Sejarah majalah Mangle ternyata sebuah majalah yang menarik untuk membahasnya. Dalam catatan beberapa peneliti sejarah, rupanya majalah Mangle berperan penting sebagai media lokal yang mampu melestarikan budaya Sunda. Salah satunya penelitian sejarah Mangle yang dilakukan oleh Hilman Rosmana dalam jurnal sejarah lekha.
Penelitian itu memiliki waktu dari tahun 1957-1998. Sepanjang tahun tersebut Hilman Rosmana meneliti majalah Mangle dalam Jurnal Sejarah Citra Lekha.
Lantas seperti apa sejarah majalah Mangle yang dilakukan oleh Hilman Rosmana. Silahkan simak penjelasan lebih lanjut kisah majalah Mangle
Sejarah Majalah Mangle, Media Lokal yang Menjaga Budaya Sunda
Hilman Rosmana mengungkapkan bahwa majalah Mangle berawal dari rintisan beberapa tokoh media Sunda,yakni M.A. Salmoen, Otoen Mochtar, Wahyoe Wibisana, serta Saleh Danasasmita. Awalnya mereka berorientasi pada idealisme nonkomersial, yaitu pers lokal sebagai alat untuk memajukan dan melestarikan kebudayaan Sunda.
Baca juga: Sejarah Mochtar Kusumaatmadja, Orang Sunda yang Mendunia
Para pendiri Mangle melakukan hal ini karena rasa simpati dan prihatin mereka melihat beberapa media Sunda yang tak mampu bertahan lama. Salah satunya hal ini terjadi, karena media tersebut tidak bisa menyampaikan suatu informasi secara lugas, sehingga kurang mendapatkan simpati dari para pembacanya.
Dari hal tersebut, majalah Mangle memutuskan hadir untuk mengemas misi melestarikan bahasa dan budaya Sunda dalam bentuk majalah hiburan berbahasa Sunda. Adapun pengambilan keputusan tersebut dengan penuh pertimbangan bahwa misi redaksi dapat meraih simpati para pembaca. Sebab, metode penyampaian berita atau informasi Mangle kemas dengan menggunakan bahasa Sunda.
Baca Juga: Sejarah Kyai Haji Ahmad Sanusi, Pahlawan Islam Penentang Kolonial Belanda
Dari hal tersebutlah, majalah Mangle akhirnya dikategorikan sebagai media lokal yang mampu menjaga kebudayaan Sunda dibalik perkembangan tekhnologi yang pesat. Selain itu majalah Mangle juga memiliki sifat mendidik. Menurut Adam dalam buku berjudul “Sejarah Awal Pers dan Kebangkitan Kesadaran Keindonesiaan” (2003: 21), hal ini terlihat dalam setiap nomor penerbitan, Mangle mengisi halaman-halamannya dengan informasi yang bersifat pendidikan dan kebudayaan.
Majalah Mangle, Buku Rujukan Siswa untuk Belajar Bahasa Sunda
Fakta yang menarik lain tentang sejarah majalah Mangle yaitu, ternyata majalah ini pernah menjadi buku rujukan siswa untuk belajar bahasa Sunda. Hilman Rosmana menyebut kelahiran majalah Mangle di Jawa Barat menjadi jawaban bagi sebagian guru bahasa Sunda untuk menyelesaikan persoalan. Seperti kesulitan bahan ajar dan bacaan untuk pelajaran menulis dan membaca Sunda.
Dari peran Majalah Mangle pernah menjadi bahan ajar Bahasa Sunda bagi siswa sekolahan inilah, menjadikan Mangle sebagai media lokal penjaga kelestarian budaya Sunda saat itu. Selain menjadi majalah yang bersifat mendidik, majalah Mangle dalam perjalanannya berada dalam lingkaran majalah yang berkelas dan memiliki prestisius yang tinggi.
Buktinya ketika Mangle memiliki vernaculer pers sehingga mampu menarik perhatian orang Sunda saat itu. Setelah banyak orang Sunda yang memberi perhatian lebih pada Mangle. Maka majalah ini pun tidak bisa sejajar dengan majalah hiburan yang bersekala lokal biasa, tapi majalah Mangle saat itu sejajar dengan majalah nasional.
Majalah Mangle pernah Berjaya Pada Tahun 1957-1972, Berikut Sejarahnya
Pada periode 1957-1972 terdapat perubahan yang terjadi pada konten dan manajemen Mangle. Hal tersebut menyebabkan majalah ini mampu meraih kesuksesan sepanjang tahunnya. Adapun untuk mencapai prestasi tersebut terdapat perubahan yang tampak menonjol saat itu.
Perubahan-perubahan tersebut seperti, penyeleksian tulisan oleh redaktur yang berintegritas. Dengan begitu majalah Mangle mampu menata penampilan majalah yang lebih modern dan mampu bersaing dengan media lokal, bahkan nasional lainnya.
Keberhasilan majalah Mangle terbesar dalam sejarah perjalanan Mangle yaitu dapat terlihat dari kemampuannya mencapai tiras produksi yang mencapai seratus ribu eksemplar setiap penerbitannya. Keberhasilan ini tercapai setelah redaksi berhasil mewujudkan majalah yang sesuai dengan keinginan pembaca, yaitu tata letak yang baik, isi yang menarik, dan penampilan majalah yang semakin baik.
Baca juga: Gerakan Sunda Merdeka, Para Menak Mendirikan Negara Pasundan
Akan tetapi dari tahun 1972 peminat majalah Mangle sangat menurut drastis. Dalam periode ini adanya kemunduran tiras majalah Mangle yang menyusut dari waktu ke waktu. Tiras majalah Mangle menurun, dari seratus ribu eksemplar, menjadi lima puluh ribu eksemplar dalam setiap penerbitannya.
Hilman Rosmana menyebut kemunduran ini karena berbagai masalah, utamanya adalah kemunduran minat orang Sunda untuk berlangganan pers lokal.
Begitulah sejarah majalah Mangle, sebagai media loka yang berperan penting dalam menjaga pelestarian budaya Sunda. Semoga bermanfaat. (Erik/R9/HR-Online)