Sejarah perekonomian era kolonial tak bisa lepas dari Ekspor Impor lima komoditas yang banyak dicari oleh pengusaha dari berbagai negara saat itu.
Pada tahun 1800-an awal, pasca kebangkrutan VOC “Vereenigde Oostindische Compagnie” (1602-1800) atau persatuan kongsi dagang dari pengusaha-penguasaha besar di Hindia Timur, perekonomian di Nusantara melemah. Namun pasca VOC itu runtuh berdirilah suatu sistem kenegaraan bernama Hindia Belanda yang dikelola langsung oleh negara Induknya yaitu Belanda.
Pada era ini atau sebagaimana para peneliti menyebutnya dengan era kolonial, sistem perekonomian terus digenjot ke arah perbaikan. Beberapa upaya pemerintah kolonial saat itu yang sudah dipimpin oleh Sir Thomas Stamford Raffles dikerahkan. Seperti pengamatan area kesuburan tanah, dan penelitian beberapa komoditas yang bisa dihasilkan di pasaran Eropa.
Namun tak sampai di situ, penelitian ini juga kemudian diterbitkan menjadi sebuah buku paling fenomenal yang pernah ditulis oleh sang Gubernur Jenderal di Hindia Belanda untuk pertama kalinya. Buku fenomenal yang eksis hingga saat ini yaitu “The History of Java”.
Baca Juga: Sejarah Perang Laut Aru Tahun 1962, Yos Soedarso Tewas dengan Tragis
Dalam buku tersebut diterangkan beberapa jenis komoditas ekspor dan impor primadona di pulau Jawa. Terdapat 5 jenis komoditas ekspor dan impor yang paling sering beroperasi dalam ranah perekonomian Hindia Belanda saat itu. Lalu apa saja 5 jenis komoditas tersebut?
Ternyata Ini 5 Jenis Komoditas Ekspor dan Impor Era Kolonial
Ekspor Kayu Jati
Kayu Jati yang bernama latin Tectona Grandis merupakan salah satu pohon yang merupakan jenis komoditas ekspor dan impor terbesar di pulau Jawa. Kelebihan komoditas Jati ini juga selain dijual ke pasaran Eropa, rupanya jenis kayu ini dijadikan industri pembuatan kapal di area pesisir Utara Jawa.
Menurut buku berjudul “History of Java” yang diterjemahkan oleh Eko Prasetyo, Dkk, tahun 2008 halaman 125, masyarakat yang ada di pulau Jawa bisa menangguhkan kebanggaan identitas geografis dan kelompoknya karena kayu Jati.
Sebab kayu Jati telah membawa dampak perekonomian yang baik bagi para pembuat kapal di pulau Jawa. Adapun di antara pelanggan setia pembuatan kapal berasal dari kalangan masyarakat lintas Jawa bahkan negara, yaitu mereka dari pulau Bugis dan bangsa Arab.
Kamper Melayu dan Kulit Penyu
Komoditas ekspor impor era kolonial selanjutnya ada barang-barang yang sering diimpor oleh golongan atas di pulau Jawa. Kamper Melayu dan Kulit Penyu merupakan suatu jenis komoditas yang sering diimpor oleh pulau Jawa dari masyarakat Bugis.
Baca Juga: Mengenal Bondan Nusantara, Maestro Seni Pertunjukan Ketoprak
Benda-benda itu merupakan barang mentah yang akan dijadikan sebuah produk akhir dengan harga yang cenderung mahal. Dari sini kemudian dijual kembali pada pasaran luas terutama pada pangsa pasar orang-orang di Eropa.
Lilin Lebah dan Opium
Komoditas lainnya adalah Lilin Lebah dan Opium, produk jadi yang sering diimpor oleh masyarakat Jawa. Lilin lebah berfungsi untuk menerangi pencahayaan rumah-rumah orang Eropa yang tinggal di Jawa, mengapa dipilih lilin ini sebab media pencahayaan ini bisa tahan lama menyinari pemiliknya.
Selain itu opium atau ganja merupakan produk paling laku di pulau Jawa. Tidak hanya dari kalangan elit kulit putih, beberapa golongan masyarakat biasa di sana juga adalah penggemar setia opium. Namun biasanya kelompok orang Cina yang sering menyediakan barang haram tersebut, namun seiring lahirnya kebijakan baru kolonial yang melarang konsumsi opium, akhirnya komoditas ini perlahan-lahan semakin berkurang.
Butiran Emas, Baja, dan Kain Chintze
Butiran emas, baja dan kain Chintze juga merupakan komoditas ekspor impor era kolonial. Komoditas ini merupakan produk impor yang datang dari kepulauan Bugis dan India ke pulau Jawa. Produk impor ini seringnya dijadikan sebagai alat tukar untuk membeli opium. Tak jarang beberapa kelompok dari kalangan atas rela menukar butiran emas dan kain Chintze yang mewah dengan seikat opium, (Eko Prasetyo, Dkk, 2008 : 126).
Sarang Burung Walet
Produk ekspor yang banyak diperoleh dari pulau Jawa lainnya adalah Sarang Burung Walet. Bahkan menurut catatan sejarah era kolonial menyebutkan jika sarang burung walet adalah produk ekspor terbaik yang ada di pulau Jawa.
Pantai selatan adalah tempat produksi sarang walet dengan kualitas yang cukup baik. Sarang walet itu antaralain bersumber diantara tebing-tebing curam pesisir selatan Jawa bernama Karang Bolong. Menurut perhitungan kolonial, perkiraan penghasilan besar tiap tahunnya yaitu sebanyak 100 pikoel, dan pemasukan untuk negara sebanyak 20 dollar Spanyol, (Ibid, Eko Prasetyo, Dkk, 2008 : 127).
Nah itulah 5 jenis komoditas ekspor dan impor yang sering dilakukan di pulau Jawa pada era kolonial. Ternyata tanah Indonesia sangat kaya bukan? Maka sangat disayangkan apabila masih ada tangan-tangan jahil yang berisiko merusak alam Indonesia. Nah dari belajar sejarah Anda bisa juga belajar mencitai alam. (Erik/R7/HR-Online)
Editor: Ndu