Berita Jabar (harapanrakyat.com).- Kasus positif Covid-19 di Jawa Barat atau Jabar, trennya kembali meningkat. Hal tersebut ternyata sudah diprediksi para pakar epidemiologi di Jabar.
Prof. Bony Wiem Lestari, staf pengajar Departemen Ilmu Kesehatan Masyarakat Fakultas Kedokteran Unpad Bandung, mengimbau masyarakat Jawa Barat agar kembali mendisiplinkan diri dengan menerapkan protokol kesehatan.
Salah satunya dengan penggunaan masker dan tetap jaga jarak. Kata dia, masyarakat merupakan garda terdepan dalam memerangi COVID-19.
“Bukti ilmiah banyak yang menyatakan, bahwa memakai masker dan menjaga jarak bisa mencegah penularan Covid-19,” ujar Bony, Sabtu (11/7/2020).
Kata dia, saat ini kasus positif Covid-19 di Jabar sebanyak 4.951 bertambah 105 orang.
“Itu tidak jauh berbeda dengan estimasi kami yakni di angka 5.000 kasus positif Cpvid-19,” katanya.
Lanjutnya, masyarakat seharusnya bisa membaca secara bijak data yang tersaji, agar tidak ada misperspsi dan salah dalam menyikapi.
Menurutnya, ada 3 kemungkinan dari data positif Covid-19 yang tersaji. Pertama, laju infeksi saat ini memang sedang terjadi. “Prediksi kami menunjukkan kalau satu bulan ke depan angkanya masih akan naik,” jelas Bony.
Test Covid-19 Masif Dilakukan di Jabar
Naiknya angka positif corona di Jawa Barat, karena saat ini tes Covid-19 terus dilakukan di Jabar. Jawa Barat tengah mengejar target WHO yakni melaksanakan tes PCR 1 persen dari jumlah penduduk di Jabar, atau sekitar 500.000 orang.
Tes swab/PCR di Jabar terus dikebut. Sekarang mungkin test sudah diangka 88.000an orang. “Makin banyak orang yang dites, maka makin banyak temuan yang positifnya, makin bagus untuk pelacakan,” ungkapnya.
Baca Juga: Gubernur Jabar Ingatkan Pentingnya Edukasi Masyarakat Soal Covid-19
Kemungkinan ketiga, Jabar menerima pelimpahan administrasi dari kasus positif Covid-19 dari provinsi lain. Dalam arti, warga tersebut tertular di provinsi lain, namun karena ber-KTP Jabar, maka dihitung sebagai kasus warga Jabar. “Kita juga kan menerima limpahan Provinsi lain,” katanya.
Lebih lanjut Bony mengatakan, fakta di lapangan, para pakar sebenarnya masih kesulitan menentukan kurva penularan Covid-19, apakah Indonesia saat ini sudah melewati gelombang pertama Covid-19 atau belum.
Kata dia, syarat untuk menentukan kurva yakni kapasitas tes masif. Di awal wabah corona, terjadi tes masif namun belum sebaik seperti sekarang.
“Agak sulit menentukan kurva saat ini, apakah kita masih di gelombang pertama (first wave) atau sudah menyongsong gelombang kedua (second wave),” ucap Bony.
Langkah yang Harus Dilakukan Pemerintah Tangani Covid-19
Dengan situasi seperti ini, pihaknya merekomendasikan beberapa hal yang mesti dilakukan pemerintah daerah.
Pertama, pemda harus bisa memastikan institusi ataupun organisasi yang ada di bawahnya, agar lebih rajin lagi turun ke lapangan, untuk mengecek ventilasi udara apakah berfungsi dengan baik, serta disinfeksi AC baik itu di kantor, bioskop, pabrik, mal, pesantren, asrama dan tempat yang berisiko tinggi lainnya.
“Karena kan ada wabah yang bersumber dari AC, itu sempat outbreak di Amerika Serikat. Jadi radang pernapasan akut sumbernya ternyata AC. Jadi harus lebih dibersihkan,” jelas Bony.
Kedua, pemda mesti menyediakan sistem pelayanan kesehatan dan sumber daya manusia (SDM) yang memadai mengantisipasi lonjakan pasien Covid-19 di Jawa Barat.
“Jika terjadi peningkatan kasus positif, dan misalnya semua mesti dirawat, apakah tempat tidur di rumah sakit dan tenaga medisnya cukup. Nah ini yang mesti disiapkan pemerintah,” tambahnya.
Pemda pun mesti memperkuat edukasi kepada masyarakat tentang pentingnya penerapan protokol kesehatan. Meski pemerintah sering memberi imbauan, namun masyarakatnya tidak patuh, maka ini tidak akan berjalan.
Penularan Covid-19 Lewat Udara
Pada kesempatan tersebut, Prof Bony juga menjawab dan meluruskan isu yang beredar di masyarakat apakah COVID-19 dapat menular melalui transmisi udara.
Kata dia, penularan melalui udara mungkin saja bisa terjadi di fasilitas kesehatan seperti ruang isolasi.
“Metode transmisi airborne ini hanya dimungkinkan terjadi di tempat spesifik, bukan di tempat umum,” ungkapnya lagi.
Menurutnya, saat ini WHO juga masih belum menemukan bukti jika Covid-19 menular lewat udara di tempat – tempat yang lain. Sementara itu, penelitian yang valid masih belum keluar, maka dari itu, pemerintah masih tetap menggunakan protokol kesehatan WHO yang lama.
“Penelitian sejauh ini menunjukan, penularan lewat udara terjadi di setting kesehatan seperti ruang isolasi,” katanya.
Meski demikian, WHO juga mengingatkan masyarakat agar berhati-hati saat berada di tempat dalam ruangan atau indoor, banyak orang, dan ventilasi udara yang jelek.
“Karena ada potensi munculnya outbreak atau wabah,” pungkas Bony. (R8/HR Online)