Oleh : Subakti Hamara
Kejutan selalu hadir memasuki pertarungan tahun politik di 2014 ini. Alih-alih, Rancangan Undang-undang (RUU) Pilkada yang akan segera disyahkan ada beberapa pasal yang mengatur mengenai adanya uji publik sang calon Kepala Daerah, sebelum diusung partai politik (parpol) atau jalur perseorangan (Independen).
Maksud dan tujuan dimasukannya pasal uji publik itu, agar transparansi proses penentuan calon kepala daerah. Sebab, sebelumnya dikesankan banyak calon yang kompeten tetapi tidak punya akses komunikasi politik dan tidak mampu memenuhi syarat-syarat tertentu seperti mahar politik (Politik Uang), gagal untuk tampil di publik sebagai calon kepala daerah.
Padahal, mahar politik pun kini bermertamorfosa tak hanya di identikkan dengan fulus atau uang semata. Mahar politik saat ini bisa menjelma menjadi berbagai hal; yang intinya yaaa harus ada feedback juga-laaahhhhh.
Atau kata lain; pasal uji publik itu ditujukan untuk memberantas jual tiket dalam proses pencalonan oleh parpol. Prinsip Ujug-ujug penetapan pasangan calon (Paslon) kepala daerah terjadi di detik-detik penutupan pendaftaran paslon. Sementara publik belum mengetahui rekam jejak pasangan tersebut.
Rencananya, persyaratan uji publik itu serangkaian tes kompetensi dan tes integritas yang harus dilewati oleh bakal calon kepala daerah, sebelum tampil sebagai calon dalam Pilkada, baik melalui parpol atau jalur perseorangan.
Penyelenggara uji publik masih diemban oleh Komisi Pemilihan Umum (KPU). Namun, para penguji diisi oleh berbagai elemen masyarakat. Rencananya KPU nanti akan membentuk panel ahli yang bertugas menguji tingkat kemampuan bakal calon kepala daerah.
Komposisi panel ahli beranggotakan 5 orang yang terdiri 2 pakar ahli dari akademisi, 2 tokoh masyarakat dan 1 anggota KPU. Dan pelaksanaan uji publik akan digelar selama 6 bulan. Selama proses uji publik, masyarakat diperkenankan untuk mengkritisi para calon kepala daerah.
Para calon kepala daerah pada saat uji publik harus membuka dan menunjukkan latar belakang keluarga, pendidikan, Ijazah, kompetensinya, rekam jejak, hingga pengalaman organisasi, bersifat terbuka untuk publik.
Dalam tahapan ini pun; konon partai pun tak mampu mengintervensi proses uji publik terhadap calon kepala daerah yang mereka ajukan. Heemm, mungkinkah? Ditengah parpol pun tak pernah membuka ranah uji publik untuk calon legislator mereka, hehehe.
Panel ahli tidak diberi kewenangan untuk membuat paslon kepala daerah disetujui atau tidaknya. Sebatas hanya bakal calon (balon) bisa lulus uji publik atau tidak. Balon yang lolos uji publik akan mendapat sertifikat uji publik. Mengenai parpol akan terus mengusung atau tidak itu kewenangan parpol.
Sumpaahhh Bagus nih kalau aturan ini juga dimasukan dalam revisi UU Pemilihan Umum; agar publik pun tahu kemampuan para calon legislatornya. Tapi kenapa tidak dilakukan yaa kemarin, kemarin itu……
Angka Ujug-ujug mendadak menjadi calon anggota legislator (Caleg) pada Pemilu 2014 ini sangatlah fantastis. Virus Mendadak jadi Caleg terjadi dari pusat hingga daerah. Mulai dari artis, tukang ojeg dan seterusnya. Atau juga sembarang memasukan kouta perempuan dalam pen-calegan sangatlah terlihat kentara.
Disaat RUU Pilkada dengan memasukan pasal mengenai uji publik ini disyahkan DPR menjadi Undang-undang, pasca Pemilu 2014 nanti kita bakal memilih calon kepala daerah yang telah lolos uji publik.
Akan tetapi, para kepala daerah yang terpilih kelak setelah RUU Pilkada disyahkan, akan ditemani para legislator yang terpilih tanpa melalui uji publik terlebih dahulu. Para kepala daerah dan para legislator itu merupakan sama-sama penyelenggara pemerintahan.
Bisa kita bayangkan!, para calon kepala daerah, dan terpilih menang, pasca Pemilu 2014 akan menyelenggarakan pemerintahan bersama para legislator yang tak pernah di uji publik terlebih dahulu.
Masa kampanye yang panjang bagi para caleg bukanlah sebuah ranah uji publik. Tapi lebih kepada pengenalan kepada para pemilih. Pelarangan pemasangan atribut kampanye yang berlebihan, juga ditujukan agar para caleg mau turun menemui para calon pemilihnya.
Bukan tidak mungkin!. Kelak akan terpilih para caleg yang bila dilakukan uji publik mereka tak bakalan lulus dan mendapat sertifikat. Akan tetapi, mereka bisa memenuhi Dewan Perwakilan Rakyat yang terhormat dari pusat hingga daerah.
Maka apa yang akan terjadi, para kepala daerah yang terpilih dan telah lulus uji publik akan dipusingkan oleh fraksi-fraksi di parlemen yang tak pernah lulus uji publik. Akankah terjadi keseimbangan dalam menjalankan roda pemerintahan?. Padahal, para wakil rakyatklah yang mampu membendung dari kekejaman dan kekerdilan setiap kepala pemerintahan. Untuk itulah lembaga perwakilan rakyat atau parlemen itu ada.
Bila kemampuan yang tak seimbang ini terjadi. Bukan tidak mungkin juga, para kepala daerah yang telah lulus uji publik akan tersandung di parlemen akibat Ulah legislator yang tak pernah di uji publik.
Kepala daerah lulus uji publik akan menghadapi anggota fraksi yang tak pernah di uji publik. Sebagus apapun program kepala daerah tersebut akan dimentahkan di parlemen, oleh aksi-aksi bak layaknya cowboy di parlemen.
Memang betul, rakyat akan menghukum mereka pada Pemilu mendatang dengan tidak memilihnya kembali. Akan tetapi, lima tahun semasa mereka menjabat sebagai legislator rakyat akan menderitaaaaaa.
Seyogyanya, para legislator di Dewan Perwakilan Rakyat pusat terlebih dahulu memasukan pasal uji publik ini juga didalam UU Pemilu. Agar terjadi keseimbangan dalam penyelenggaraan pemerintahan, dari pusat hingga daerah kabupaten/kota.
Dan perlu diingat!, se-ujug-ujug nya para calon kepala daerah, mereka pasti kebanyakan dari kalangan politisi, pengusaha, mantan militer/birokrasi, artis dan sebagainya. Akan tetapi, dari mereka itu kebanyakan memiliki pendidikan yang lumayan, dan tentunya memiliki dana untuk kampanye dan pemenangan. Sebab, partai tak menyediakan dana bagi calon kepala daerah yang mereka usung, hehehe.
Tapiiii lihaaat, virus mendadak Caleg mereka bisa saja dari berbagai kalangan, seperti yang sempat ramai dibahas sejumlah media televisi belakangan ini. Pada dasarnya, para pemilih itu Irasional. Maka rasionalkah bila perbaikan dilakukan sebelaaahhh?. ***