Berita Banjar (harapanrakyat.com).- Komisi Penanggulangan AIDS (KPA) Kota Banjar, mengungkap jumlah orang dengan HIV/AIDS (ODHA) hingga saat ini tercatat 331 orang, dan 6 orang meninggal dunia. Dari jumlah 331 orang itu, 128 diantaranya menjalani pengobatan atau On ARV. Sedangkan sisanya tidak menjalani pengobatan.
Ketua Harian KPA Kota Banjar, Nana Suryana, mengatakan, adanya validasi data ODHA yang bersumber dari Dinkes Kota Banjar ini menjadi hal yang sangat penting untuk penanganan dan penanggulangan HIV/AIDS.
Ia juga menegaskan, meski di tengah pandemi Covid-19, masalah HIV juga tidak kalah penting karena sama-sama menular, bahkan membahayakan bagi masyarakat.
“Ini kan sama-sama penyakit menular, makanya ini harus digarap. Meski situasinya seperti ini, namun masalah HIV jangan sampai diabaikan walaupun konsentrasi pemerintah seolah-olah semuanya ke Covid-19,” kata Nana, usai rapat validasi data ODHA yang digelar KPA Kota Banjar, bersama Dinkes, RSUD, RS Mitra Idaman, PMC, dan PMI Kota Banjar, di Ruang Rapat 2 Setda Kota Banjar, Selasa (23/06/2020).
Berdasarkan berbagai informasi yang diterima saat rapat tersebut, kata Nana, dirinya semakin tahu bagaimana kondisi penanganan HIV di Kota Banjar, termasuk berbagai kendala yang dihadapi.
Seperti halnya alat CD4 yang merupakan alat untuk menentukan berapa sistem kekebalan tubuh seseorang, dan Viral Load (VL) atau alat untuk mengetahui seberapa jauh dan berkembang virus di dalam tubuh melalui sampel darah, RSUD Kota Banjar belum memilikinya.
Karena itu, berbagai permasalahan yang ada harus dikoordinasikan dan dikomunikasikan secara intens agar dalam menangani HIV di Kota Banjar bisa berjalan dengan baik.
Tantangan Menangani ODHA
Menurut Nana, tantangan terbesar bagi pemerintah maupun pegiat HIV adalah bagaimana memberikan penyadaran kepada ODHA agar mereka mau berobat. Lantaran terbentur stigma, membuat sebagian dari mereka enggan berobat, yang pada akhirnya juga membahayakan diri sendiri.
“Jangankan berobat untuk HIV, kemarin kita gelar tes swab Covid-19 saja banyak yang kabur, padahal gratis. Dari contoh ini, betapa pentingnya koordinasi satu sama lain untuk mencari jalan terbaik dalam merangkul ODHA agar mau berobat,” katanya.
Melalui data ODHA yang dimiliki saat ini, lanjut Nana, dapat digunakan sebaik mungkin untuk menyelesaikan berbagai masalah yang dihadapi, seperti faktor tidak mau berobat, faktor ekonomi dan lainnya.
“Data ini bukan untuk dipublikasikan ke khalayak umum, namun perlu diketahui oleh pemerintah untuk penanganan lebih lanjut. Mulai dari tingkat kota sampai desa. Intinya, kita harus jemput bola dengan berpegang data ini. Kalau jumlah ODHA banyak dan yang berobat sedikit, kan bahaya. Mumpung masih ratusan, mari kita bergerak bersama,” tandas Nana, yang juga sebagai Wakil Wali Kota Banjar.
Anggaran Penanggulangan HIV
Sementara itu, Pengelola Program KPA Kota Banjar, Syahid Burhani, mengatakan, upaya mengajak ODHA yang tidak melakukan pengobatan menjadi tantangan bersama agar penularan HIV bisa ditanggulangi.
Ia juga mengatakan, meski ODHA yang akan berobat melalui fasilitas yang diberikan pemerintah dibebaskan alias gratis. Namun, karena banyak faktor, terutama stigma di masyarakat, sehingga menimbulkan mereka enggan berobat.
“Misalnya, jika ODHA tidak mau berobat karena faktor ekonomi, sebenarnya bisa dibantu oleh pemerintah desa, dan itu masih jarang ditemukan di Kota Banjar. Saat ini baru ada satu desa saja yang mau bantu. Ke depan hal semacam ini harus didorong,” kata Syahid.
Sebelumnya, Syahid menyebut bahwa anggaran KPA Kota Banjar untuk penanggulangan HIV/AIDS di tahun 2020 sebesar Rp 150 juta. Jumlah ini mengalami kenaikan Rp 50 juta dibanding tahun 2019 sebesar Rp 100 juta.
“Kami harap dengan adanya komunikasi intens, semua pihak yang terlibat dalam masalah ini dapat mempermudah dalam mencari solusi berbagai persoalan yang dihadapi,” pungkasnya. (Muhafid/Koran HR)