Berita Banjar, (harapanrakyat.com),- Warga Kota Banjar, yang juga insinyur pertanian lulusan Universitas Brawijaya Malang, mengembangkan program pertanian sehat ramah lingkungan berkelanjutan (PSRLB).
Adalah Alik Sutarya (61) warga Sukarame, Kecamatan Banjar, yang melaksanakan program tersebut.
Menurut Alik, saat ini gaya hidup sehat dan pertanian ramah lingkungan yang berkonsep kembali pada alam sudah banyak digaungkan.
“Hal ini seiring dengan kesadaran pentingnya kesehatan,” ujar Alik Sutarya Kamis (18/11/2021).
Program ini kata Alik, berbasis pada pengembalian ekosistem alam pada keadaan semula yang ramah lingkungan.
Program ini dilakukan dengan cara penyuluhan terpadu, pembinaan dan konseling berkelanjutan dari Alik beserta tim, yang bekerjasama dengan beberapa perusahaan dan komunitas.
“Dengan program ini kita berharap masyarakat sadar untuk mengembalikan keadaan alam,” katanya.
Baca Juga: Ini Alasan Walikota Banjar Tak Hadiri Penyambutan Atlet Peparnas
Adapun pemanfaatan tanah sebagaimana pada kondisi sebelumnya ketika belum tercemar bahan kimia.
Lebih lanjut, ia memaparkan ‘kegelisahannya’ tentang kondisi ironis dari pertanian di Indonesia.
“Apakah (pertanian) sekarang tidak sehat?, apakah (pertanian) sekarang tidak ramah lingkungan?,” ucapnya.
Ia menjelaskan pertanian di Indonesia, umumnya menggunakan herbisida dan pupuk kimia untuk pertanian dan sudah berjalan lebih dari 70 tahun.
Menurutnya penggunaan herbisida dan pestisida banyak disebut obat (tanaman) oleh masyarakat.
“Ketika image-nya obat, mereka tidak menyadari bahwa itu berbahaya, karena sebutan obat tadi, padahal itu racun,” jelas pria pemilik lembaga pelatihan pertanian ramah lingkungan ini.
Ia memaparkan pestisida digunakan pada saat sebelum tanam, saat masa tanam, dan mengakhiri tanam.
“Alam sudah terdegradasi yang dulunya kompleks, yang dulunya subur, sekarang benar-benar tandus. Sehingga baik fisik tanah, biologi tanah, kimia tanah saat ini sudah memprihatinkan” ungkapnya prihatin.
Pertanian Ramah Lingkungan Gunakan Pupuk Kompos dan Organik Cair
Menurut Alik, penggunaan pupuk kimia dapat diganti dengan pupuk organik berupa kompos dan pupuk organik cair.
Indonesia sendiri telah menjadi perintis pengendalian hama terpadu sejak 1986 saat itu bekerjasama dengan FAO PBB.
“Pengendalian hama tanaman dapat dilakukan dengan cara alami dari rantai makanan. Secara dinamis yaitu ekosistem itu berubah-ubah (alami),” paparnya.
Ia menambahkan, penanganan hama pada pertanian ramah lingkungan dengan cara kedua yaitu dengan hirarkis ekosistem.
“Hama itu ada musuh alaminya. Seperti contohnya laba-laba musuh alami dari wereng, sehari bisa memangsa 50 ekor wereng, yang dianggap hama bagi padi,” pungkasnya. (Aan/R8/HR Online/Editor Jujang)