sejarah Indonesia yang bercerita tentang dinamika kehidupan Henk Ngantung. Seniman sekaligus mantan Gubernur Jakarta yang terlupakan, semoga bermanfaat. (Erik/R7/HR-Online/Editor-Ndu)