Siapa yang tidak mengenal Sastrawan Betawi S.M Ardan? Pemilik nama asli Syahmardan ini, merupakan seorang sastrawan dan tokoh Betawi di Jakarta yang sangat terkenal. Ia mengabadikan sejarah Indonesia melalui potret kehidupan dan kegetiran orang-orang Betawi.
Baca juga: Profil Daeng Kanduruan Ardiwinata, Sastrawan Sunda Berdarah Bugis Pendiri Paguyuban Pasundan
S.M Ardan telah melahirkan beragam karya yang luar biasa. Mulai dari puisi, novel, hingga skenario film.
Karya-karya tersebut banyak dijumpai pada Koran maupun majalah. Seperti Pujangga Baru, Mimbar, Zenith dan lain sebagainya.
Sastrawan Betawi S.M Ardan, Intip Profil dan Karya-Karyanya
S.M Ardan adalah seorang cerpenis, penyair, penulis drama, novelis dan esais yang lahir pada 2 Februari 1932. Meski bukan keturunan Betawi asli, ia adalah sastrawan pertama kali yang menggunakan dialek Betawi pada karya sastra Indonesia.
Kesuksesan lenong dan topeng Betawi tidak lepas dari peran dan kontribusinya. Bahkan, S.M Ardan memperlihatkan realitas kehidupan orang Betawi yang diselimuti kepahitan dalam catatan sejarah. Hal ini menunjukkan kepada kita potret Jakarta tahun 1950.
Pendidikan dan Karir S.M Ardan
Sastrawan Betawi S.M Ardan pernah mengenyam pendidikan di Taman Madya Taman Siswa, Jakarta pada tahun 1954. Sejak saat itu, S.M Ardan telah menunjukkan ketertarikannya dalam bidang menulis.
Pada tahun 1954, ia pernah menjadi redaktur Arus. Setelah itu, ia mendapatkan kesempatan menjadi redaktur di berbagai media. Sebut saja, Genta dari tahun 1955 – 1956, Tirto pada tahun 1958, Abad Muslimin tahun 1966 dan Citra Film dari tahun 1981 – 1982.
Tak hanya itu, S.M Ardan juga pernah menjadi wartawan olahraga di Suluh Indonesia. Bahkan, ia berkesempatan memimpin drama Kuncup Harapan di Jakarta sejak tahun 1963 – 1965.
S.M Ardan memiliki bakat lenong Betawi. Ia pernah menghabiskan banyak waktu untuk ngamen lenong dari satu tempat ke tempat lain.
Baca juga: Pramoedya Ananta Toer, Sastrawan Lekra Peraih Ramon Magsaysay Award
Karena ketekunan dan ketelatenannya inilah, nama S.M Ardan melekat kuat di ingatan seniman lenong, seniman Betawi, hingga seniman nasional. Sejak tahun 1950 hingga 1990, S.M Ardan telah menjadi sastrawan Betawi yang banyak berjasa pada karya-karya sastra baru Indonesia.
Pada masanya, tak sedikit orang yang bertanya kepada S.M Ardan tentang perfilman Indonesia. Hal inilah yang membuatnya mendapatkan julukan kamus berjalan sinematek Indonesia.
Karya Sastra Terang Bulan Terang di Kali dan Potret Jakarta Tahun 1950-an
Pada tahun 1950-an, surat kabar mendapatkan banyak perhatian. Sastrawan Betawi yang terkenal dengan nama pena S.M Ardan ini, mulai melahirkan beragam karya sastra menakjubkan.
Tidak sendiri, bersama kawan-kawannya karya Ardan menghiasi sejumlah surat kabar. Mereka adalah Ajip Rosidi, Sukanto S.A, Sobron Aidit, hingga Trisnojuwono.
Baca juga: Mengenal SI Puradisastra, Sastrawan Lekra dari Ciamis
Salah satu karyanya yang paling menonjol dan melekat kuat dalam ingatan masyarakat Betawi adalah Terang Bulan Terang di Kali. Karya ini merupakan kumpulan cerpen yang menunjukkan keadaan dan keseharian masyarakat Jakarta.
S.M Ardan memperlihatkan kehidupan masyarakat Betawi yang tinggal di ibu kota. Bukan menggambarkan kehidupan yang penuh keromantisan, justru kenyataan pahit.
Dalam karyanya tersebut, S.M Ardan melukiskan kehidupan masyarakat Jakarta kalangan bawah. Mulai dari tukang becak, buruh kecil di percetakan, gelandangan, penari doger, hingga pengangguran melamar kerja.
Kisah-kisah tersebut ia ambil dari lingkungan tempat tinggalnya. Saat itu, ia tinggal di jalan Ajudan, Kwitang.
Letak rumahnya berbatasan dengan sungai Ciliwung. Sekitar rumahnya tampak rumah-rumah masyarakat Jakarta lainnya. Dari penampakan rumah-rumah tersebut, terlihat jelas jika mereka bukanlah orang yang bergelimang harta.
Karya-karya Sastra Lainnya
Selain karya Terang Bulan Terang di Kali miliknya yang sangat populer, Sastrawan Betawi S.M Ardan juga melahirkan karya lainnya. Sebut saja, Nyai Dasima (novel tahun 1965), Si Pitung (skenario film tahun 1970), Si Gondrong (skenario film tahun 1971) dan Pendekar Sumur Tujuh (skenario film tahun 1971).
Selain itu, Berandal-berandal Metropolitan (skenario film tahun 1971), Pembalasan Si Pitung (skenario film tahun 1977) dan Rahasia Wisma Mega (skenario film tahun 1978). Pada tahun 2006, S.M Ardan membuat kumpulan cerpen bertajuk Cerita dari Sekeliling Jakarta.
Baca juga: Remy Sylado Meninggal Dunia, Sastrawan dan Aktor Ca-Bau-Kan
Tepat pada 19 November 2006, Sastrawan Betawi S.M Ardan mengalami kecelakaan. Setelah mendapatkan perawatan di rumah sakit secara intensif, ia meninggal dunia pada 26 November 2006. S.M Ardan meninggalkan istri dan ketiga anaknya. (R10/HR-Online)