Subakti Hamara
Berawal dari memahami bahwa sebatang pohon kelapa memiliki kegunaan yang luar biasa, mulai dari buah kelapa, batok, sabut, batang bahkan hingga ke pelepah kelapa. Seorang pemuda asal dusun Sukaharja, Desa Karyamukti, Kec. Pataruman, dengan keuletan tinggi, kini telah dapat memperkerjakan warga sekitar dalam mengolah berbagai produk dari sebutir buah kelapa.
Darus (30), mengawali usaha menjadi pengepul pisang dan kelapa, meyakini bahwa usaha yang telah lama digelutinya kelak akan berbuah manis. Sebelumnya dia hanya memenuhi permintaan pisang dan kelapa untuk pasar konsumsi di Cirebon. Tak ayal, usahanya sering kali menemui berbagai kendala.
Mulai dari harga yang tak pernah stabil, pembayaran tak lancar dari penerima barang, bahkan hingga permasalahan klasik para pengusaha kecil yaitu, minimnya permodalan dan kepercayaan pihak per-bankan.
Bukan hanya itu, menurut penuturan Darus, bandar pisang dan kelapa di Cirebon yang sering dia pasok. Hampir setiap saat mengeluhkan kwalitas pisang dan kelapa kirimannya.
“Triknya selalu tidak puas dengan kwalitas pisang dan kelapa yang dikirim, meski begitu, bandar itu juga selalu meminta untuk dipenuhi pasokannya. Bahkan, hingga dikirim barang bagus pun masih tetap saja Nyawad,” ucapnya berkisah.
Dari fakta tersebut, Darus meyakini, bahwa kebutuhan kelapa dan pisang tak pernah berhenti. Sebab, kedua buah komoditi tersebut dapat diproduksi menjadi berbagai olahan lainnya.
Hingga suatu saat, pemuda kelahiran Ciamis, 3 Oktober 1981 itu, mendapatkan informasi bahwa batok kelapa dapat diolah menjadi sebuah hiasan keramik dinding, dan memiliki potensi pasar ekspor ke daratan Eropa.
Mendengar peluang itu, Darus memantapkan niatnya untuk menelusuri kebenaran informasi tersebut. Bak pucuk dicinta ulam tiba, ternyata perusahaan yang memproduksi keramik dinding batok kelapa, berada tak jauh dari kota Cirebon.
“Saat itu hanya bermodal keingin-tahuan saja memberanikan diri mendatangi perusahaan tersebut. Dan setelah diberi penjelasan mengenai cara mengolah batok kelapa menjadi potongan kecil berukur tiga sentimeter, saya tak langsung menyanggupinya. Lalu pulang dan selalu memikirkannya,” paparnya.
Tak berselang lama, tutur Darus, perusahaan tersebut meneleponnya dan menanyakan masih memasok kelapa dan pisang ke Cirebon tidak. Akhirnya, ia memutuskan untuk kembali menemui manager produksi perusahaan tersebut.
”Pihak perusahaan menawari untuk mencoba memproduksi kepingan batok bahan baku keramik dinding. Dan saat itu pun diberi tiga buah mesin produksi,” ungkapnya.
Meski masih kebingungan atas kesempatan dihadapannya, Darus tak mundur sedikitpun untuk mencobanya. Alhasil, kepingan batok hasil produksinya memenuhi kriteria quality control (QC) perusahaan itu, dan memutuskan diri menjadi supplier untuk wilayah priangan timur.
Lagi-lagi, usahanya yang tengah membaik menemui berbagai kendala seperti, pasokan bahan baku batok kelapa yang harus berebut dengan kebutuhan pembuatan arang kelapa, dan batok kelapa semula hanya limbah kini menjadi bahan baku potensial.
“Awalnya satu mobil pick up itu hanya tiga ratus ribu rupiah, tak lama naik menjadi lima ratus ribu rupiah. Belum lagi, rebutan dengan pengrajin arang. Akhirnya capaian produksi tak kunjung meningkat,” ujarnya.
Terpaan untuk mencapai titik sukses terus menderanya, setelah bahan baku, pihak pabrik memberhentikan bantuan penambahan mesin produksi. Ibarat sudah jatuh tertimpa tangga, itulah yang dialami darus dalam enam bulan belakangan ini.
Menghadapi kendala tersebut, Darus memiliki semboyan untuk memacu semangatnya agar tak padam. Dia berkata, Manuk Hiber ku Jangjangna, Manusia Hirup ku Akalna.
Atas semboyannya itu, Darus mengakui ketidak cermatan dalam menjalankan usaha barunya. Dia melupakan bahwa bahan baku utama usahanya yaitu, sebutir buah kelapa.
Ia pun mensiasati kendalanya tersebut dengan kembali terjun menjadi pengepul buah kelapa. Kenapa begitu?. Menurutnya, mengepul kembali kelapa akan memastikan dirinya memiliki bahan baku produksinya yaitu, batok kelapa.
Lalu bagaimana dengan buah kelapanya?. Dulu sewaktu menjadi pemasok kelapa ke Cirebon, kelapa berukuran kecil yang ter-afkir ia olah menjadi kopra, dari hasil olahan itu dapat menjadi pendapatan sampingannya.
Kini, Darus bersama teman-temannya memutuskan untuk memproduksi kopra dari buah kelapa untuk dijual ke pabrik minyak kelapa. Beberapa pabrik minyak kelapa telah siap menampung kopra produksinya.
Meski satu teratasi permasalahan dalam menjalankan usahanya, Darus masih terbelenggu kendala lainnya. Menambah jumlah mesin produksi kepingan batok bahan baku keramik menjadi tantangan terberatnya saat ini.
“Kenapa berat, karena tak ada cara lain untuk mengatasinya hanya dengan menambah jumlah modal untuk membuat mesin sendiri,” tandasnya.
Dikatakan Darus, satu unit mesin potong, cetak dan penghalus kepingan batok, setelah dihitungannya memerlukan pendanaan Rp. 2,2 juta/unit. Sementara, jumlah mesin yang dibutuhkan sebanyak 20 unit. “Tentunya bukan modal sedikit,” tegasnya.
Saat ditanya apa harapannya atas kendala terberatnya itu, Darus hanya berharap, pihak per-bankan mampu menjalankan program pemerintah dalam Kredit Usaha Rakyat (KUR) sesuai dengan yang gariskan aturan.
“Agar pihak Pemkot Banjar mengeluarkan peraturan pembatasan penebangan pohon kelapa produktif. Dan bila akan ditebang harus pohon kelapa yang sudah tak produktif, serta member petani benih kelapa berkwalitas,” ujarnya penuh harap. Semoga pihak per-bankan dan Pemkot Banjar tak berat memenuhi keinginan Darus yang ringan. ***