Ciamis, (harapanrakyat.com),- Menyusul semakin meluasnya peredaran minuman memabukan jenis tuak di Kabupaten Ciamis belakangan ini, membuat sejumlah ormas islam di Kabupaten Ciamis mendesak DPRD dan Pemkab Ciamis segera membuat Perda (Peraturan Daerah) tentang Larangan Minuman Keras.
Dalam kategori minuman yang dilarang itu pun harus memasukan tuak sebagai miras. Pasalnya, mereka khawatir minuman tuak bisa saja tidak masuk dalam kategori miras, karena pembuatannya dilakukan secara permentasi alami dari pohon aren.
Ketua MUI Kab. Ciamis, KH. Drs. Ahmad Hidayat, mengatakan, pihaknya sangat mendukung adanya aspirasi dari ormas islam dan masyarakat yang mendesak DPRD dan Pemkab Ciamis segera membuat Perda tentang larangan peredaran miras dan tuak di wilayah hukum Ciamis.
Alasan dukungan tersebut, ungkap Hidayat, sesuai dengan prinsip-prinsip ajaran islam bahwa minuman yang memabukan dilarang oleh agama islam, karena bisa merusak mental dan pola berpikir umat.
âDukungan kami pun sangat sejalan dengan amanat Munas MUI 2010 tentang himbauan bahwa MUI daerah harus mendorong upaya perbaikan moral dan akhlak masyarakat. Jadi, miras dan tuak yang menjadi salah satu penyebab pergeseran moral dan akhlak umat, peredarannya harus dihilangkan dari wilayah hukum Ciamis, â tegasnya, ketika ditemui HR, di rumahnya, Selasa (14/6).
Namun, lanjut Hidayat, pihaknya saat ini masih fokus terhadap tiga permasalahan yang masih menghangat di Ciamis saat ini, yakni masalah NII, Ahmadiyah dan kasus penodaan agama seperti kasus Ondon yang mencuat beberapa waktu lalu.
âKita dengan ormas islam dan tokoh agama belum menggelar pertemuan lagi. Mungkin pembahasan pertemuan nanti kita akan memasukan soal bahasan untuk dorongan pembuatan Perda Larangan Miras dan Tuak, â terangnya.
Ditemui terpisah, Ketua DPRD Ciamis, H. Asep Roni, mengatakan, apabila ada dorongan dari masyarakat untuk membuat Perda yang spesifik mengatur tentang larangan peredaran miras dan tuak di wilayah hukum Ciamis, pihaknya siap menindaklanjuti.
â Dalam agenda Prolegda (Program Legislasi Daerah) Ciamis 2009-2014 sudah terancang 60 Raperda, salah satunya soal Raperda tentang Anti Maksiat dan Munkarot. Apabila nantinya perlu dibuat Perda yang lebih spesifik mengatur soal larangan miras dan tuak, kita siap melakukan perubahan Raperda,â ungkapnya.
Menurut Asep, Perda Kab. Ciamis yang mengatur soal moral dan ahlak masyarakat hanya memuat tentang larangan tempat prostitusi saja. Sementara soal larangan miras dan bentuk maksiat lainnya belum diatur dalam Perda.
â Dalam agenda Prolegda, melalui hak inisiatif DPRD sebenarnya sudah mengajukan Perda tentang Anti Maksiat dan Munkarot sebagai bentuk pengendalian moral dan akhlak masyarakat. Tetapi Perda tersebut memuat secara global tentang bentuk larangan kemaksiatan. Apabila ada aspirasi yang harus membuat spesifik soal larangan miras dan tuak, kita terbuka dan siap mendorong untuk ditindaklanjuti, â katanya.
Namun begitu, kata Asep, apabila aspirasi ini muncul sebagai upaya menekan penyalahgunaan aren yang dijadikan bahan olahan tuak, perlu dilakukan pengkajian yang mendalam mengenai larangan mana saja yang disebut penyalahgunaan aren.
â Karena air aren atau lahang jika tidak dipermentasi bukan merupakan tuak. Sebab, banyak masyarakat yang menjual air lahang justru untuk kesehatan. Nah, dalam hal ini harus ada kehati-hatian dalam pengkajian jenis pengolahan aren yang dilarang. Karena jika tidak hati-hati, kita khawatir penyadap atau penjual aren bisa dikategorikan sebagai bentuk penyalahgunaan,â terangnya. (DK/Bgj)