Dedi Kurniadi,S.Hut
Pangandaran, (harapanrakyat.com),-
Dibalik suksesnya pergerakan pemekaran Pangandaran yang kini melahirkan daerah otomom baru di selatan Jawa Barat, ternyata menyimpan sejumlah cerita yang menarik untuk diungkap menjadi bagian dari catatan sejarah.
Pasca terbentuknya Kabupaten Pangandaran, kini bemunculan sejumlah tokoh penting di daerah tersebut. Bahkan, tidak sedikit pula di antara tokoh tersebut, kini popularitasnya kian menanjak di mata publik. Tokoh-tokoh itu tentunya mereka yang dulu ikut berjuang dalam pergerakan pemekaran melalui kendaraan Presidium.
Namun, kita pun tentunya jangan melupakan tokoh lain yang sama memiliki kontribusi yang tak kalah penting dalam menghantarkan wilayah Pangandaran menjadi daerah otomom baru di Indonesia. Meski peranannya tidak sestrategis seperti yang dilakukan sederet tokoh penting di Presidium, namun setidaknya kontribusinya perlu juga diakui.
Tokoh itu adalah Dedi Kurniadi,S.Hut, yang tak lain seorang kurir penyebar surat undangan ketika Presidium akan menggelar rapat konsolidasi. Dedi Abud—demikian dia akrab disapa—memang masuk dalam struktur kepengurusan Presidium. Dia dipercaya sebagai Humas sekaligus Koordinator Presidium di wilayah Kecamatan Parigi. Dalam setiap pergerakan Presidium, dia pun selalu hadir, meski namanya tak sementereng tokoh Presidium lain.
Saat berbincang dengan HR, di rumahnya, Kamis (24/10), pekan lalu, Dedi mengungkapkan, menyebarkan surat undangan apabila Presidium akan menggelar rapat memang sudah menjadi tugas rutinnya. Dengan menggunakan motor Honda CB tahun 80-an dengan diberi ongkos sebesar Rp. 50 ribu setiap jalan, dia berkeliling wilayah 10 kecamatan hanya sekedar untuk menyampaikan surat undangan rapat.
Aktivitas itu berlangsung dari mulai terbentuknya Presidium pada tahun 2006 hingga Pangandaran ditetapkan sebagai daerah otonom baru. Bahkan, saat ini pun dia masih membantu menyebarkan undangan apabila Presidium menggelar pertemuan, meski saat ini rapat pertemuan tak seintens saat masa perjuangan pemekaran.
Dedi mengisahkan, banyak suka dan duka ketika dia bertugas sebagai kurir penyebar surat undangan Presidium, meski aktivitas itu dilakukannya dengan tulus dan ikhlas. Dia pun mengaku bersedia menjadi kurir, karena hatinya terpanggil ingin berjuang bersama tokoh Pangandaran lainnya mewujudkan pemekaran di 10 kecamatan.
“Tekad saya waktu itu hanya satu, bagaimana Pangandaran bisa segera ditetapkan menjadi daerah otonom baru. Mungkin dari tekad itu yang membuat saya selalu bersemangat apabila dilibatkan dalam pergerakan pemekaran, meski peran saya hanya sebatas kurir surat undangan,” ujarnya.
Namun, meski sebatas kurir surat, tetapi peran Dedi tentunya tak boleh dilupakan. Melalui perannya itu, dia rela berkeliling menyebarkan surat undangan rapat ke sejumlah tokoh Presidium yang tersebar di 10 kecamatan. Apalagi wilayah 10 kecamatan yang luas, ditambah banyak menjumpai jalan rusak, tugas Dedi Abud ini tentunya bukan pekerjaan mudah.
“Alhamdulilah, setiap mengirim surat selalu sampai ke rumah yang dituju, meski harus mengantar surat ke Tokoh Presidium yang berada di Langkaplancar ataupun Cigugur,” ujarnya.
Ketika ditanya pengalaman apa yang sulit dilupakan selama menjadi kurir, Dedi mengatakan, memang ada pengalaman yang sulit dilupakan. Saat itu, dia mendapat nasib sial ketika mengantarkan surat ke wilayah Cigugur dan Langkaplancar. Ketika berada di jalanan sepi dan di sekelilingnya terdapat hutan, ditambah waktu itu larut malam, ternyata motor CB yang dikendarainya mogok.
“Saat itu saya disuruh Pa Haji Yos (Bendahara Presidium) untuk menyebarkan surat undangan penting yang dimana pertemuan itu besoknya akan digelar. Ketika motor mogok, saya pusing minta ampun. Mau pulang lagi surat belum sampai, sementara mau dilanjutkan motornya mogok,” ujarnya.
Dedi pun teringat omongan orang bahwa di daerah itu cukup angker. Dan tak sedikit pula orang yang kendaraannya mogok saat melintas di daerah itu kerap dikerjai mahluk halus. Tanpa berpikir panjang, meski ada perasaan takut, dia pun nekad mendorong motornya menyusuri hutan angker tersebut.
“Alhamdulilah, ternyata saya bertemu orang baik. Dia membantu saya untuk diantarkan ke sebuah bengkel. Setelah motor saya bisa jalan lagi, kemudian kembali mengantarkan surat ke Langkaplancar,” ujarnya.
Menurut Dedi, pengalaman itu sulit dilupakan. Selain bisa selamat saat mogok di tengah hutan berkat bantuan orang, juga dia selalu teringat dengan motor CB-nya yang saat ini sudah berpindah tangan ke orang lain.
“Waktu itu saya kepepet uang, tanpa pikir panjang motor CB itu saya jual. Saya juga sempat akan membeli lagi motor itu sebagai kenang-kenangan, tapi katanya sudah dijual lagi ke orang lain. Dan pemilik motor sekarang berada di luar Pangandaran,” ujarnya.
Dedi pun mengatakan, kalau dirinya memiliki rezeki lebih, akan menelusuri keberadaan motor CB “perjuangan” tersebut untuk dibelinya kembali. “Meski motor tua dan sudah jelek, tapi memiliki nilai historis dalam perjuangan pemekaran Pangandaran,” pungkasnya. (Syam/Koran-HR)