Pesantren Batuhampar terkenal dengan berbagai kisah. Salah satunya adalah sejarah mengenai daerah tersebut yang merupakan pusat pendidikan Islam se-Sumatera.
Berita Batuhampar sebagai basis Islam se-Sumatera sudah mengudara sejak zaman kolonial Belanda. Sejarah mencatat keunikan tempat ini sebagai pusat pendidikan Islam.
Sebab beberapa santri yang daftar untuk menjadi santri berasal dari seberang pulau seperti, Kalimantan, dan Malaya.
Baca Juga: Sejarah Mochtar Kusumaatmadja, Orang Sunda yang Mendunia
Anak-anak para pemangku adat Kalimantan, dan Malaya yang mengirimkan putra-putri terbaiknya menjadi santri pada pesantren Batuhampar.
Sementara anak daerah dari Sumatera sendiri yang menjadi lulusan terbaik pesantren tersebut adalah, ayahanda dari Bung Hatta bernama Haji Muhammad Djamil.
Muhammad Djamil sapaannya, adalah pemuda yang pandai yang telah menjadi santri berpuluh-puluh tahun lamanya.
Berikut ini kisah tentang pesantren Batuhampar yang jarang dibahas di dalam literasi.
Kedatangan Syekh Abd. Rahman Mengawali Tradisi Pesantren Batuhampar
Mohammad Hatta menulis dalam bukunya berjudul, “Bukittinggi – Rotterdam lewat Betawi”, mengatakan awal peradaban tradisi pesantren Batuhampar sejak datangnya Syekh Abd. Rahman dari Mekkah, (Hatta, 2011: 15).
Masyarakat daerah setempat mengenalnya sebagai seorang guru, sekaligus ahli tarekat Islam yang kuat.
Dari kemampuannya mempelajari tarekat Islam, guru yang pandai mengaji kitab imam Ghazali ini bercita-cita mendirikan benteng pertahanan Islam dekat Bukittinggi.
Cita-citanya ini berawal dari kejaran bangsa kulit putih (Belanda) yang menduga bahwa Syekh Abd. Rahman adalah utusan Timur untuk menghancurkan birokrasi kolonial.
Semula Syekh Abd. Rahman tinggal dalam sebuah perkampungan kecil pesisir Sumatera.
Akan tetapi keberadaannya terendus Belanda yang waktu itu sedang melakukan penyisiran wilayah pesisir untuk mencari keberadaan penyusup dari Timur.
Akhirnya Syekh Abd. Rahman berpindah tempat ke Batuhampar, setelah melihat situasi penduduk Islam kuat, ia percaya diri untuk membangun pusat Islam dengan cara membangun pesantren Batuhampar.
Baca Juga: Babad Paliyan Negari: Pakubuwono II Rangkul Belanda, Tumpas Saudara
Dengan menguasai Batuhampar sebagai basis Islam, ia percaya jika penjajah Belanda akan terusir dalam waktu yang relatif singkat.
Pesantren Batuhampar Terbentuk dari Tradisi Masyarakat Mekkah
Setibanya Syekh Abd. Rahman dari Mekkah, ia kemudian membangun sebuah pesantren dengan ritual, dan tradisi sesuai dengan masyarakat Mekkah.
Hal ini terjadi karena Mekkah adalah tempat tinggalnya dalam jangka waktu yang cukup panjang.
Sehingga kebiasaan, makanan, pakaian, dan berperilaku terlihat dalam kesehariannya yang tidak akan tertinggal, seperti halnya orang Mekkah.
Tidak hanya sebagai basis kultur masyarakat Mekkah, tradisi pesantren Batuhampar identik dengan pusat tarekat Islam Tauhid mazhab Imam Ghazali.
Tarekat ini mengajarkan setiap masyarakat penduduk Batuhampar, bisa mendekatkan diri kepada Allah SWT dengan cara yang relatif mudah, dan sederhana.
Hal ini merupakan strategi untuk mengajak umat Islam Batuhampar semakin optimis menekuni ajaran Islam.
Salah satu cara yang paling sederhana untuk dekat dengan Allah SWT adalah bersyahadat.
Tarekat Islam mazhab Imam Ghazali menduduki sifat manusia dengan nilai-nilai ketuhanan yang kuat.
Tujuan perkembangan tarekat ini tidak lain untuk menyerang kezaliman pemerintah kolonial yang bertindak semena-mena kepada umat Islam.
Haji Arsjad Menggantikan Syekh Abd. Rahman yang Meninggal Dunia
Sepeninggal Syekh Abd. Rahman, anak tertua bernama Haji Arsjad menggantikan pengajaran berbasis Islam dengan tradisi pesantren Batuhampar.
Haji Arsjad terkenal lebih egaliter dari ayahnya. Siapa saja boleh menyambangi kediamannya. Ia tidak mengenal musuh, dan sahabat.
Baginya satu musuh akan terasa berat, daripada seribu teman dan sahabat yang menggantikan.
Semenjak Haji Arsjad memegang kedaulatan tradisi pesantren Batuhampar, daerah tersebut semakin Islami.
Baca Juga: Pangeran Mandurareja, Pahlawan Jawa yang Gempur VOC di Batavia
Penduduk setempat semakin menikmati ajaran Islam yang sejuk, damai, nan tenteram. Mereka semua semakin tekun, dan gemar beribadah.
Bahkan hingga saat ini daerah Batu Hampar terkenal sebagai basis pendidikan Islam terkuat dari Sumatera.
Syekh Abd. Rahman Mendamaikan Hukum Islam dan Hukum Adat
Sebelum datang Syekh Abd. Rahman ke Batuhampar, hukum Islam dan hukum adat selalu mengalami pertentangan.
Apalagi hukum adat yang mengatur tentang harta pusaka. Hukum Islam mengatur harta pulang pada anak, sementara hukum adat mengatur pusaka (harta) turun kepada kemenakan.
Hal inilah yang bertentangan satu sama lainnya. Namun semenjak kedatangan Syekh Abd. Rahman, pertentangan hebat yang mengatur (pusaka-harta) semakin membaik.
Ia menggali keilmuan tarekat Islamnya untuk mendamaikan permasalahan ini. Sehingga untuk menemukan tujuan dari penyelesaian akan terasa mudah.
Peran Syekh Abd. Rahman dalam mendamaikan hal ini karena ingin menyebarkan agama Islam yang kuat.
Selain menggunakan tradisi pesantren Batuhampar, Islam yang berkembang dengan cara tersebut, akan memudahkan masyarakat Sumatera memahami keimanan dengan sempurna. (Erik/R7/HR-Online/Editor-Ndu)