Berita Banjar (harapanrakyat.com),- Bumil wajib tes HIV sebelum melakukan persalinan. Pemeriksaan tersebut sebagai standar pelayanan minimal bidang kesehatan dalam upaya penanggulangan dan pencegahan HIV/AIDS, yang saat ini trennya terus meningkat. Termasuk di Kota Banjar, Jawa Barat.
Keharusan pemeriksaan tes HIV bagi bumil (ibu hamil) itu terungkap dalam kegiatan pertemuan stakeholder dan promosi tes HIV pada bumil tingkat Kota Banjar. Acara tersebut digelar Komisi Penanggulangan AIDS (KPA), bersama Dinas Kesehatan, Kamis (26/11/2020), di Ruang Rapat Gunung Sangkur, Setda Kota Banjar.
Kepala Bidang Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Dinas Kesehatan Kota Banjar, dr. H. Agus Budiana, mengatakan, upaya penanggulangan dan pencegahan HIV/AIDS salah satunya melalui pemeriksaan ibu hamil sebelum mereka melakukan persalinan. Tujuan untuk mengurangi risiko penularan HIV pada ibu hamil, bayi, dan orang yang membantu persalinan.
“Sampai bulan Oktober ini, dari target 2.700 ibu hamil yang melakukan pemeriksaan, baru tercapai sekitar 80 persen atau masih 500 lebih yang belum terealisasi,” kata dr. Agus, kepada awak media.
Bumil wajib tes HIV. Berdasarkan data kumulatif sejak tahun 2006 sampai bulan Oktober tahun 2020, lanjut dr. Agus, jumlah kasus HIV/AIDS di Kota Banjar mencapai 336 orang.
Sedangkan, penambahan tahun ini sebanyak 66 orang dengan jumlah ODHA (Orang dengan HIV/AIDS) yang sudah berobat atau on ARV sebanyak 33 orang.
“Dari 80 persen ibu hamil yang melakukan pemeriksaan juga ada yang terpapar. Untuk jumlahnya di bawah 10 orang,” terang dr. Agus.
Baca Juga : Unpad Dorong Pemkab Pangandaran Terbitkan Perda Penanggulangan HIV/AIDS
Terkendala Anggaran
Meski tren kasus HIV positif terus meningkat, namun dana untuk penanggulangan dan pencegahan HIV/AIDS di Kota Banjar tahun anggaran 2021 dipangkas besar-besaran.
Pengelola Program KPA Kota Banjar, Syahid Burhani, mengungkapkan, penanggulangan dan pencegahan HIV/AIDS tahun depan bakal mengalami kendala. Hal itu karena adanya pemangkasan anggaran untuk penanganan HIV/AIDS.
Ia menjelaskan, untuk tahun ini, anggaran penanggulangan HIV/AIDS nominalnya sebesar Rp 150 juta. Tetapi, untuk tahun depan hanya mendapat anggaran sebesar Rp 50 juta saja.
Menurutnya, anggaran sebesar itu hanya cukup untuk membiayai operasional kantor. Belum lagi biaya operasional untuk berbagai kegiatan sosialisasi dan pembinaan kader di lapangan.
“Tahun ini anggarannya sangat minim, dan tentunya menjadi kendala kami dalam penanganan. Kami akan upayakan tahun depan tetap berjalan maksimal,” ujar Syahid. (Muhlisin/R3/HR-Online)
Editor : Eva Latifah