Ciamis, (harapanrakyat.com),- Pimpinan Padepokan Tri Tunggal Sempurna, Ondon Juhana, yang dituduh telah melakukan praktek pengobatan spiritual yang ajarannya diduga telah melecehkan agama islam, terancam dihukum 5 tahun penjara. Ondon pun sudah ditetapkan sebagai tersangka dan kini ditahan di Polres Ciamis.
Kapolres Ciamis, AKBP Agus Santoso, SIK, didampingi Kasat Reskrim Polres Ciamis, AKP Irfan Nugraha, SH, mengatakan, pihaknya kini tengah melakukan penanganan secara intensif terhadap kasus tersebut. Selama sepekan kemarin, Polres sudah memanggil 15 saksi untuk dimintai keterangannya.
Irfan menjelaskan, dari hasil pemeriksaan sementara, tersangka diduga melakukan tindak pidana penodaan agama dan penipuan, dengan modus meminta kepada pasiennya agar tidak melakukan sholat, wirid dan tersangka juga mengaku dirinya sebagai pengganti nabi. Juga adanya pengakuan dari pasien, yang menyatakan setelah diobati tersangka, penyakitnya semakin parah.
“Pasal yang disangkakan kepada tersangka Ondon, yakni KUHP pasal 156 a tentang penodaan agama dan pasal 378 tentang penipuan. Jika seandainya tersangka terbukti melakukan tindak pidana yang dituduhkan tersebut, maka diancam dengan hukum minimal 5 tahun penjara,” jelasnya.
Dihubungi terpisah, Sekretaris Majelis Ulama Indonesia (MUI) Kab. Ciamis, KH. Dr. Fadlil Yani Ainusyamsi,M.BA,M.Ag, mengatakan, langkah yang diambil Polres Ciamis yang bertindak cepat dengan melakukan penangkapan dan memproses secara hukum kasus penodaan agama merupakan langkah yang tepat.
“Langkah kepolisian yang cepat menangani kasus ini dapat menenangkan dan meredam emosi umat islam di Kab. Ciamis yang gerah dengan ajaran sesat yang melecehkan agama islam yang diajarkan oleh tersangka Ondon. Kita sangat mengapresiasi langkah yang diambil oleh pihak kepolisian,” ujarnya saat ditemui belum lama ini.
Kang Icep—sapaan akrab KH. Dr. Fadlil— menjelaskan, bukti-bukti bahwa adanya unsur penodaan agama dalam praktek pengobatan spritual di Padepokan Tri Tunggal Sempurna sebagaimana hasil temuan tim investigasi yang dilakukan MUI, tokoh masyarakat, dan LSM Gempar, khendaknya dijadikan dasar oleh kepolisian dalam melakukan penyelidikan dan pengembangan kasus ini.
“Bukti-bukti hasil temuan tim investigasi sudah jelas bahwa ada unsur penodaan agama dalam praktek pengobatan spritual di padepokan itu. Tinggal dikembangkan lebih dalam saja oleh kepolisian, karena bukti dari tim investigasi cukup kuat datanya,” ujarnya.
Kang Icep juga mengatakan bahwa ajaran yang menyimpang dari akidah islam tidak boleh dibiarkan hidup di Tatar Galuh.
“Namun tentunya penindakannya harus sesuai dengan hukum yang berlaku. Kita sebagai umat islam tidak boleh main hakim sendiri. Biarakan aparat hukum bekerja untuk mengusut tuntas kasus tersebut,” pintanya.
Sementara itu, Sekretaris Daerah (Sekda) Kab. Ciamis, Drs. Tahyadi A. Satibie, mengatakan, meski status Ondon Juhana sebagai Pegawai Negeri Sipil (PNS) di lingkungan Pemkab Ciamis, namun pihaknya belum bisa menjatuhkan sanksi administratif terhadap Ondon sebelum dinyatakan bersalah oleh putusan pengadilan.
“Kita akan tunggu dulu putusan Pengadilan terhadap Ondon seperti apa. Kalau dia sudah dinyatakan bersalah oleh Pengadilan, baru kita akan menjatuhkan sanksi administratif sesuai dengan PP 30 tentang aturan PNS,” ujarnya kepada HR, di kantornya, pekan lalu.
Seperti diketahui, Padepokan Tri Tunggal Sempurna sempat menjadi buah bibir di masyarakat Ciamis. Pasalnya, padepokan yang mengaku sebagai Rumah Sakit Spritual itu, diduga telah melarang pasiennya melakukan ibadah sholat dan wirid. Kontan saja, setelah kabar itu berkembang di masyarakat, membuat sejumlah pemuka agama islam, ormas islam dan tokoh masyarakat di Ciamis, berang.
MUI pun turun tangan menyelesaikan masalah ini. Setelah dilakukan penelusuran untuk memastikan kebenaran kabar tersebut yang dilakukan oleh tim investigasi bentukan MUI Kab. Ciamis, ternyata banyak pasien yang berobat ke padepokan tersebut mengakui bahwa benar padepokan tersebut telah menyebarkan ajaran sesat.
Sejumlah pasien yang telah berobat ke padepokan tersebut pun mengeluh bahwa penyakit yang dideritanya malah semakin parah setelah berobat ke sana. Bahkan, menurut sumber di Polres Ciamis, tersiar kabar bahwa ada seorang pasien asal Kec. Cihaurbeuti yang meninggal setelah ditangani secara spritual di padepokan tersebut.
“Namun, kabar itu masih dalam penyelidikan, dan kini tengah kita telusuri kebenarannya,” ujar salah seorang penyidik di Polres Ciamis. (DSW/DK/Bgj)