Berita Banjar, (harapanrakyat.com),- Menjelang hari raya kurban Idul Adha 1443 H, wabah penyakit kuku dan mulut (PMK) yang menyerang hewan ternak seperti kambing, sapi dan domba, termasuk di Kota Banjar, Jabar.
Hal itu tentunya berpotensi mengganggu aktivitas kurban.
Menyikapi wabah PMK tersebut, Majelis Ulama Indonesia (MUI) Kota Banjar, Jawa Barat, menjelaskan status hukum keabsahan penggunaan hewan ternak yang terjangkit PMK untuk dijadikan hewan kurban.
Ketua Majelis Ulama Indonesia (MUI) Banjar, H Supriana, mengatakan, pada dasarnya hukum berkurban sendiri adalah sunnah muakkadah (dikukuhkan) bagi umat islam yang sudah berakal dan mampu.
Adapun hewan yang dijadikan sebagai hewan kurban tersebut harus memenuhi beberapa persyaratan, di antaranya hewan tersebut kondisinya harus sehat.
Tidak cacat seperti buta, pincang, tidak terlalu kurus, dan tidak dalam keadaan sakit serta hewan tersebut sudah cukup umur.
Baca juga: Pasar Hewan Memprihatinkan, Dinas di Kota Banjar Saling Lempar Tanggung Jawab
“Jadi secara syar’i syaratnya itu hewan tersebut harus sehat secara fisik, cukup umur dan tidak cacat,” kata Supriana di Kota Banjar, Jumat (17/6/2022).
Penjelasan MUI Kota Banjar Kaitan Surat Edaran MUI Pusat Tentang Hewan Kurban
Lanjutnya menjelaskan, berdasarkan surat edaran MUI pusat hukum kurban menggunakan hewan yang terjangkit PMK itu hukumnya terbagi secara rinci.
Apabila hewan terkena PMK kategori ringan seperti lepuh ringan pada celah kuku, lesu, tidak nafsu makan dan keluar air liur lebih dari biasanya maka hukumnya sah dijadikan hewan kurban.
Apabila terkena PMK dengan gejala klinis kategori berat seperti melepuh pada kuku hingga kuku terlepas bahkan menyebabkan pincang atau tidak bisa berjalan, serta menyebabkan sangat kurus maka hukumnya tidak sah dijadikan hewan kurban.
Kemudian, lanjutnya, jika hewan tersebut terkena PMK kategori berat dan sembuh dari PMK dalam rentang waktu yang diperbolehkan kurban (tanggal 10-13 Dzulhijjah) maka hewan ternak tersebut sah dijadikan hewan kurban.
Apabila terkena PMK kategori berat dan sembuh setelah lewat rentang waktu yang diperbolehkan kurban maka sembelihan hewan tersebut dianggap sedekah. Bukan kurban.
“Penjelasan itu mengacu fatwa MUI Nomor 32 tahun 2022 tentang panduan pelaksanaan ibadah kurban saat kondisi wabah PMK. Kemarin kami juga sudah rapat koordinasi dengan Dinas Peternakan provinsi tentang hal itu,” jelasnya.
Kewenangan Dinas Peternakan
Lebih lanjut ia mengatakan, meski begitu untuk menentukan sehat dan tidaknya hewan kurban harus dilakukan oleh petugas kesehatan hewan dari instansi terkait, dalam hal ini Dinas Peternakan Kota Banjar.
“Untuk memastikan hewan itu sehat diharapkan ada SKKH (Surat Keterangan Kesehatan Hewan) yang diterbitkan oleh Dinas Peternakan,” katanya.
Terpisah, Kepala Dinas Ketahanan Pangan, Pertanian dan Peternakan Kota Banjar, Agus Kostaman, melalui Kabid. Peternakan Iis Meilia, mengatakan, menjelang Idul Adha pihaknya memastikan pemeriksaan kesehatan hewan.
Terlebih lagi, saat ini masih dalam kondisi wabah penyanyi kuku mulut (PMK). Adapun untuk ternak yang dinyatakan sehat akan diberikan tanda khusus.
“Menjelang Idul Adha atau kurban, pasti ada pemeriksaan dari pemerintah Kota Banjar. Apalagi kondisi sedang wabah PMK dan untuk ternak yang dinyatakan sehat nanti bakal diberi pin sehat,” katanya. (Muhlisin/R8/HR Online/Editor Jujang)