Foto: Ilustrasi
Banjar, (harapanrakyat.com),-
Penanggulangan masalah HIV-AIDS di Kota Banjar bukan hanya tugas Komisi Penanggulangan Aids (KPA), Dinas Kesehatan dan LSM yang peduli kasus tersebut saja, namun juga tugas semua pihak, termasuk pihak-pihak perusahaan.
Hal itu dikatakan Kepala Dinas Sosial dan Tenaga Kerja (Dinsosnaker) Kota Banjar, sekaligus Wakil Sekretaris KPA, Asep Tatang Iskandar, kepada HR, Senin (09/06/2014), usai membuka kegiatan Partnershif Forum yang digelar KPA Kota Banjar, bersama perwakilan dari sejumlah pengelola perusahaan, bertempat di salah satu rumah makan di Jl. Husein Kartasasmita, Kota Banjar.
“Berdasarkan keputusan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi Republik Indonesia tahun 2004 tentang pencegahan dan penanggulangan HIV-AIDS di tempat kerja, bahwa dalam penanganan masalah tersebut perlu adanya keterlibatan dari pihak perusahaan swasta. Untuk mengantisipasi dampak negatif dari kasus HIV-AIDS di tempat kerja diperlukan upaya pencegahan dan penanggulangan yang optimal,” kata Tatang.
Untuk itu, perlu diadakannya sosialisasi, karena setiap pengusaha wajib menerapkan prosedur Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3), khusus untuk pencegahan dan penanggulangan HIV-AIDS sesuai dengan peraturan perundang-undangan dan standar yang berlaku.
Dalam melaksanakan upaya pencegahan dan penanggulangan masalah itu, maka perusahaan bisa melibatkan pihak ketiga atau ahli di bidangnya untuk memberikan pemahaman dasar kepada para pekerjanya.
“Jika melihat prilaku para pekerja di perusahaan, tidak menutup kemungkinan mereka masuk pada ketegori orang beresiko rendah yang dapat dengan mudah tertular oleh penyakit mematikan itu,” ujarnya.
Sosialisasi pemahaman dasar terhadap pekerja merupakan upaya untuk menekan angka kasus agar jumlah penderita HIV-AIDS di Kota Banjar tidak terus bertambah. Sebab, kata Tatang, lebih baik mencegah daripada mengobati. Selain itu, juga untuk meningkatkan kesadaran akan dampak HIV-AIDS terhadap persoalan sosial dan ekonomi di dunia kerja, serta memerangi diskriminasi dan stigma yang berkaitan dengan status HIV.
“Selain memberikan pemahaman, pihak perusahaan juga harus mendorong para pekerjanya agar mau melakukan tes HIV,” katanya.
Dia menambahkan, tes HIVhanya dapat dilakukan terhadap pekerja/buruh atas dasar kesukarelaan dengan persetujuan tertulis dari pekerja/buruh yang bersangkutan. Perusahaan wajib menyediakan konseling kepada pekerja sebelum atau sesudah dilakukan tes HIV, yaitu melalui kerjasama dengan pihak Puskesmas. (Eva Latifah/Koran HR)